Setelah dua
hari gowes yang lumayan menguras tenaga – Jumat 4 Januari 2013 ke Tinjomoyo,
sementara Ranz gowes dari Solo ke Semarang dilanjut explore Tinjomoyo dan Sabtu
5 Januari 2013 ke Umbul Sidomukti – hari Minggu 6 Januari 2013, aku dan Ranz
sedikit nyantai. Kita hanya gowes ke Gedung Batu Sam Poo Kong yang terletak
kurang lebih satu kilometer dari kos Ranz. Meski sangat dekat dan Ranz lumayan
sering lewat kawasan ini, baru kali ini aku berkesempatan menemani Ranz masuk
ke GB SPK.
Kelenteng
Sam Po Kong – yang di saat aku kecil dulu lebih dikenal dengan nama ‘Gedung
Batu’ karena bentuknya berupa Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit
batu – merupakan bekas tempat persinggahan dan pendaratan Laksamana Cheng Ho
(Zheng He) beberapa abad yang lalu dalam perjalanannya keliling dunia. (Konon ekspedisi
Cheng Ho pada waktu itu sampai ke kerajaan Spanyol dengan membawa oleh-oleh
berupa rempah-rempah dari bumi Nusantara. Bisa disimpulkan karena rempah-rempah
ini kemudian membawa Christopher Columbus menemukan daratan Amerika dalam
perjalanannya menuju bumi Nusantara untuk mencari asal muasal rempah-rempah
ini. Bisa juga disimpulkan karena rempah-rempah ini pula lah Portugal mengirim
ekspedisi menuju Nusantara, yang di kemudian hari ‘berkembang’ menjadi
kolonialisasi.)
Dari cerita
yang kudapatkan ketika melakukan riset untuk karya tulis yang kutulis di bangku
SMA, Laksamana Cheng Ho beragama Islam. Ketika mampir di kawasan Simongan ini,
dia membangun masjid sebagai petilasan, dengan arsitektur Cina yang kental. Karena
ketidaktahuan rakyat di sekitarnya, masjid ini di kemudian hari lebih terkenal –
atau mengalami perubahan fungsi – sebagai kelenteng, tempat pemujaan/sembahyang
orang-orang berdarah Cina kepada para leluhurnya (agama Kong Hu Chu). Konon
pada waktu itu, beberapa awak kapal Cheng Ho ada yang tinggal dan menikah
dengan penduduk setempat.
Aku
membayangkan pada waktu itu, sungai Banjirkanal (Barat) sangat lebar sehingga
kapal Cheng Ho bisa masuk dari perairan laut Utara, untuk kemudian singgah di
kawasan Simongan.
Terakhir
kali aku ke GB SPK tahun 2007, waktu itu telah banyak dilakukan pembangunan
disana sini. Untuk masuk, belum diberlakukan membeli tiket. Pengunjung masih
boleh menginjakkan kaki ke bangunan klenteng satu ke klenteng yang lain. Hanya
memang tidak boleh mendekati altar pemujaan jika tidak akan melakukan
sembahyang.
Sekarang,
pengunjung (baca =>
turis) diharuskan membeli tiket masuk. Untuk turis dalam negeri dikenakan tiket
Rp. 3000,00, untuk turis manca negara dikenakan tiket Rp. 10.000,00. Namun
berbeda dengan di tahun-tahun sebelum ini, para turis sudah tidak bisa leluasa
memasuki klenteng. Dengan membeli tiket seharga Rp. 3.000,00 turis bisa masuk
ke kawasan GB SPK, berfoto ria di halaman yang luas dengan klenteng sebagai
latar belakang. Ada sebuah kolam panjang dengan taman di pinggirnya untuk
membatasi halaman luas dengan kawasan klenteng. Untuk mendekati kawasan
klenteng, pengunjung diharuskan membeli tiket lagi yang cukup mahal, yakni Rp.
20.000,00 per orang.
Aku
memutuskan untuk tidak membeli tiket yang mahal itu untuk masuk ke kawasan
kelenteng untuk melihat dari dekat; meski aku ingin menunjukkan pada Ranz
tempat (konon) dimakamkannya salah satu kru kapal Cheng Ho yang meninggal
ketika sampai di Semarang, replika kapal Laksamana Cheng Ho (yang bentuknya
kecil dan sederhana, berbeda dari replika kapal yang terletak di kawasan
Kelenteng Tay Kak Sie); juga Gua Batu yang dulu boleh dimasuki oleh semua
pengunjung yang datang.
GB SPK memang
telah bersolek menjadi jauh lebih cantik. Namun semakin terasa eksklusif. :(
Dari GB SPK,
aku dan Ranz mampir ke ‘taman kecil’ yang dibangun di pinggir sungai
Banjirkanal Barat.
Berikut
adalah beberapa jepretan hasil narsis pada hari Minggu 6 Januari 2013. :)
GL7 10.45 16/01/03
Foto terakhir didonlot dari sini
Foto terakhir didonlot dari sini
Zheng He (Cheng Ho) adalah Laksamana dari China yang membangun petilasan ini |
salah satu bangunan kelenteng di Sam Poo Kong |
salah satu bangunan kelenteng di Sam Poo Kong |
sungai buatan kecil nan memanjang yang memisahkan halaman dalam SPK dan kelenteng di sebelah kanan |
halaman dalam SPK, di sebelah kanan adalah deretan kelenteng |
Nana nunut narsis (always!) LOL |