Jika bukan karena undangan pesta pernikahan Echy – a workmate of mine at PBIS – tanggal 22 Januari 2012 kemarin tentu aku belum menyempatkan diri berkunjung ke satu tempat yang di satu website disebut sebagai salah satu tempat tertinggi di Pulau Jawa – Dieng Plateau. Kawasan wisata Dieng konon terletak sekitar 2000 meter di atas permukaan laut sehingga bisa dipahami jika hawanya cukup menusuk tulang, apalagi bagi seseorang yang terbiasa terpapar hawa panas kota Semarang: aku dan Angie. :)
Mengingat masih musim penghujan, apalagi bulan januari yang konon – lumrahnya – bakal turun hujan sehari-hari, maka aku tentu tidak menerima tawaran Ranz untuk gowes saja dari Semarang ke Wonosobo. :-D Selain itu tentu karena aku hafal betul track antara Bawen – Ambarawa – Secang yang naik turun secara ganas. Kalau dari Secang ke Temanggung kemudian ke Wonosobo memang aku tidak tahu karena memang seingatku hanya sekali aku lewat sana, yakni ketika menuju Purwokerto dari Semarang di tahun 2000, if I am not mistaken, bareng my brother and his late (first) wife.
|
Wonosobo! |
Memang tidak salah jika dikatakan bahwa Wonosobo terpilih sebagai salah satu kota terbersih (dan juga tertata rapi) di Jawa Tengah. Hal ini kubuktikan ketika berkesempatan gowes di sana. Seperti biasa seorang Nana akan selalu bepergian dengan membawa serta – jika tidak menaiki – salah satu sepeda yang paling sering diajak menemani bikepacking: Snow White. Ranz pun membawa Pockie yang lebih sering kunaiki dalam perjalanan karena Snow White seperti biasa dibebani membawa tas pannier di boncengannya.
21 Januari 2012
|
Wonosobo |
Kita berangkat hari Sabtu tanggal 21 Januari 2012. Pockie dan Snow White duduk manis berhimpitan di bagasi. Kita meninggalkan Semarang sekitar pukul 09.30 dan sampai di alun-alun Wonosobo sekitar pukul 13.30 karena kendaraan yang kita naiki berjalan dengan lambat meski pasti. Kita langsung menuju hotel Arjuna yang terletak di Jalan Sindoro, terletak tak jauh dari gedung tempat penyelenggaraan resepsi pernikahan Echy dan Aji keesokan hari yang kebetulan terletak di sekitar alun-alun.
|
gowes sore di kawasan alun-alun Wonosobo |
|
jajan angkringan sore hari |
|
kabut sore di alun-alun Wonosobo :) |
Setelah istirahat secukupnya, aku dan Ranz keluar menuju alun-alun naik sepeda sedangkan Angie masih melanjutkan istirahatnya. Senja itu kita menikmati kabut yang menggantung dengan manis namun mistis. (Semarang bawah mana ada kabut? LOL.) Alun-alun Wonosobo sendiri memang sangat asyik digunakan untuk hang out. Ada ‘track’ yang nampaknya khusus disediakan bagi para penikmat jalan kaki maupun pesepeda, tanpa terganggu para pedagang kaki lima. Di tengah alun-alun aku melihat sekelompok anak-anak bermain bola. Sementara itu, di luar areal alun-alun ada beberapa warung angkringan yang berjualan beberapa jenis wedang, dari teh, wedang jahe, susu, wedang jahe susu, kopi, dll. Juga ada penjual kentang goreng, siomay, bakso, sate, dll. Just take your pick.
Tak lama kemudian Angie pun menyusul kita dengan berjalan kaki. Letak hotel Arjuna memang sangat dekat dari alun-alun, jalan kaki kurang dari lima menit.
Untuk makan malam kita memesan dua porsi sate (ayam) dan lontong karena perutku lumayan kenyang. (aku sendiri lupa makan apa ya sebelumnya? ) Kita berencana selesai makan kita akan berjalan bersama menuju mini market yang tak jauh dari situ untuk membeli air mineral dll yang kita butuhkan. Namun baru saja kita selesai makan malam, hujan turun. Untuk menyelamatkan diri dari kehujanan kita pun berteduh ke warung angkringan yang paling dekat dengan tempat kita makan waktu itu.
|
sebelum hujan turun, Angie sempat sepedaan |
|
nungguin sate ayam siap disantap :) |
Menunggu hujan reda terasa lama karena di dalam warung tempat kita nunut ngiyup dipenuhi beberapa lelaki yang merokok. Angie yang pertama nampak resah dan ingin segera meninggalkan warung itu. Ketika hujan sedikit reda, Ranz memutuskan untuk secepatnya kembali ke hotel untuk mengambil payung lipat yang kita tinggal di kamar. Ketika Ranz kembali ke warung, hujan kembali melebat, sehingga dia menawarkan dia saja yang gowes ke mini market (yang tidak begitu mini ukurannya) untuk membeli beberapa barang yang kita butuhkan.
Kembali dari mini market, Ranz membawa sebuah tas plastik lumayan besar berisi air botol mineral, beberapa munchies, dan mantel. hujan masih deras sehingga Angie pun harus mau mengenakan mantel untuk melindungi diri dari hujan ketika akan kembali ke hotel. Setelah mengantar Angie kembali ke hotel, Ranz menjemputku yang masih bertahan nangkring di warung, dan gantian aku yang mengenakan mantel. Kita kembali ke hotel sambil menuntun Pockie dan Snow White.
Hawa dingin kota Wonosobo lumayan nyaman hingga kita pun tidur nyenyak.
22 Januari 2012
Sekitar pukul enam pagi aku dan Ranz bersepeda meninggalkan hotel untuk menikmati kontur jalan kota Wonosobo yang naik turun meskipun kita ga berani jauh-jauh, in case tiba-tiba Angie mau nyusul untuk sarapan di daerah alun-alun.
|
salah satu 'sudut' alun-alun Wonosobo |
|
aku dan Angie keluar dari wisma Flamboyan |
Kita sampai di ‘pusat’ keramaian kawasan wisata Dieng sekitar pukul 14.45 dan langsung menuju ke wisma Flamboyan tempat kita akan menginap malamnya. Setelah istirahat sebentar, sekitar pukul setengah empat sore – kebetulan cuaca sangat cerah, matahari bersinar terang, tak ada kabut menggantung sedikit pun – kita keluar menuju kawasan Candi Arjuna yang terletak hanya sekitar 200 meter dari penginapan. Tiket masuk per orang Rp. 10.000,00, dimana ditulis tiket ini berlaku untuk masuk kawasan Candi Arjuna dan Kawah Sikidang.
|
penunjuk ke Kompleks Candi Arjuna |
|
tiket masuk kawasan Candi Arjuna dan Kawah Sikidang |
Kulihat banyak rombongan wisata yang datang dari berbagai daerah. Bahkan aku pun sempat mendengar sekelompok orang bercakap-cakap dalam bahasa Mandarin, sekelompok orang lain lagi bercakap-cakap dalam bahasa Jepang, juga tentu ada sekelompok turis kulit putih yang berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
|
aku berdua Angie di kawasan Candi Arjuna |
Kawasan wisata Candi Arjuna terletak di ‘lembah’ dimana di sekitarnya terlihat pemandangan yang indah luar biasa, apalagi dengan hawa dingin yang sangat segar. Bahwa beberapa candi tidak lagi dalam keadaan utuh tidak membuat nilai cagar budaya satu ini berkurang. Aku tidak sempat mencatat nama-nama candi satu per satu namun aku dan rombongan menyempatkan diri muter areal yang lumayan luas itu. Kepenasaranku untuk menemukan areal telaga ‘Balekambang’ membuat kita muter lumayan jauh, hingga kita sampai ke satu candi yang lokasinya lumayan jauh dari candi Arjuna, disebut candi Setiaki dimana atapnya telah lenyap entah kemana. Telaga Balekambang sendiri ternyata telah banyak ditumbuhi rerumputan hingga hampir tidak dapat diketahui lokasinya dengan pasti.
|
dalam 'perjalanan' memutari kawasan Candi Arjuna |
Menjelang setengah enam sore kita keluar dari kawasan wisata Candi Arjuna. Di luar pintu masuk ada beberapa kios yang menjual makanan, minuman, dll. Kita menikmati kentang goreng yang satu porsi dihargai sepuluh ribu rupiah meski kentang goreng yang sama dengan porsi yang sama juga ‘hanya’ dihargai tiga ribu rupiah di alun-alun Wonosobo. Padahal Dieng disebut sebagai salah satu pusat penghasil kentang yang melimpah.
|
Candi Setiaki yang atapnya telah kabur entah kemana |
|
narsis berdua :P |
|
narsis dewekan :P |
|
berdua Ranz |
Sekitar pukul setengah enam sore kita telah kembali ke penginapan. Gerimis mulai turun. Hawa pun tentu tambah dingin sehingga meringkuk di bawah selimut tebal yang disediakan adalah pilihan yang sangat tepat. Semakin malam hujan semakin deras dan tak ada tanda-tanda akan berhenti, sehingga kita pun malas keluar untuk mencari makan malam. Akibatnya kita tidur dalam kondisi perut lapar.
23 Januari 2012
Pukul enam pagi Angie masih meringkuk di bawah selimut, sedangkan aku dan Ranz keluar berjalan-jalan melihat suasana di sekitar penginapan. Ada sebuah warung makan sederhana yang telah buka, berjualan nasi bungkus, tempe kemul dan tahu kemul. Aku sempat bertanya pada seorang penduduk sekitar arah menuju Telaga Warna. Ternyata Telaga Warna terletak tak jauh dari penginapan, hanya sekitar satu kilometer. Kalau dilihat track yang bakal kita lewati tidak menanjak sadis, maka aku memutuskan untuk segera kembali ke penginapan, membangunkan Angie dan mengajaknya jalan.
|
Dieng 2093 m dpl |
Sekitar pukul tujuh kita keluar dari penginapan. Kita sarapan nasi bungkus dan tempe kemul di warung yang kusebut di atas. Setelah sarapan, menuju Telaga Warna aku naik Pockie, Angie naik Snow White, sedangkan Ranz jalan kaki. Tiket masuk per orang Rp. 5000,00.
|
Angie di dalam kawasan Telaga Warna |
|
Ranz yang tidak pernah tidak iseng :P |
|
trek di dalam kawasan Telaga Warna |
|
aku berdua Ranz dengan patung Gadjahmada di kawasan Telaga Warna |
Jika dilihat dari arah dekat air di Telaga Warna tidak menunjukkan warna-warna yang berbeda. Kita bertiga sempat berjalan lumayan jauh (dari pintu masuk kita belok ke arah kiri), sampai kita menemukan lokasi dimana nampak beberapa titik yang ber’denyut-denyut’ mengeluarkan asap. Dari sana kita kembali ke arah pintu masuk, kemudian melanjutkan berjalan di jalan setapak yang menuju lokasi beberapa goa. Kita sempat menemukan goa Semar, goa Sumur, dan patung Gajahmada. Ketika akan melanjutkan ke lokasi Telaga Pengilon yang katanya kita bisa mengaca di atas airnya untuk mengenali diri apakah kita orang baik atau buruk, Angie menolak. Cape. Meskipun begitu ketika kita hampir sampai di pintu masuk kembali, ada penunjuk jalan untuk menuju Dieng Plateau Theatre dimana para pengunjung bisa menonton film dokumenter yang menggambarkan kawah Sinila mengeluarkan asap beracun di tahun 1979, Angie setuju kuajak ke arah DPT meski jalannya naik terjal. Akan tetapi ternyata Angie ga mampu melanjutkan perjalanan sampai ke DPT. Dia memilih berhenti dan membiarkan aku terus berjalan naik. Dari daerah yang lumayan tinggi ini aku sempat menjepret Telaga Warna yang menunjukkan tiga warna yang berbeda di permukaan airnya, hijau muda, hijau tua, dan (agak) biru tua. Aku memutuskan tidak ingin meninggalkan Angie sendiri, sehingga kita pun turun, berjalan menuju pintu keluar.
|
berdua Angie di Telaga Warna |
|
gowes di dalam kawasan Telaga Warna |
|
Telaga Warna 1 |
|
Telaga Wrna 2 |
|
tampilan mie ongklok dan sate ayam ala Dieng |
Keluar dari kawasan Telaga Warna, kita mampir ke sebuah warung makan yang terletak dekat areal parkir. Untuk pertama kali aku memesan mie ongklok karena di beberapa artikel di website yang kubaca menuliskan “belum sampai ke Wonosobo/Dieng jika belum makan mie ongklok.” Rasanya menurut lidahku biasa saja, mungkin karena aku membeli di tempat yang tidak menjual mie ongklok dengan rasa yang luar biasa ya? Sarapan yang kedua ini sekaligus untuk beristirahat.
|
tanah yang 'berdenyut' di dekat Telaga Warna |
Selesai sarapan, kita melanjutkan perjalanan ke arah Kawah Sikidang. Seorang penunjuk jalan mengatakan lokasinya sekitar satu kilometer dari Telaga Warna. Kembali aku naik Pockie, Angie naik Snow White, Ranz berjalan kaki. Sebelum sampai ke gerbang masuk Kawah Sikidang, kita mampir dulu ke Candi Gatotkaca yang terletak tak jauh dari gerbang masuk.
Di gerbang kita ditanya apakah kita telah membeli tiket masuk. Untunglah tiket masuk yang kita beli sehari sebelumnya kusimpan di tas yang kubawa. Setelah menunjukkan tiket yang masih rapi itu, kita melanjutkan perjalanan. Kali ini, aku naik Snow White, Ranz naik Pockie, Angie jalan kaki. Dia cape naik sepeda rupanya. :-D but lucky her, tiba-tiba salah satu petugas yang menjaga gerbang masuk datang nyamperin Angie naik motor, dan memboncengkannya sampai ke lokasi Kawah Sikidang. Di dalam lokasi ada beberapa kuda untuk disewa pengunjung. Selain itu juga beberapa motor trail dan ATV. Kita memilih jalan kaki saja setelah memarkirkan Pockie dan Snow White di tempat parkir.
|
dipotoin seorang turis bule yang baik hati :) |
Tak henti-henti aku mengagumi keindahan Dieng dan pemandangan sekitarnya. “But the cold weather is not cool,” komplain Angie. LOL.
|
Kawah Sikidang dari dekat |
Setelah puas berjalan di areal Kawah Sikidang (meski ga jauh-jauh amat) kita segera kembali ke penginapan, sekitar 3 kilometer. Aku naik Pockie, Angie naik Snow White, Ranz jalan kaki. Track pulang ini lumayan membuat berkeringat karena kontur jalan yang naik turun.
Kita sampai di penginapan sekitar setengah duabelas. Setelah packing dan shalat Dzuhur kita kembali ke Wonosobo dan terus pulang ke Semarang. Aku dan Angie sampai rumah sekitar pukul setengah delapan malam.
Karena masih ada beberapa tempat yang belum sempat dikunjungi seperti Telaga Menjer, perkebunan teh Tambi, dll, aku masih menyimpan hasrat untuk kembali ke Wonosobo dan Dieng. Entah kapan.
GL7 15.00 260112
Komen, hasil impor dari blog sebelah, yang bakal digusur tanggal 1 Desember 2012
|
biasanya cuma 5rebuan tuh mba, gak ditawar tuh kentang di arjunanya?
|
|
Dari SMG naik Sepeda Lipet???
|
|
aku ke wonosobo pas bulan puasa, gak ngerasain mie ongklok krn yg enak tutup sblm jam buka :p
|
|
dadi kangen pengen bali nyang jawa
|
|
semoga segera dapat teman dolan di Sumatra ya La? ;-)
|