Ada dua
pantai di kota Semarang yang biasa menjadi tujuan wisata warga sekitar. Pertama
pantai Marina. Pantai ini terletak tak jauh dari areal PRPP (Pusat Rekreasi
Promosi dan Pembangunan ) – yang kadang disebut sebagai Jateng Fair – yang
berada di daerah Tawangmas; mungkin sekitar 8 kilometer dari Simpanglima.
Terkadang pantai Marina menjadi pilihan gowes para pesepeda Semarang. Trek ke
arah sana berupa jalanan aspal sehingga mudah dicapai dengan berbagai jenis
sepeda; mulai dari road bike, mountain bike, sepeda lipat, fixie, bmx, low
rider, you name it.
Yang kedua
adalah pantai Maron yang terletak tak jauh dari kawasan bandara Ahmad Yani.
Berbeda dengan trek menuju pantai Marina, bagi para pesepeda trek menuju Maron
lebih menantang, terutama setelah kita melewati kawasan bandara. Dari kawasan
Tugumuda – salah satu landmark kota Semarang – para pesepeda bisa ambil arah ke
Barat terus sampai Kalibanteng kemudian belok kanan, ke arah bandara. Setelah
masuk kawasan bandara, melewati areal parkir, kita akan sampai ke jalan yang
berbelok kiri. Ikuti jalan tersebut, sampai kita menemukan rel kereta api.
Tepat sebelum rel kereta api, kita akan menemukan petunjuk “KE MARON” yang
sederhana, belok kanan. Kita tinggal mengikuti jalan ini, kurang lebih 3
kilometer, kita akan sampai ke pantai Maron.
Pertama
kali gowes ke pantai Maron bersama teman-teman pesepeda yang tergabung dalam
komunitas b2w Semarang di tahun 2008, pas musim kemarau. Trek yang masih berupa
tanah memang lebih enak dilewati pada musim kemarau. Satu-satunya kendala
adalah debu/pasir yang beterbangan jika kita berada di belakang kendaraan
bermotor – juga polusi dari mesin kendaraan itu tentu saja. Hal ini bisa kita
atasi dengan mengenakan masker. Jika kita menuju ke pantai Maron di musim
hujan, kendalanya adalah jalanan yang masih berupa tanah itu akan menjelma
lumpur sehingga sangat menantang bagi mereka yang naik mountain bike. Sangat
tidak direkomendasikan pada mereka yang mengendarai sepeda lipat (yang non XC)
road bike,fixie, dan low rider untuk ke pantai Maron setelah hujan lebat turun.
Sebelum
aku mulai touring ke luar kota, gowes ke pantai Maron bisa dikatakan sebagai
satu rutinitas, bisa jadi minimal sebulan sekali, bisa jadi juga seminggu
sekali. Bukan pantai Maron yang berpasir hitam itu yang kukangeni – meski aku
memang pada dasarnya suka duduk di pinggir pantai untuk memandang laut lepas –
namun justru trek yang bagi banyak orang merupakan kendala: tanah yang
bergelombang, debu yang beterbangan, atau mungkin lumpur yang pernah mematahkan
RD sepeda seorang teman. (klik link ini.)
Kebetulan tahun ini musim kemarau
lumayan panjang, yang berarti seharusnya aku tidak punya alasan untuk tidak
gowes kesana. Namun kenyataannya, baru sekitar 2 minggu yang lalu aku gowes ke
Maron, sepulang dari kantorku yang berlokasi di kaki bukit Gombel. J Jaraknya kurang lebih 15 kilometer
dari. Dari pasar Jatingaleh, aku turun terus sampai Kaliwiru, belok kanan ke
arah Jalan Diponegoro, terus turun menuju pertigaan RS Dr. Kariadi. Ketika
sampai di traffic light di depan rumah sakit ini, aku belok kiri ke arah Jalan
Kaligarang. Sesampai traffic light menjelang sungai Banjir Kanal, aku terus ke
Barat, sampai Klenteng Sam Po Kong, belok kanan. Di perempatan Simongan, aku
belok kiri ke arah Jalan Pamularsih. Lurus terus sampai bunderan Kalibanteng.
Dari bunderan Kalibanteng, nyebrang menuju bandara Ahmad Yani.
Ketika aku
gowes ke Maron hari Senin 24 September, kebetulan aku melihat alat berat yang
dipakai untuk mengeruk sungai. Hasil kerukan itu dipakai untuk meninggikan jalan.
Aku sempat bertanya kepada seorang pekerja apakah jalan akan diaspal (yang bila
benar berarti mengurangi tantangan gowes ke arah Maron), jawabannya cukup
melegakan hati: engga. Atau mungkin belum ya? :) Permukaan jalan ditinggikan dan di
atasnya diberi lapisan batu-batu yang dihaluskan dimana hasilnya akan
mengurangi kemungkinan berlumpur di musim hujan.
Pada tahun
2008/2009 lalu ada sebuah jembatan yang menghubungkan jalan di sebelah kanan
sungai dengan jalan di sebelah kiri sungai. Namun jembatan itu sempat hilang:
mungkin dirobohkan untuk diganti yang baru yang lebih kokoh. Hari Senin 24
September 2012 aku melihat ada dua jembatan yang telah tersedia. Satu yang
nampak kokoh belum dibuka untuk umum, yang satu bisa dilewati, meski hanya
untuk – paling berat – sepeda motor.
Berikut
foto-foto hasil jepretan hapeku. Mohon maklum jika hasilnya mengecewakan: bukan
kamera di hape yang jelek namun yang mengoperasikan matanya belor dan kurang
memiliki sense of photography. LOL.
PT28 18.50
250912
|
pondasi di 'bundaran' Kalibanteng yang bakal dipakai untuk fly over |
|
mulut jalan masuk ke bandara |
|
jalan masuk ke bandara |
|
petunjuk ke pantai Maron |
|
trek awal menuju pantai Maron |
|
trek menuju pantai Maron |
|
sungai yang semakin 'dalam' setelah dikeruk |
|
tumpukan 'kerukan' dari sungai di pinggir jalan |
|
Orenj in action |
|
sungai yang bermuara ke laut pantai Maron |
|
jembatan ke jalan di sisi Barat sungai |
|
alat pengeruk sungai |
|
trek yang sedang dikerjakan mesin penghalus |
|
jembatan kedua yang tak jua dibuka untuk pengunjung |
|
memasuki areal parkir pantai |
|
Orenj di pinggir pantai |
|
Orenj mejeng, pantai cukup sepi |
|
'dermaga' |
|
pemandangan laut lepas |
|
pasir pantai yang hitam dengan pohon meranggas di musim kemarau |
|
Orenj mejeng (lagi) :) |
|
Orenj di bawah pohon kerontang |
|
Orenj di pinggir jalan otw back |
|
mesin pengeruk |
|
mesin pengeruk :) |
|
Add caption |
|
Add caption |
|
memasuki areal parkir pantai |
|
setang Orenj :) |
|
|
NOTE:
BalasHapusada kesalahan di beberapa 'caption' di bagian pictures, entah mengapa blogger/blogspot tidak memudahkanku mengedit ya? :(
Phot photo nya kereeeeen :D
BalasHapusyang bagus-bagus tuh kuambil dari file-mu, mau kujelasin di caption tapi blogspotnya mogok, mboh kenapa :-D
HapusYang photo ku kan paling cuma satu dua, yang kumaksud photo2 yang kau ambil dengan HP :D itu keren sangat hmmm istilah nya apa ya aku lupa reportase bukan reporting hhmm bukan lupa..
BalasHapus