Cari Blog Ini

Senin, 21 Januari 2013

GOWES KE TINJOMOYO 4 Januari 2013


GOWES KE TINJOMOYO 4 Januari 2013 

Rasa penasaran yang masih tersimpan dengan erat di benak Ranz – juga aku – untuk mengeksplor kawasan Tinjomoyo – yang pada tahun delapan puluhan dan sembilanpuluhan merupakan lokasi Kebun Binatang di Semarang sebelum dipindah ke kawasan Mangkang – mengantarku dan Ranz gowes ke lokasi yang sama lagi. Kali ini, kita gowes tidak ramai-ramai namun hanya bertiga: aku, Ranz dan Tami. 

Pertigaan jalan Bendan Dhuwur - Tinjomoyo

Pemandangan dijepret dari titik pertigaan Bendan Dhuwur - Tinjomoyo

Aku bengong menatap Tami yang ga mau difoto Ranz :-D

Jumat 4 Januari 2013 Ranz telah sampai di GL7 – dia berangkat dari Solo paginya naik Shaun, sepeda dahon da bike 16” yang berwarna oranye – sebelum pukul 14.00. Kebetulan aku pulang dari kantor sekitar pukul 14.00 hari itu, lebih awal satu jam dari jam biasanya, karena anak-anak masih libur semester ganjil. 

Kita bertemu dengan Tami di pertigaan Bendan Dhuwur, yang sudah dekat dengan kawasan Tinjomoyo sekitar pukul 14.30. Waktu itu Tami berangkat sendiri dari Semarang bawah dengan memilih tanjakan Bendan Dhuwur (yang memang ‘duwur’, alias tinggi). Dari pertigaan itu, trek menurun dengan tajam. Sekitar 300 – 400 meter di turunan tajam itu, kita langsung melihat bahwa jembatan klasik tempat kita bernarsis ria tanggal 9 Desember 2012 lalu telah dirubuhkan! :( Memang telah disediakan jembatan ganti yang jauh lebih kokoh – namun tidak seartistik jembatan yang klasik itu – untuk menghubungkan kawasan Bendan dengan Tinjomoyo. Jembatan klasik yang sudah tua itu memang harus dihancurkan agar tak lagi dilewati oleh orang-orang karena dikhawatirkan akan patah ketika dilewati orang banyak karena sudah rapuh. Ketika kita sampai disana, 


aku dan Tami menuruni jalanan menuju jembatan Tinjomoyo

ini setang sepeda Ranz dan tangan kanannya, yang kiri untuk njepret :-D

jembatan yang hanya tinggal kenangan :(

Kali ini kita ‘hanya’ foto-fiti di bawah jembatan baru, yaitu di pinggir sungai. Setelah itu, Tami mengajak kita explore masuk ke kawasan hutan wisata Tinjomoyo. Namun karena sudah sore, kita tidak berani benar-benar explore :) melainkan Tami langsung mengajak kita ke lokasi dimana ada sebuah jembatan lain yang tak kalah artistik dari jembatan yang telah dirubuhkan. Jembatan yang terdapat di dalam kawasan hutan wisata ini sering disebut sebagai ‘jembatan merah’ mungkin karena warna kayu yang digunakan untuk kerangka jembatan warnanya merah. Ketika kita tiba disana, ada empat orang lain yang juga sedang bernarsis ria. A ha! Memang jembatan yang satu ini lumayan terkenal di kalangan para pehobi fotografi di Semarang untuk lokasi pemotretan. 

sebagian kerangka jembatan yang telah dirubuhkan

sebagian prajurit yang ditugaskan untuk merubuhkan jembatan

separuh kerangka jembatan yang masih 'nangkring' :)
mejeeeeng :-P
 
Ketika kita asyik foto-fiti, ada tiga orang lain lagi yang datang dengan tujuan yang sama: berfoto-ria! :) Namun karena jembatan – yang tidak begitu lebar – ini adalah satu-satunya jembatan yang menghubungkan kawasan Tinjomoyo dengan kawasan Gombel maka bisa dipastikan jembatan ini lumayan ramai dilewati oleh mereka yang butuh mondar mandir dari Tinjomoyo ke Gombel, dan sebaliknya. Maka, kita para narsiswan-narsiswati harus minggir di pinggiran jembatan ketika ada orang-orang yang lewat dengan naik motor, sepeda, maupun jalan kaki. 

Tami, aku dan tiga sepeda :)

Shaun yang selalu tak pernah lupa dipotret oleh sang pemilik :D

Tami berpose karena diminta sang tukang potret :D

gerbang masuk kawasan hutan wisata Tinjomoyo

salah satu trek yang (kebetulan) mudah dilewati
Untuk pulangnya, karena penasaran dengan cerita Tami bahwa kalau kita melanjutkan perjalanan – dan bukannya balik ke arah Tinjomoyo – akan membawa kita ke kawasan Gombel, kita bertiga gowes ke arah Gombel. Dan, ternyata ... trek-nya terus menerus menanjak, dimana permukaan jalannya bukan merupakan aspal yang sudah halus, melainkan paving block yang tidak rata. Percayalah, jika engkau melewati tanjakan dimana permukaan jalannya berupa paving block yang tidak rata dengan naik sepeda lipat, maka trek akan terasa lebih sulit dilewati; maka tanjakan akan terasa dua kali lebih tinggi dari seharusnya. LOL. Lumayan ngos-ngosan lah pokoknya. LOL. 

Ranz dengan Shaun dengan narsisis lain sebagai latar belakang :P

Tami in action :)

in action berdua :)
jembatan merah yang tak kalah eksotis dengan jembatan yang telah dirubuhkan
helm Ranz baru lhoooo :D

ini jelas in action :D
no comment yaaa? :)

Keluar dari kawasan bertrek yang tidak bersahabat dengan sepeda lipat, kita masuk ke jalan Gombel Lama, yang terletak tidak jauh dari GL7, lokasi sekolah tempat aku berbagi ilmu pengetahuan dengan anak-anak penerus generasi bangsa. :)

trek menuju jalan Gombel Lama

trek menuju jalan Gombel Lama 2

Pulangnya kita lewat turunan Tanah Putih karena Ranz tidak mau melewati tanjakan (meski sedikit) yang mau tidak mau harus kita lalui jika memilih jalur menuju AKPOL. Dari kawasan Bangkong, kita belok ke arah Jalan Ahmad Yani – Simpanglima kemudian masuk ke Jalan Gajahmada. Kita akhiri gowes sore ini dengan makan malam di sebuah rumah makan S***r P****t. Malam itu, hujan turun dengan sangat lebat! 

makan malam :)

Silakan menikmati foto-foto hasil jepretan Ranz, maupun aku dan Tami. (Eh, aku ikut njepret atau engga ya? hihihi ...) Tetap menggunakan kamera kesayangan Ranz. :)
GL7 08.44 16/01/13

1 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.