Day 2, 20 Juni 2011
Rencana pertama: gowes ke waduk Cengklik. Jarak sekitar 20 kilometer dari rumah Ranz. Maka pulang pergi sekitar 40 kilometer. Trek: onroad menanjak landai.
Kita meninggalkan rumah Ranz sekitar pukul 05.30. karena belum sempat ngemil apa pun juga, aku sempatkan mampir ke sebuah mini market yang buka 24 jam di sebuah jalan yang kita lewati untuk membeli air mineral dan roti untuk bekal. Beberapa kilometer kemudian baru aku meminta Ranz untuk berhenti sejenak untuk minum dan makan roti sepotong.
Dalam perjalanan banyak orang menuju ke arah yang sama mengendarai sepeda gunung maupun fixie, namun tak ada yang naik sepeda lipat, kecuali aku dan Ranz. Yang lain pun berjenis kelamin laki-laki. :) (Nampaknya sih begitu. LOL.)
Hanya perlu bertanya sekali kepada seseorang karena Ranz tidak yakin belokan yang mana harus kita ambil, kita sampai waduk Cengklik tanpa hambatan yang berarti. Seperti sehari sebelumnya, di waduk Cengklik ini pun Ranz memperlakukanku bak model dadakan, selain Pockie, sepeda lipat kesayangannya. :) difoto dari segala penjuru, disuruh berganti gaya, yang tentu aku mati gaya karena bukan model sesungguhnya. Hihihihi ...
Pulangnya, aku ajak Ranz sarapan di sebuah rumah makan yang namanya bagiku unik: SOTO NDELIK. Konon, pertama kali yang jualan soto ini memang lokasinya terletak di sebuah pemukiman yang lumayan sulit dijangkau, namun kelezatannya sangat kondang. Karena lokasi yang sulit dijangkau inilah maka kemudian orang-orang menyebutnya ‘soto ndelik’ alias ‘soto bersembunyi’. Namun rumah makan tempat aku dan Ranz mampir untuk sarapan pagi itu terletak di pinggir jalan raya. Interior rumah makan lumayan artistik menurutku.
Sebenarnya Ranz berniat mengajakku gowes ke arah yang lebih jauh lagi. Sayangnya dia harus menghadiri rapat penerimaan siswa baru di sekolah tempat dia bekerja pukul 9. Maka terpaksa dari waduk Cengklik kita langsung pulang.
Sepeninggal Ranz ke kantornya, aku mandi dan beristirahat di kamarnya. Dikarenakan angin yang berhembus sepoi-sepoi melalui jendelanya, aku pun tertidur dengan nikmat. :) Sampai Ranz pulang menjelang pukul 12. Sebelum Ranz sampai rumah, aku sempat menemukan Ranz update status di FB, “ora penting blas!” xixixixi ... aku bisa membayangkan kegelisahan Ranz di tengah rapat dengan guru-guru senior di sekolahnya. Pengen segera mengajakku dolan! Hahahaha ...
Sekitar pukul 12.30 kita (menantang panas ya? LOL) keluar dengan tujuan: penjual rujak/lotis dan juga lotek dan beberapa jenis makanan yang lain. I always love rujak! Kali ini aku memesan rujak yang merupakan rujak serut di Solo maupun Jogja (lotis merupakan rujak yang buahnya dipotong-potong besar), lotek dan wedang ‘rujak degan’ (air kelapa muda dicampur dengan gula jawa dan jahe plus ‘daging’ kelapa muda).
Dalam perjalanan menuju ‘rujak JPI’ (karena lokasi yang dekat dengan radio JPI), Ranz mengajakku lewat sebuah gedung tua yang mangkrak lama, tidak dirawat oleh pemerintah. Begitu tidak dipedulikannya hingga yang menghuni gedung itu adalah: kelelawar! Jika tidak terdengar bunyi klakson mobil ataupun sepeda motor, dari jalanan, kita bisa mendengar kelepak kelelawar dari arah gedung tersebut! Hiiiii ... Kata Ranz begitu gelap tiba, kelelawar-kelelawar itu akan keluar beterbangan ke arah jalan raya. Hiiiii ...
Sebelum ke tujuan berikutnya, Balekambang, Ranz mengajakku mampir ke dinas perhubungan dimana nongkrong sebuah bus tingkat yang dioperasikan hanya untuk wisatawan. Untuk menaikinya pun kita harus memesannya minimal seminggu sebelumnya, dan penumpang harus memenuhi kuota. Aku pun bergaya berfoto di samping bus tingkat berwarna merah terang yang diberi nama Werkudara.
Dari sana kita ke Balekambang yang menurutku merupakan tempat nongkrong yang asik dan murah karena kita tidak perlu membeli tiket masuk kecuali bayar parkir. Untuk makan dan minum para pengunjung bisa bawa sendiri-sendiri. (If only Semarang has such a place ... aku bisa nongkrong lama-lama, menulis. ...)
Dengan alasan, “Kita dari Semarang nih Pak. Mau bawa sepeda lipat ini ke dalam untuk bergaya foto-foto ya?” maka aku pun diperbolehkan membawa Snow White ke dalam kawasan Balekambang. Sedangkan Pockie diparkir di dekat pintu gerbang. Penjaga pintu gerbang pun terheran-heran melihat dua perempuan mungil menaiki sepeda dan mengaku datang dari Semarang. Uhuk uhuk ... :) “Dari Semarang ke Solo naik sepeda? Perempuan? Wah!” hihihi ...
Maka Ranz pun sibuk mengaturku untuk difoto di beberapa tempat. You can imagine jika kemudian banyak orang yang tertarik untuk memandang kita berdua, “sedang ada pemotretan seorang model!” wakakakaka ... Atau mungkin mereka pun sibuk mengira-ngira, hubungan apakah yang kita berdua miliki? Hohohoho ...
Setelah puas foto-foto, kita pun akhirnya duduk-duduk di kursi taman, ngobrol berjam-jam, seperti sepasang teman lama yang begitu lama terpisahkan dikarenakan sesuatu dan lain hal. Xixixixi ...
cuma akting doang nih nelponnya :P |
Menjelang jam 5, kita meninggalkan tempat. Ranz perlu memenuhi panggilanNya sehingga kita pun mampir ke sebuah masjid. Tempat ‘nongkrong’ selanjutnya adalah sebuah ‘warung’ yang kalau di Semarang aku suka banget memesan cappuccino float. Cappuccino floatnya sangat nikmat dengan harga yang amat terjangkau. Kali ini, selain cappuccino float (untunglah rasanya ga terlalu beda jauh dengan yang ada di Semarang) aku juga memesan french fries dan spaghetti bolognese. Ranz memesan milkshake dan burger.
Guess what made us leave the place in a hurry after eating? Perut mulas, perlu ke toilet! Hohoho ... Di ‘warung’ tempat kita makan sore ini ga ada toilet untuk poop. Wkkkkkk. Payah dah. But karena khawatir bakal kelewatan shalat Maghrib, aku dan Ranz mampir lagi ke sebuah masjid.
Dalam perjalanan pulang ke rumah Ranz, lampu mati! Maka kita pun benar-benar bernight ride dalam kegelapan. Ranz lupa memasang lampu di setang Pockie, sedangkan lampu di setang Snow White ga mau nyala! Untuk safety, kita bertumpu pada kring-kring alias bel. :)
Mungkin kita sampai di rumah Ranz sekitar pukul 19.30. Perjalanan siang-sore mungkin sekitar 15 kilometer altogether.
keren mbakkk
BalasHapussuwun :)
Hapus