Minggu 26 Mei 2013 (Borobudur – Jogja)
|
sebelum meninggalkan Taman Wisata Candi Borobudur
|
Hujan lebat
yang turun semalam (dan membuat upacara Waisak tambah ricuh :() dan kelelahan membuat aku dan Ranz
membatalkan rencana untuk kembali ke Punthuk Setumbu untuk menikmati sunrise
yang katanya spektakuler itu. Alasan utama jelas: malas bangun pagi-pagi sekali
dan gowes nanjak di tengah hawa dingin dan mata mengantuk. hihihihi ...
|
handle bar Austin sekalian untuk tiang jemur handuk yang basah LOL |
Setelah
melakukan ‘ritual’ pagi dan packing, juga sarapan pagi yang disediakan tuan
rumah yang ramah, aku dan Ranz meninggalkan guest house sekitar pukul 07.30.
Sempat berfoto ria di papan nama TAMAN WISATA CANDI BOROBUDUR – untuk keperluan
dokumentasi sekaligus narsis diri – kita sempat mampir ke sebuah toko pakaian
karena aku butuh beli legging panjang. (Celana panjangku yang tinggal satu
basah kuyup dan aku tidak mau mengenakan celana pendek waktu gowes jauh.) Setelah mampir mini market untuk membeli air
mineral, kita langsung bertolak menuju Candi Mendut.
|
Ranz menyapa Stephan (yang tidak kita sangka ternyata bule LOL) |
|
kita bertiga di Candi Mendut |
What a
surprise dalam perjalanan, kita bertemu dengan seorang bikepacker yang mengaku
berasal dari Jerman, bernama Stephan. Kita pun melanjutkan perjalanan bersama,
kebetulan Stephan belum sempat mampir ke Mendut maka dia pun mengikuti kita
mampir. (Jika tertarik pada kisah bikepacking Stephan, you can visit his blog
at www.cyclingeurasia.com ) Di
Mendut masih ada ‘sisa-sisa’ yang menunjukkan ada upacara ritual keagamaan yang
dilakukan satu/dua hari sebelumnya. Stephan yang mengaku hanya bertemu dengan
seorang bule dalam perjalanan lintas Sumatra selama kurang lebih 3 bulan,
terheran-heran melihat begitu banyak turis bule di kawasan Borobudur dan
Mendut. :)
|
Mendut temple |
|
altar di dalam Mendut |
|
di sisi lain di kawasan Candi Mendut |
Dari Mendut,
aku dan Ranz mengantar Stephan mencari Candi Ngawen yang terletak di Desa
Ngawen Muntilan, sekitar 6 kilometer dari Candi Borobudur. Honestly, kita tahu
Candi Ngawen dari peta yang dibawa Stephan. Kita ‘hanya’ membantu mencari
lokasinya dengan bertanya kepada penduduk sekitar. Kebetulan aku dan Ranz
penikmat turing menuju lokasi dimana candi-candi berada jadi kita senang-senang
saja melakukannya. Yang sangat menarik dari Candi Ngawen adalah di bawah candi
mengalir air yang tidak pernah berhenti sepanjang tahun sehingga jika kita
menginjakkan kaki di atas tanah yang terletak di sekitar candi akan terasa
tanahnya gembur. Menurut Om Wiki, Candi Ngawen merupakan candi yang dibangun oleh wangsa Syailendra (sama dengan Candi Borobudur). Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai
bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat
sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang
sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya.
|
aku dan Stephan di belakang
|
|
jelang pertigaan Magelang - Borobudur - Muntilan |
|
di Candi Ngawen |
|
salah satu candi di kawasan Ngawen yang tinggal dasarnya |
|
aliran air dari bawah candi |
Dari Candi
Ngawen, kita langsung gowes menuju jalan utama – Jalan Raya Magelang – Jogja. Di
tengah jalan kita sempat mampir di sebuah rumah makan Padang yang bangunannya
sederhana (yang bumbu masakannya aku yakin telah tercampur dengan bumbu masakan
Jawa namun perpaduannya membuat rasa masakannya sangat enak). Satu lagi
keistimewaan dari rumah makan ini adalah satu porsi makan, lauk apa pun yang
kita ambil, semua berharga Rp. 7000,00. Stephan yang mengaku menyukai masakan
Indonesia makan dengan lahap dan terheran-heran dengan harga yang murah. Dia
bilang mungkin jika dia mampir sendiri ke rumah makan itu, dia akan harus
membayar lebih mahal karena pengalamannya selama ini dia sering ‘dipalak’ untuk
membayar makanan.
|
Ranz di belakang selain sebagai sweeper juga sebagai fotografer :) |
|
Stephan tidak bermasalah dengan masakan Indonesia :) |
|
serba 7000! murah yaa? |
Kita sangat
diuntungkan dengan trek yang terus menurun dari Muntilan sampai terminal Jombor
sehingga kita mengirit tenaga. Atas petunjuk Cipluk, kita mengantar Stephan ke
rumah Pak Jo di daerah Pajeksan (Dagen) Malioboro. Sekitar pukul 14.30 kita
sampai di tempat yang kuingat kukunjungi bersama teman-teman B2W Semarang
ditemani teman-teman B2W Jogja di bulan November 2008 lalu dan diperkenalkan sebagai
“Bike Clinic”. Sayang ketika kita sampai disana Pak Jo sedang keluar dan baru
akan pulang sekitar jam 18.00. Kita tidak bisa terus menerus menemani Stephan
(meski kita sebenarnya tidak keberatan) karena kita harus segera kembali ke
kota masing-masing. If only it were long holiday for both of us ... Kita
terpaksa berpisah dengan Stephan disitu.
|
fotonya keren, ih! :) |
Karena
ketinggalan kereta P****x yang meninggalkan stasiun Tugu pukul 15.30, (aku juga
tidak mendapatkan tiket bus J*gl*s*m*r, plus aku juga ga yakin apakah akan
dapat tiket bus patas jika aku gowes ke Jombor) dan untuk mengirit waktu agar
aku bisa tetap pulang ke Semarang pada hari itu (I have to go back to my lovely
and loving Angie), aku dan Ranz melanjutkan perjalanan ke Solo naik taksi
(hohohoho ... keren ya kita? LOL.)
|
akhirnyaaa, aku punya foto di lokasi ini! :P |
|
di rumah Pak Jo |
Sampai di
Kerten sekitar pukul 18.10. Aku dapat bus sekitar duapuluh menit kemudian. Bus
penuh, dan aku harus berdiri sampai Bawen, but I didn’t mind. yang penting aku
pulang! Aku sampai rumah – safe and sound – sekitar pukul 21.30.
Thanks a
million for my one and only beloved Ranz for everything.
Sampai jumpa
di kisah gowes Nana dan Ranz berikutnya. Yeay!!!
GL7 08.22 280513
P.S.:
you can read the English version of this post here. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.