GOWES KE UNGARAN LEWAT GUNUNG PATI:
Ngerjain Ranz dengan Feby, si centil BMX :)
Libur akhir tahun ajaran yang kutunggu – untuk bisa
berbikepacking – akhirnya tiba tanggal 17 Juni 2012. Namun ternyata liburku
yang “hanya” dua minggu itu tidak bisa kunikmati secara full. Pertama, di
minggu pertama libur, aku masih harus masuk kerja di kantorku yang sore hari.
Kedua, keponakanku yang masih sangat imut – berumur satu tahun – masuk rumah
sakit kena dengue fever. Sebagai ‘auntie’ yang jarang ikut memomongnya karena
kesibukanku bekerja pagi dan sore, mumpung libur aku mem’volunteer’kan diri untuk
nungguin dia dan nyokapnya – yang adik bungsuku – seharian di rumah sakit.
Akhirnya yahh ... dari pada tidak gowes ‘rada jauh’ sama sekali, sementara
liburanku hampir selesai, aku memutuskan untuk mencoba track Pusponjolo –
Manyaran – Gunung Pati – Ungaran pada tanggal 29 Juni 2012.
Sudah cukup lama aku tahu beberapa teman komunitas b2w Semarang
mencoba track ini, beberapa tahun lalu, namun aku belum pernah pede untuk
ikutan mencobanya. Tahun ini, dengan pengalaman bikepacking ke beberapa kota
dengan track variatif (terutama waktu nanjak Tawangmangu di akhir Desember
2011), aku pun pede. :D. Dan seperti biasa, Ranz pun mendampingiku.
‘Masalahnya’ adalah, Ranz sama sekali ‘buta’ track yang akan kita hadapi. :P
Maka, waktu berangkat dari Solo, dia tidak membawa serta Shaun (seli dahon da
bike 16”) maupun Pockie (seli pockrock 20”) yang biasa dia ajak touring. Sepeda
Ranz yang ada di Semarang adalah sepeda BMX. :P
Jumat 29 Juni 2012. Kita mulai menyusuri Jalan Pamularsih sekitar
pukul 06.30. sempat mampir di sebuah mini market untuk membeli air mineral dan
dua potong roti (yang ternyata tidak enak :) ) untuk mengganjal perutku (karena
Ranz ga suka roti). Tanjakan pertama – Manyaran – yang telah kucoba tanggal 24
Juni 2012 yang lalu kulalui dengan mulus. Ranz yang kelaparan (sejak Kamis
malam dia ga makan), plus ‘hanya’ naik BMX menapaki tanjakan yang lumayan tajam
ini dengan slow but sure. (Aku belum pernah merasa seperkasa ini dibandingkan
Ranz di tanjakan. Wkwkwkwk ...)
Lewat tanjakan Manyaran, kita lanjutkan hingga di pertigaan antara Panjangan -
Gunung Pati - Jatibarang. Jika tanggal 24 Juni lalu aku lurus ke arah
Jatibarang, kali ini aku dan Ranz belok kiri ke arah Gunung Pati. Tak terlalu
jauh dari pertigaan itu, kita sampai ke turunan yang lumayan tajam yang di
ujung turunannya kita harus melewati sebuah sungai dimana di atasnya kurang
lebih 5 meter ada sebuah jembatan darurat (sedang ada perbaikan jembatan) yang
terbuat dari bambu (yang tidak rapat) padahal di atasnya kendaraan yang lewat
penuh sesak, mulai dari motor, mobil, bahkan bus. Iring-iringan kendaraan itu
rapat sekali, aku dan Ranz 'diapit' kendaraan bermotor depan belakang. Aku
langsung mengkhawatirkan Ranz yang phobia ketinggian dan air. Setelah melewati
jembatan, kita dimanjakan dengan turunan yang membawa kita ke daerah pemukiman
elit "Grand Greenwood". Saatnya bernarsis ria! :)
Usai narsis di depan kamera dan makan satu buah roti plus minum,
kita melanjutkan perjalanan. Setelah dimanjakan dengan turunan tajam,
perjalanan berikutnya kita harus menempuh tanjakan curam. Bisa dibayangkan
perumahan GGW ini terletak di ‘lembah’ antara dua buah bukit; keluar dari perumahan,
mau ke arah Selatan maupun Utara, kita harus melewati tanjakan curam.
Lewat tanjakan Manyaran, kita lanjutkan hingga di pertigaan antara Panjangan -
Gunung Pati - Jatibarang. Jika tanggal 24 Juni lalu aku lurus ke arah
Jatibarang, kali ini aku dan Ranz belok kiri ke arah Gunung Pati. Tak terlalu
jauh dari pertigaan itu, kita sampai ke turunan yang lumayan tajam yang di
ujung turunannya kita harus melewati sebuah sungai dimana di atasnya kurang
lebih 5 meter ada sebuah jembatan darurat (sedang ada perbaikan jembatan) yang
terbuat dari bambu (yang tidak rapat) padahal di atasnya kendaraan yang lewat
penuh sesak, mulai dari motor, mobil, bahkan bus. Iring-iringan kendaraan itu
rapat sekali, aku dan Ranz 'diapit' kendaraan bermotor depan belakang. Aku
langsung mengkhawatirkan Ranz yang phobia ketinggian dan air. Setelah melewati
jembatan, kita dimanjakan dengan turunan yang membawa kita ke daerah pemukiman
elit "Grand Greenwood". Saatnya bernarsis ria! :)
Dan ternyata tanjakan itu bukan tanjakan terakhir. Track kita
selanjutnya ya tanjakan dan turunan tajam yang terus berulang-ulang. Di catatan
sports tracker di hape, tercatat tanjakan yang paling tinggi mencapai 405 m
dpl. Coba jika track ga pakai turunan (misalnya nanjak, kemudian datar,
kemudian nanjak lagi, dst), sudah berapa meter di atas permukaan laut ya aku
dan Ranz nanjak? Hihihihi ... Nglimut kalah daahh. :)
Ketika melewati Vihara Gunung Pati, kita mampir untuk ...
N-A-R-S-I-S! Horrayyyy. LOL. Ga lama, setelah beberapa jepret di vihara yang
sunyi dan damai itu, kita langsung melanjutkan gowes.
Berhubung Ranz ga tau aku pengen mampir ke pemancingan Ngrembel
Asri (karena aku tahu Ranz ga begitu suka makan ikan), mungkin dia bener-bener
mikir aku ngerjain dia yang naik BMX nanjak ‘gunung’, tanpa kuajak makan sama
sekali. Hihihihi ... Kadang dia meringis geli kena kukerjain, kadang dia
ngomel, “Hadeehhh ... kapan tanjakannya habis?” LOL. Namun dia tetap bergeming.
Padahal banyak kendaraan umum yang lewat, dan kita terus gowes, tak tergoda
untuk loading. :D
Ketika melewati Vihara Gunung Pati, kita mampir untuk ... N-A-R-S-I-S!
Horrayyyy. LOL. Ga lama, setelah beberapa jepret di vihara yang sunyi dan damai
itu, kita langsung melanjutkan gowes.
Ketika sportstracker menunjukkan jarak 16,5 km dari awal aku menghidupkannya
(NOTE: CUMA 16,5 km, tapi track yang full tanjakan dan turunan tajam memaksa
kita butuh waktu berjam-jam untuk mencapainya, mana Ranz naik BMX pula,
jalannya lelet! Oke, jadikanlah Ranz dan Feby sebagai 'black sheep', xixxixi)
sampailah kita di pemancingan Ngrembel, yang ternyata memiliki semboyan
"one stop recreation" karena tempat ini selain menyediakan
pemancingan dan restoran, juga menawarkan beberapa games, dari pinball, flying
fox, bungee trampoline, kolam renang, dll. Begitu tahu aku mengajak mampir
untuk makan, wajah Ranz langsung terlihat sumringah. Hahahaha ... waktu
menunjukkan pukul 10.00. Ranz langsung excited berfoto-ria di depan tulisan
NGREMBEL ASRI dan harapan perut kosongnya akan segera terisi. LOL. Meski tidak
suka makan ikan, Ranz masih mau jika ikan itu dibakar.
Kita sarapan (‘brunch’ lebih tepatnya) dan beristirahat di
Ngrembel sekitar dua jam. Lepas tengah hari kita melanjutkan perjalanan dan
kita langsung disambut dengan tanjakan! Dan ternyata sarapan satu piring nasi +
ikan bakar + gudangan dan minum es kelapa muda melipatgandakan tenaga Ranz. Di
tanjakan selepas Ngrembel, Ranz melesat di depanku. Ck ck ck ck ... LOL.
Kurang lebih dua kilometer dari pemancingan Ngrembel Asri, kita
sampai di pertigaan antara Gunung Pati – Boja – Ungaran. “Ayo kalau kamu mau
lanjutin ngerjain aku, kita belok kanan ke arah Boja, kita ke Nglimut!” Tantang
Ranz. Aku tertawa, tidak menanggapi tantangan itu sambil terus belok kiri
menuju arah Ungaran.
Lepas dari pertigaan itu, penunjuk jarak menunjukkan kita masih
berada di 8 kilometer dari pusat kota Ungaran. Dan ... ternyata track tetap
sama: tanjakan dan turunan tajam! Meski mulai lelah dan bosan dengan track yang
tanjakan dan turunan melulu, aku menjalaninya dengan tabah. Mau gimana lagi?
Perjalanan ini atas ideku. Matahari yang kian meninggi sehingga tantangan kian
terasa ternyata akhirnya membuat Ranz mengeluh. “Aku sudah bosaaan! Bukannya
harusnya Gunung Pati lebih tinggi dari pada Ungaran? Lha kita meninggalkan
Gunung Pati mengapa masih terus nanjak melulu? Kapan selesainya tanjakan ini?”
Terus terang aku ga tahu. Maka aku hanya menggeleng, merasa (sedikit) bersalah.
:P Masalahnya ya itulah, usai tanjakan, langsung turunan menyusul. Tanjakan –
turunan. Terus menerus begitu. Ga ada jalan datar. Meskipun begitu, semoga ga
ada ide untuk mengepras tanjakan-tanjakan ini agar menjadi lebih ‘ramah’ (baca
รจ landai) kepada pengguna jalan. (Konon, tanjakan ‘Esperanza’ di daerah
Ngaliyan Semarang telah mengalami pengeprasan agar tidak terlalu tinggi.)
Manusia sudah cukup melakukan kerusakan pada alam. Wew.
Akhirnya kita sampai juga di pasar Ungaran. Kita lewat jalan raya Ungaran – Semarang dimana kita malah langsung berhadapan dengan sinar matahari. Jalanan cukup ramai hingga suara kendaraan bermotor pun bising.
Ketika lewat Pagoda Avalokitesvara Buddhagaya Watugong, kita
menyeberang jalan untuk mampir. Saatnya bernarsis ria lagi. Hehehehe ... Meski
tentu selalu lewat Pagoda ini dalam perjalanan Solo – Semarang – Solo, Ranz
belum pernah mampir. Maka kita puas-puasin ‘berwisata religi’ di tempat ini. :)
Pagoda Avalokitesvara diresmikan oleh Mardiyanto (yang waktu itu
menjadi gubernur Jawa Tengah) pada tanggal 14 Juli 2006 dan terbuka untuk umum,
untuk semua agama, baik pengunjung yang datang untuk beribadah maupun sebagai
turis dan tidak perlu membeli tiket masuk.
Dari Pagoda Avalokitesvara kita terus masuk kota Semarang,
meluncur turun memasuki daerah Banyumanik, Sukun, Gombel, Jatingaleh, Kaliwiru,
Tanah Putih, Sriwijaya, Pahlawan, dan berhenti di Taman KB untuk menikmati
sepiring rujak buah.
Dari sana kita kembali ke tempat tinggal masing-masing. :)
Biking one full day is better than nothing, ain’t it? :)
PT56 20.53 020712