TOUR DE BOROBUDUR FOR WAISAK
Sudah
lumayan lama aku ‘nyidam’ berkunjung ke Candi Borobudur, entah naik kendaraan
bermotor atau pun sepeda, untuk merasakan sensasi ‘solitude’ di puncaknya, di
sore/senja hari maupun pada waktu fajar. ‘Keriuhan’ beberapa teman yang
bercerita tentang pemandangan menakjubkan saat pelepasan ribuan lampion sebagai
penanda berakhirnya prosesi upacara Waisak membuatku ingin mewujudkan keinginan
itu pada peringatan Hari Raya Trisuci Waisak tahun ini. (FYI, di akhir kisah,
aku tak merasakan sensasi yang kuidamkan. :( Next time deh. :) )
My biking
soul mate – Ranz – selalu antusias dengan ideku untuk gowes kemana pun juga
sehingga dia langsung setuju ketika kuajak ke Borobudur. Sempat bingung apakah
kita akan berangkat dari kota masing-masing (aku dari Semarang dia dari Solo)
dan bertemu di Magelang atau berangkat bareng, entah dari Solo atau dari
Semarang. Akhirnya Ranz yang memang punya waktu lebih luang setuju untuk
menjemputku terlebih dahulu baru kita berangkat bareng. Hari Kamis 23 Mei 2013
sekitar pukul 19.00 dia telah sampai di Semarang.
Jumat 24 Mei 2013 (Semarang – Borobudur)
Aku
berangkat ke kos Ranz pukul lima pagi, sementara Ranz sedang melaksanakan
ritual paginya. :) Kita
meninggalkan kos Ranz sekitar pukul 05.30. Pagi nan mendung, situasi traffic
masih belum menggila, perjalanan kita pun lancar sampai di pos pemberhentian
pertama, RM Bu Surti di dekat alun-alun Ungaran pukul 08.00. (Thanks to OmIrwan yang telah memperkenalkan warung murah meriah namun makanannya lezat ini.)
Usai sarapan
kita melanjutkan perjalanan. Sampai Bawen kita sudah lumayan ‘berpengalaman’
karena beberapa kali melewati tanjakan Lemahbang yang elevasinya tidak jauh
beda dari tanjakan Gombel namun trek lebih pendek. Dari Bawen kita belok kanan
ke arah Ambarawa. Ternyata trek dipenuhi turunan baik tajam maupun halus. Beberapa
kali berhenti untuk kepentingan dokumentasi alias narsis diri LOL di beberapa
titik; sekali untuk membeli memory card buat kamera Ranz; sekali ke mini market
untuk membeli air mineral dimana kita disapa oleh seorang polisi bertanya kita
mau kemana; sembari mengundang kita untuk beristirahat di polsek terdekat jika
kita butuh rehat. Tak lupa juga berpesan agar hati-hati karena jalanan ramai.
Sekitar
pukul 11.00 kita sampai di tanjakan pertama di daerah Jambu, dimana disitu ada
‘peringatan’ AWAS TANJAKAN SIAPKAN GANJEL BAN. LOL. Jalanan benar-benar ramai
hari itu meski tidak sampai macet, namun kita harus benar-benar ekstra
hati-hati. Sekitar 45 menit kemudian kita sampai EVA COFFEE HOUSE dimana
kuputuskan untuk mampir beristirahat sembari ngemil sesuatu. Kwetiau gorengnya
enak lho disini (to my taste lah), juga tahu goreng yang entah mengapa diberi
kuah yang enak juga disrutup. LOL. Ranz sempat nunut shalat dzuhur di musholla
yang terletak di belakang restauran.
siapkan ganjel ban! :D |
tanjakan di daerah Jambu |
Setengah jam
kemudian kita melanjutkan perjalanan. Melewati trek rolling yang berkelok-kelok
ini sangat membuat diriku sendiri amazed karena trek ini zaman kuliah kulewati
seminggu sekali naik bus. Beberapa kali naik motor. Dan ... kali ini aku
melewatinya naik sepeda! Wow to myself! wkwkwkwk ...
foto jepretan Ranz ini keren yaaa? :) |
di belokan! |
Akhirnya
kita pun sampai di terminal Secang dimana aku telah meyakinkan Ranz bahwa dari
Secang menuju Magelang, trek akan sangat amat menyenangkan: menurun halus! YAY!
Masuk kota Magelang, aku pun bernostalgia zaman awal aku kuliah S1, saat
terminal Magelang terletak di dekat pusat kota, di Jalan Pemuda. (Semenjak
terminal pindah, otomatis aku sangat jarang lewat Jalan Pemuda karena bus yang
dari Semarang harus belok kiri di pertigaan Kebon Polo, yang dari Jogja belok
kanan dari Mertoyudan.) Ranz sempat mengutarakan keinginan untuk malam pertama
kita menginap di kawasan kota saja, untuk ‘sedikit’ mengeksplor kota. Namun
sejak awal aku sudah ingin langsung saja menuju Borobudur, maka kita hanya berfoto-foto
ria saja di alun-alun Magelang, menyusuri jalan utama Magelang pelan-pelan,
hingga kita sampai Mertoyudan, dan mulai memacu sepeda dengan lebih cepat
sampai Mungkid.
Magelang, here we come! :) |
Di pertigaan
Mungkid ada petunjuk arah dan jarak menuju Bobobudur: kurang lebih 20
kilometer. Lhah, berarti jarak Semarang – Borobudur sekitar 100 kilometer yak?
Setelah belok kanan, ‘bonus’ jalan menurun tetap menanti kita, sehingga kita
pun mengirit tenaga dan waktu. Sekitar pukul setengah lima sore kita tiba di
depan papan bertuliskan TAMAN WISATA CANDI BOROBUDUR. Setelah foto-foto
secukupnya, kita hunting penginapan. Well, kita tahu bakal sulit mencari
penginapan di kawasan Borobudur pas/jelang hari Waisak, namun kita tidak patah
semangat. Lumayan kita mendapatkan penginapan yang tidak begitu jauh tempat
wisata, meski biaya sewa menginapnya bisa dianggap mahal: sebuah kamar ukuran
sekitar 3 x 4, dengan fasilitas berupa kipas angin, double bed, dan kamar mandi
luar Rp. 250.000,00. Namun kamar ini hanya kosong satu malam, karena pagi
harinya telah dipesan seseorang.
jelang di pertigaan Mungkid |
gaya Ranz yang sok cool :-P |
yayyy! we are at Borobudur again!!! |
Setelah
mandi dan minum es teh sebagai ‘welcoming drink’ dari guest house tempat kita
menginap, kita keluar untuk makan malam. Si empunya guest house memberi
informasi dimana kita bisa makan malam, meski sebenarnya tidak sulit mencari
warung makan di daerah itu. Setelah makan (sepiring nasi goreng + satu porsi
ayam bakar untuk kita berdua), kita mampir ke mini market untuk membeli air
mineral. Disini Ranz kehilangan sebuah lampu yang dia tinggal di seatpost
sepeda.
Dari mini
market, kita hanya duduk-duduk di depan tulisan TAMAN WISATA CANDI BOROBUDUR,
ngobrol sambil menikmati rembulan yang bersinar dengan indah. Cuaca malam itu
sangat cerah. Kita pun tentu berharap pada malam berikutnya, saat dilaksanakan
perayaan seremonial Waisak, cuaca pun juga cerah. Saat ngobrol, kita melihat
banyak mobil yang parkir di daerah situ, dimana kata seorang penduduk sekitar
mereka adalah pengunjung yang tidak mendapatkan hotel untuk menginap, atau
merasa cukup beristirahat dan tidur di dalam mobil saja. Orang yang sama juga
mencoba membujukku dan Ranz untuk ikut dia ke satu tempat yang disebut ‘Punthuk
Setumbu’ jka kita ingin mendapatkan pemandangan sunrise yang spektakuler. Untuk
itu, dia minta kita membayar masing-masing Rp. 15.000,00, sebagai ganti biaya
mengantar. Namun tawaran itu kita tolak. Orang yang sama mengatakan bahwa jika
kita ingin mengadakan ‘sunrise tour’ ke Borobudur, kita harus membeli tiket
khusus, harganya Rp. 280.000,00 per orang. (Nah, ini yang kuimpikan, but kok
mahal ya tiketnya? :( )
Sekitar
pukul 21.30 kita kembali ke penginapan untuk beristirahat.
To be continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.