Pada hari Minggu 16 September 2012 aku dan
Ranz gowes ke kawasan mangrove yang terletak di daerah Jrakah Semarang Barat.
Kita bertemu di ujung jalan Pusponjolo Tengah sekitar pukul 06.30.
|
di 'tanjakan' daerah Krapyak |
Kita langsung gowes ke arah Barat, dari Jalan
Jendral Sudirman lurus ke arah Kalibanteng, kurang lebih 3 kilometer. Di
bundaran Kalibanteng – yang bulan-bulan terakhi ini sedang dibangun ‘fly over’
sehingga sering macet – kita terus ambil arah Barat, yakni Jalan Siliwangi.
Kurang lebih 3 kilometer dari Kalibanteng, kita akan sampai di pertigaan pasar
Jrakah, dimana kalau kita belok ke arah kiri, kita akan menuju arah
Ngaliyan/perumahan BSB; namun kita tetap lurus ke arah Barat. Setelah melewati
traffic light, di sebelah kiri kita melewati kampus IAIN Walisongo. Sekitar
satu kilometer dari pasar Jrakah, kita akan sampai di Taman Lele – duluuu
ketika aku masih kecil, Taman Lele lumayan terkenal untuk tempat hanging out
orangtua yang mengajak anak-anak mereka – yang terletak di sebelah kiri jalan.
Disini, kita menyeberang jalan. Tak jauh dari situ ada jalan ke arah Utara.
Kita masuk ke situ.
|
on the way ke arah kawasan mangrove, setelah belok di seberang Taman Lele |
|
pohon meranggas nan eksotis |
Track menurun setelah kita masuk gang ini. Permukaan
jalan lumayan bagus, beraspal sehingga tidak sulit dilewati. Beberapa kilometer
kemudian kita akan sampai di jalan tanah. Untunglah sudah lama hujan tidak
turun di daerah Semarang sehingga jalanan tidak becek. Kurang lebih 3 kilometer
dari jalan raya, kita akan sampai ke sebuah ‘jembatan’ seadanya, untuk
menyeberang sungai. Jembatan ini hanya berupa sebuah kayu – yang menyerupai
papan – yang ditaruh di atas sungai agar orang bisa lewat dari sisi sungai satu
ke sisi sungai yang lain. Untuk berjalan ke arah kawasan mangrove, kita harus
menyeberangi jembatan ini, atau kita bisa langsung naik perahu yang
dioperasikan oleh karang taruna setempat yang memang menyediakan diri untuk
‘membantu’ para pemerhati kawasan ini, dengan biaya secukupnya. Namun untuk
ini, kita harus melakukan pemesanan dulu kepada karang taruna ini. (Aku tidak
punya nomor contactnya.)
|
Ranz menggendong Austin menyeberang :) |
FYI, bulan Mei kemarin aku dan anak didikku
melakukan field trip kesini, dalam rangka melakukan riset untuk climate change
project. Waktu itu ‘jembatan’ seadanya itu terdiri dari dua bilah kayu. Entah
mengapa sekarang hanya satu. Bisa dimaklumi bila mereka yang mengalami
ketidakseimbangan menjaga tubuh akan kesulitan melewatinya. Apalagi mereka yang
mengalami gangguan motorik, seperti yang dialami salah satu siswaku. Jika salah
satu rombongan ada yang mengalaminya, disarankan untuk memulai ‘perjalanan’ langsung
dengan menyewa perahu dari jembatan darurat ini.
Ranz memutuskan untuk tetap membawa Austin –
sepeda lipatku yang keluaran downtube nova tahun 2011 – dan Shaun – sepeda
lipatnya yang berupa dahon da bike dalam ‘petualangan’ kita sehingga dia pun
menyediakan diri untuk menggendong Austin dan Shaun menyeberangi jembatan
darurat ini. Ranz is awesome. :)
|
tanah nan retak karena musim panas |
Dari sana kita berjalan pelan-pelan karena
permukaan tanah yang retak-retak dikarenakan panas musim kemarau yang begitu
lama. Pada waktu itu, datang rombongan mahasiswa sebuah PTN yang terletak di
Tembalang Semarang; mungkin mereka akan melakukan penanaman mangrove di satu
tempat yang tak jauh dari situ.
|
menyusuri sungai menuju arah laut dengan pemandangan mangrove di sisi kiri kanan |
|
tetap otw menyusuri sungai menuju laut |
Perjalananku dan Ranz tidak semulus yang kita
perkirakan karena di banyak tempat kita harus melewati aliran-aliran sungai
sehingga kita harus mengangkat sepeda. Tidak hanya TTB alias tun tun bike,
namun kita juga harus AJB angkat junjung bike.
|
sebagian rombongan mahasiswa Teknik Kimia |
Pemandangannya sangat eksotis!
|
nice, isn't it? :) |
|
kawasan mangrove nan cantik |
|
sudah dekat laut, namun jalan setapak yang ada tidak memungkinkan kita membawa sepeda sampai pinggir laut |
Jika bulan Mei kemarin aku dan anak didik
berhenti di ‘dermaga’ yang terletak tak jauh dari jembatan darurat itu, untuk
mendengarkan penjelasan seorang wakil dari karang taruna setempat dan seorang
dosen dari salah satu PTN yang terletak di daerah Gunung Pati, kali ini aku dan
Ranz terus menyusuri jalan setapak, sampai akhirnya kita tiba di satu tempat
yang membuat kita terpaksa menghentikan perjalanan. Sudah dekat dengan ‘mulut’
laut, namun kita belum lihat laut lepas di depan mata.
|
Austin diangkat seseorang :) |
Di beberapa aliran sungai kita bertemu
beberapa orang yang dengan baik hati menjunjung sepeda kita untuk menyeberang. :)
|
Austin in action :) |
Sekitar pukul 09.00 kita meninggalkan tempat
itu, kembali menuju jembatan darurat yang hanya terbuat dari satu bilah kayu
yang melintang, dimana Ranz harus mengangkat Austin dan Shaun untuk
menyeberang. Pada saat itu, rombongan mahasiswa PTN itu melanjutkan perjalanan
mereka dengan naik perahu, entah menuju kemana.
Kita tidak bisa lama-lama karena Ranz harus ke
kampusnya.
Kita mengakhiri petualangan gowes kita dengan
sarapan pagi di sebuah rumah makan khusus soto di Jalan Indraprasta. Hawa yang
panas disebabkan sinar matahari yang bersinar sangat terik membuat aku dan Ranz
sangat haus. Aku habis dua gelas es teh, sedangkan Ranz habis satu gelas es
jeruk dan satu gelas es susu.
Lain kali kita akan mengunjungi kawasan
mangrove yang terletak di daerah Mangkang Semarang. :)
GL7 16.00 170912
|
dalam perjalanan balik :) |
Komen yang mampir di lapak sebelah :)
|
menyusuri sungai menuju arah laut dengan pemandangan mangrove di sisi kiri kanan
|