|
dengan latar belakang karang berbentuk layar |
GOWES LIBUR LEBARAN
2013 : KE PANTAI KLAYAR DAN GOA GONG
PROLOG
Mengapa Klayar?
Bermula dari aku
unggah foto trek Pracimantoro ke Giribelah (Wonogiri) yang kita lewati pada
libur lebaran tahun 2011, dimana Ranz bilang, “I miss this track,” akhirnya
nama Pantai Klayar muncul sebagai salah satu pilihan tujuan gowes menghabiskan
libur lebaran. Beberapa pilihan lain – Cirebon, Lamongan, dan Lasem – mendadak
langsung terhapus dari daftar pilihan setelah Ranz mengirimiku foto suasana
Pantai Klayar yang dia unduh dari blog seseorang! Klayar beach is stunningly
beautiful! I MUST go there!
Sempat ragu ketika
terdengar kabar Pacitan diguncang gempa bumi pada hari Jumat 9 Agustus 2013.
Namun setelah tak ada kabar lanjutan tentang korban maupun kerusakan yang
disebabkan gempa bumi tersebut, aku dan Ranz memutuskan untuk meneruskan
rencana ini.
Day 1: Gowes Solo –
Baturetno 11 Agustus 2013
Aku berangkat ke
Solo pada hari Sabtu 10 Agustus. Ketiba-tibaan Ranz terserang demam pada hari
itu sempat membuatku ragu dia bisa atau tidak. Meski ga yakin – namun berharap
dengan gowes jauh tubuhnya menjadi fit – kita tetap melanjutkan rencana.
Hari Minggu 11
Agustus kita meninggalkan kediaman Ranz di kawasan Laweyan sekitar pukul 06.00,
terlambat satu jam dibanding rencana semula karena Ranz merasa perlu lebih lama
beristirahat.
|
warung makan tempat kita sarapan Minggu pagi |
Di awal gowes, Ranz
nampak sehat, kecepatan gowesnya seperti biasa, meski harus membawa beban tas
pannier di rak boncengan Pockie dan trek menanjak halus. Namun selepas lewat
kawasan Solo Baru, Ranz sudah mulai nampak keteteran. Yah ... padahal baru
berangkat. L
Sekitar jam 07.00
kita berhenti untuk sarapan di sebuah pasar (yang tidak kuperhatikan namanya.)
Aku memesan timlo sedangkan Ranz nasi, kering tempe plus perkedel. Kita
berhenti untuk sarapan sekitar 30 menit. Alhamdulillah usai sarapan Ranz nampak
lebih bersemangat dibanding sebelumnya.
|
masuk Kab. Wonogiri |
|
tugu apa yaa? :) |
Tidak lama kemudian
kita sudah masuk Kabupaten Wonogiri. Tanjakan mulai terasa, apalagi setelah
masuk kawasan kota. Jika dua tahun lalu dalam perjalanan ke Pantai Nampu kita
lewat jalur yang menuju Pracimantoro, kali ini Ranz memutuskan untuk menuju
Baturetno. Setelah bertanya pada seorang pegawai di sebuah mini market, kita
terus melaju menuju Ngadirojo.
Karena berencana
akan mendirikan tenda setiba di Pantai Klayar – yang berarti kita tidak akan
mendapatkan aliran listrik – di hari pertama perjalanan ini aku tidak banyak
menggunakan hape untuk memotret, aku juga tidak menyalakan ‘sportstracker’
untuk ngecek berapa kilometer jarak yang kita tempuh. Sesampai di pertigaan
Ngadirojo dimana kita harus belok kanan untuk menuju Baturetno, hape sudah
kumatikan.
|
mini market tempat bertanya arah ke Baturetno |
|
trek rolling |
Trek terus menerus
rolling, naik turun tanpa henti. Pengalaman gowes ke Pantai Nampu dua tahun
lalu membuatku sangat sadar bahwa trek memang akan terus menerus naik turun
sehingga aku tidak kaget. J Yang
‘mengagetkan’ adalah kondisi kesehatan Ranz yang memburuk so that she felt that
she needed to curse the track! Menurutku pribadi trek belum apa-apa
dibandingkan dengan trek menuju Candi Cetho, padahal saat gowes ke Candi Cetho
bulan Januari 2013 lalu Ranz naik Shaun – sepeda lipat 16” single gear – yang
seharusnya lebih berat dibandingkan naik Pockie. Akhirnya Ranz pun “sadar” yang
bermasalah bukan treknya, melainkan kesehatannya. LOL.
Sekitar jam satu
siang lebih sekian menit kita mampir di sebuah pom bensin untuk nunut buang
hajat kecil, istirahat, plus shalat. Kita melanjutkan perjalanan. Ketika
bertanya pada seorang penjaga toilet pom bensin, Ranz mendapatkan informasi
bahwa Baturetno terletak tak jauh lagi, “Naik sepeda sekitar setengah jam,”
katanya. Ranz pun lega, kira-kira jam dua siang kita bakal sudah sampai
Baturetno. “Seperti perkiraan,” katanya.
|
pom bensin tempat kita nunut buang hajat dan shalat |
|
salah satu trek menuju Baturetno |
|
Ranz dan Om Taufik :) |
Namun ternyata
setelah gowes hampir satu jam kita tak melihat penampakan bahwa kita akan
sampai di sebuah kota kecamatan. L Mood Ranz drop.
Di satu pojok jalan
dimana hanya ada satu arah rute belok kanan – namun Ranz ga yakin apakah kita
berada pada rute yang benar – aku bertanya pada seorang perempuan yang sedang
memasak di warung makan miliknya. Perempuan itu mengatakan bahwa kita memang
pada rute yang benar, kita tinggal belok kanan, lurus ... kurang lebih 15 menit
lagi sampai Baturetno.
Sementara itu karena
membaui harum masakan yang sedang dimasak oleh perempuan itu, mendadak aku
terserang penyakit lapar nan akut. Bau harum masakan lezat itu menstimulasi
otakku yang kemudian mengirim perintah kepada perutku bahwa aku butuh asupan
makanan! Untuk mengurangi rasa lapar itu, aku langsung ngemil selembar roti
tawar coklat, berharap aku masih bisa melanjutkan perjalanan hingga sampai
Baturetno; hingga kita sampai di satu tempat dimana banyak pilihan warung
makan. Toh, tinggal 15 menit lagi.
|
kelaparan sangat tapi tetap senyum manis waktu difoto :D |
Mood Ranz yang drop
dan melihat jalan di depan yang nampak sunyi, kita hanya melihat deretan
persawahan, membuatnya tidak yakin bahwa 15 menit lagi kita akan sampai di
pusat kota kecamatan Baturetno.
“They fooled us
around!!” tuduhnya, kesal. LOL.
Oh well, jangan-jangan
ketika kita bilang, “Naik sepeda,” mereka berpikir bahwa kita naik sepeda motor
kali ya? Bukan sepeda onthel. Gosh, mereka tidak memperhatikan bahwa kita gowes
sepeda lipat? Dan bukan hanya duduk manis di atas sepeda motor dimana kita
hanya tinggal menekan gas dan kita akan langsut melesat ratusan meter?
Hadeeehhh ...
Usai ‘menstimulasi’
perutku bahwa dia belum perlu makan besar aku kembali menikmati kayuhan pedal
Austin. Mood Ranz sedang buruk, aku harus tetap bersemangat!
Sekitar 45 menit kemudian
– trek tetap rolling up and down – kita mulai melihat papan bertuliskan
“Baturetno”. Di sisi kiri kanan jalan kita pun mulai melihat deretan gedung
maupun rumah. Kita menuju ke peradaban perkotaan. Ketika melihat sebuah mini
market, kita mampir untuk membeli air mineral sekaligus bertanya pada
pegawainya apakah (pusat kota) Baturetno masih jauh. “!0 menit lagi sampai
kok,” jawab salah seorang pegawai. J
Sekitar pukul 15.15
sampailah kita di perempatan pusat kota Baturetno dimana di sebelah kiri kita
menemukan terminal bus. Sempat muter-muter sejenak untuk menentukan kita mau
makan dimana, hingga akhirnya kita mampir di sebuah warung makan yang berjualan
tongseng dan sate kambing (yang ternyata merupakan makanan khas Baturetno).
Sembari makan kita
berdiskusi apakah kita akan menginap di Baturetno atau mencari carteran mobil
untuk segera melanjutkan perjalanan ke Pantai Klayar. Namun karena sudah
terlalu sore (pukul 16.00), kita tidak mendapatkan carteran mobil yang kita
cari. Maka kita putuskan kita menginap saja di Baturetno. Kebetulan tidak jauh
dari perempatan, Ranz melihat ada sebuah hotel.
Malam itu kita
menginap di Hotel Asri, dengan tarif yang sangat murah, hanya lima puluh ribu
rupiah, dengan fasilitas satu bed yang cukup dipakai tidur dua orang, sebuah
meja kecil dan satu buah kipas angin. Kamar mandi + toilet ada di luar kamar.
Malam itu kita makan
nasi goreng seporsi berdua.
Day 2 : Gowes
Baturetno – Pantai Klayar 12 Agustus 2013
Di awal hari kedua
kita gowes ini kita nyantai. Keputusan semalam yang kita ambil kita akan
mencari carteran mobil untuk melanjutkan perjalanan ke Pantai Klayar. Atau,
kalau kita tidak mendapatkan mobil, kita akan naik bus jurusan Solo – Batu –
Pacitan yang lumayan banyak kita lihat dalam perjalanan. Semata-mata karena
kesehatan Ranz yang memburuk di satu hari sebelumnya.
|
hotel sederhana tempat kita menginap |
Kita baru bangun
tidur jam 06.00, kemudian mandi dan packing. Usai packing, tiba-tiba Ranz
mengejutkanku dengan mengatakan bahwa dia merasa lebih sehat dibanding kemarin.
Dengan mantap hati dia mengajakku gowes! Ya sudah, aku ngikut saja.
“Nanti kita gowesnya
Cuma sedikit? Ya kalau kita dapat carteran mobil. Kalau ga? Ya kalau kita
diperbolehkan naik bus, kalau engga? karena kita bawa dua sepeda lipat,” kata
Ranz. Yaelah ... LOL.
Kita keluar hotel
sekitar pukul 07.45, mencari sarapan di luar terminal, dan siap melanjutkan
gowes sekitar pukul 08.30. It was very late, tapi ga papa lah.
|
mejeng dulu tanda telah lewat Baturetno :D |
Di awal gowes, trek
menanjak sangat halus. Permukaan jalan tidak begitu halus, kadang berlubang
disana sini. Traffic pun tidak terlalu sepi. Baturetno memang jauh lebih besar
ketimbang Pracimantoro yang kita lewati dua tahun lalu ketika kita akan ke
Pantai Nampu. (Check this link.)
|
pertigaan Baturento - Pracimantoro - Pacitan |
Hingga kita sampai
di pertigaan yang menghubungkan Baturetno – Pacitan – Pracimantoro. Tanjakan
mulai meninggi namun permukaan jalannya halus dan badan jalan lebar, seperti
khas jalan raya propinsi. Semenjak pertigaan ini, tanjakan tak kunjung usai
hingga kurang lebih 25 kilometer. Semakin tinggi jalan yang kita lewati,
pemandangan di sebelah kiri kanan semakin indah dipandang mata. Akan tetapi
yang indah ini berbanding terbalik dengan mood Ranz yang kembali drop. Perjalanan
pun menjadi tertatih-tatih.
|
memulai tanjakan yang panjangnya kurang lebih 25 kilometer |
|
mejeng sekaligus istirahat, Ranz ya tetep akting ya? hihihi |
Menanjak kilometer
demi kilometer dengan pelan. Memotret pemandangan di depan maupun di kiri dan
kanan, plus merekam perjalanan mengggunakan video pun kita lakukan untuk
menghibur diri. LOL.
|
trek rolling |
|
pemandangan indah di sisi kiri jalan |
|
gowes teruuuusss |
Dan akhirnya kita
sampai di sebuah warung sederhana dimana di jendelanya tertulis “Puncak Pass”. Wahhh
... Ranz lega bukan kepalang! Kita mampir untuk ‘merayakan’ Puncak Pass ini
(lebay!) dengan minum segelas teh buat Ranz, sedang buatku segelas kopi susu. LOL.
|
Ranz di Puncak Pass |
Setengah jam
kemudian kita melanjutkan perjalanan. Kadang masih ada tanjakan namun tak lagi
tanjakan itu setinggi tanjakan-tanjakan sebelum Puncak Pass.
|
masuk propinsi Jawa Timur (y) |
|
masih ada tajakan di depaaan :P |
Sekitar pukul
sebelas kita sampai di Punung, dimana ada tanda “Goa Gong 3 kilometer” dan
“Pantai Klayar 19 kilometer”. Kita belok kanan. Alamaaakkk ... kita kembali
menemukan ‘tantangan’ yang sesungguhnya! Badan jalan sempit, permukaan jalan
tidak halus, dan tanjakan-tanjakan curam menunggu di depan mata.
|
Akhirnya sampai juga di Punung :) |
Ranz kembali
mengeluh. Namun toh dia tetap menolak ketika kutawari mencari mobil angkutan
yang bisa kita carter di kawasan terminal Punung. Semangatnya oye banget, tapi
ya itulah, aku harus terus menerus mendengarkan omelannya. LOL.
|
salah satu contoh trek gila Punung - Pantai Klayar |
Jalan sempit dengan
permukaan jalan kasar plus tanjakan curam itu – yang mungkin satu-satunya jalan
yang bisa kita lalui untuk menuju Pantai Klayar dari arah Punung – ternyata
penuh dengan kendaraan-kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat. Rupanya
banyak orang yang memiliki niat sama denganku dan Ranz : menikmati liburan
dengan berkunjung ke Pantai Klayar.
Kita gowes sambil
rajin bertanya pada orang-orang sekitar tentang rute menuju Pantai Klayar
karena banyak pertigaan maupun perempatan yang kita temui. (Pantai Klayar bukan
satu-satunya pantai di kawasan ini, masih ada Pantai Srau, Pantai Watu Karung,
dll.)
|
akhirnyaaaa ... Pantai Klayar pun di depan mata! |
|
Ranz in action :P |
|
Pantai Klayar dari atas bukit |
Kurang lebih jelang
pukul tiga sore kita telah melihat biru laut di kejauhan. Tak lama kemudian
kita telah menemukan sebuah halaman nan luas dan bangunan yang bertuliskan
“Restaurant dan homestay Larasati”. Menemukan sebuah penginapan yang tak jauh
dari pantai, aku memutuskan untuk menginap di penginapan saja dari pada camping
di pinggir pantai. Ranz butuh tempat tidur yang nyaman (aku juga! hehehehe ...)
dan kehangatan, plus kamar mandi yang bersih. Juga kita bisa menikmati listrik
sehingga kita bisa ngecharge hape maupun powerbank. (Maklum, produk zaman
globalisasi, kita ga bisa hidup tanpa listrik. LOL.)
|
turunan curam menuju Pantai Klayar dari atas bukit |
|
tempat kita menginap semalam |
Setelah memilih
kamar yang akan kita sewa semalam, menaruh barang-barang di dalam kamar, kita
langsung menuju pantai beserta Pockie dan Austin! Yay.
Kali ini kita memang
memutuskan untuk menginap semalam di pantai karena dua tahun lalu setelah gowes
dua hari menuju Pantai Nampu dan menghabiskan waktu di pantai hanya kurang
lebih 2 jam saja, tentu kita merasa sangat sayang.
|
Pantai Klayar nan berkarang |
|
isn't it breathtaking? :) |
|
karang yang nampak bak karang di gurun pasir |
Klayar beach is
totally awesome! Pantai berpasir putih keabu-abuan dipadu dengan karang-karang
nan eksotis plus rerimbunan pepohonan. Juga ditingkahi ombak yang tak kunjung
usai membelai bibir pantai. Itulah Klayar.
Waktu kita datang,
tempat parkir di pinggir pantai penuh dengan mobil, kurang elok dipandang dari
atas. LOL. Tapi tidak apa-apa, kan kita akan menginap semalam. Semoga di pagi
hari kita akan bisa mendapatkan pemandangan Pantai Klayar tanpa mobil-mobil itu
dari atas bukit (dimana homestay Larasati terletak.)
|
saatnya narsis! :P |
|
kita berdua dengan latar belakang ombak dan karang berbentuk layar |
|
awesome! |
Di pinggir pantai
ada beberapa warung yang menyediakan berbagai jenis makanan dan minuman. Juga
ada warung yang khusus menyediakan baju-baju untuk dijual. Bagi yang menyukai
tantangan naik ATV di lokasi berpasir, juga ada persewaan ATV.
Air laut sedang
pasang, ombak pun meluncur deras ke bibir pantai dan banyak spot yang berkarang
sehingga sangat tidak disarankan untuk berenang. Bahkan jika kita bermain-main
di karang yang ada, kita juga harus hati-hati dikarenakan ombak yang begitu
besar kadang menghempaskan apa saja yang ada di karang tersebut.
Pantai Klayar sangat
terkenal dengan karang yang terletak di sisi Timur dimana karang itu berbentuk
seperti layar di atas perahu. Konon itu sebabnya pantai ini disebut Pantai Klayar.
Di balik karang berbentuk seperti layar ini ada sebuah spot dimana ada lubang
yang akan menyemburkan air ombak ke atas, jika ada ombak besar yang menghempas
ke karang. Semburan air ini disebut “seruling samudera”. Akan tetapi kawasan
ini merupakan kawasan yang berbahaya jika orang awam berkunjung kesini tanpa
pengawasan petugas pemandu pantai. Sebabnya adalah jika ombak besar datang
menghempas karang, dan pengunjung tidak tahu ada ombak besar datang, maka bisa
jadi dia akan terhempas ke karang-karang yang terletak di bawah karang
berbentuk layar itu karena tersapu ombak yang berkekuatan sangat besar.
|
aliran air yang berasal dari ombak besar yang 'menyeberang' karang |
|
seruling samudera dan aku di saat senja :) |
Sore itu, aku dan
Ranz sampai di kawasan karang berbentuk layar ini menjelang pukul setengah
enam. Salah satu petugas pemandu menawari kita naik ke atas karang. Dengan
bersukacita, aku bersedia, karena aku ingin melihat “seruling samudera” itu.
Namun belum sempat kita naik ke atas karang, mendadak petugas pemandu yang ada
di karang di sebelah sana memberi peringatan kepada kita untuk berlindung di
beberapa titik yang tidak akan terhempas ombak. Betul saja, kurang lebih 5
menit kemudian, ombak pun datang, menghempas karang, hingga di balik karang di
sebelahnya. Setelah keadaan cukup aman, aku dibimbing naik karang. Ranz sendiri
memutuskan untuk tidak ikut ‘ekspedisi’ untuk melihat seruling samudera ini
karena dia tiba-tiba merasa takut jika ombak besar datang lagi.
Aku menikmati
pemandangan di balik karang plus seruling samudera selama kurang lebih 15
menit. Setelah merasa cukup puas, aku kembali. Kemudian aku dan Ranz beriringan
kembali ke penginapan. Perjalanan ga begitu mudah karena kita harus menuntun
sepeda di pantai berpasir. J
Kita sampai di
penginapan sekitar pukul 18.10. Di penginapan ternyata kita menemukan beberapa
rombongan lain yang baru datang untuk menginap. Homestay Larasati menawarkan
dua jenis kamar. Yang pertama bertarif seratus ribu rupiah dengan fasilitas bed
yang cukup luas dan sebuah lemari kecil, tanpa kipas angin, kamar mandi ada di
luar. Yang kedua bertatif seratus lima puluh ribu rupiah dengan fasilitas bed
yang cukup luas, lemari kecil, kipas angin dan kamar mandi dalam. Enaknya jika
kita menginap di sini, kita tak perlu kerepotan masalah makan karena kita bisa
memesan makanan dari restorannya. J
Malam itu kita hanya
menikmati bintang yang bertaburan di langit. Langit sangat cerah sehingga kita
bisa menikmati bulan dan bintang yang nampak menggantung di langit di kegelapan
malam.
Day 3 : Pantai
Klayar – Goa Gong - Solo 13 Agustus 2013
Kita keluar kamar
sekitar pukul lima pagi. Kita ingin menikmati suasana pantai di pagi hari,
meski kita tak bisa menikmati sunrise dari Pantai Klayar. Kali ini kita menuju
gardu pandang untuk menikmati pemandangan Pantai Klayar dari sisi Barat. Pagi
ini pantai sangat sepi, meski ada rombongan lain yang menginap di pinggir
pantai, di dalam tenda. Ada juga yang cukup menginap di dalam mobil. Ada
rombongan pehobi vespa yang mungkin datang semalam, karena ketika meninggalkan
pantai sore sebelumnya kita belum melihat tenda mereka.
|
pemandangan dari gardu pandang di pagi hari |
|
Pantai Klayar difoto dari atas gardu pandang di pagi hari |
|
Situs Pantai Klayar ... |
Pagi ini aku tidak
berani untuk menyambangi seruling samudera lagi karena belum ada petugas
pemandu pantai yang datang. Ombak yang menghempas pantai tetap ada, meski tidak
sebesar kemarin sore.
|
kamar tempat kita menginap :) |
Pukul delapan kita
kembali ke penginapan untuk sarapan dan packing. Pagi ini kita tidak mengikuti
hasrat tantangan untuk gowes balik di jalanan nan sempit tanjakan curam
berkelok-kelok dan permukaan jalan yang kurang bersahabat: kita menyewa mobil
carteran untuk membawa kita balik ke Punung! Yeay! LOL.
Pukul sembilan Pak
Hak – sopir mobil carteran itu – datang menjemput kita. Dalam perjalanan balik
ke Punung kita mampir ke Goa Gong, goa yang meski tidak sebesar Goa Akbar yang
ada di Tuban, namun stalaktit dan stalakmitnya sangat amat mempesona! Bahkan
konon stalaktit dan stalakmit di dalam Goa Gong masih tumbuh memanjang jika
diukur dari tahun ke tahun.
|
situs Goa Gong |
|
bersiaplah kegerahan ketika masuk Goa Gong :) |
Pengunjung tidak
sebanyak sehari sebelumnya nampaknya. Orang yang menginap di homestay Larasati
bercerita bahwa mereka mampir ke Goa Gong terlebih dahulu sebelum sampai ke
Klayar. Pengunjung begitu banyak hingga untuk berjalan menyusuri goa mereka
harus antri satu persatu. Sedangkan pada hari aku dan Ranz mampir ke situ,
tidak sebegitu penuh.
Pak Hak mengantar
kita sampai ke Punung. Kita gowes lagi dari Punung menuju Baturetno. Rute
Punung – Baturetno lebih ‘bersahabat’ ketimbang dibalik Baturetno – Punung
karena lebih banyak turunan, meski tetap ada tanjakan. Dari Baturetno, kita
naik bus jurusan Solo.
|
stalaktit dan stalakmit yang panjang |
|
pukullah di stalaktit yang berwarna hitam itu, maka akan terdengar bunyi 'gong' |
Kita sampai rumah
Ranz di kawasan Laweyan sekitar pukul empat sore. Setelah mandi dan packing,
aku ke Kerten, tentu diantar Ranz. Tak menunggu lama, bus jurusan Semarang
sudah datang.
Aku sampai rumah
sekitar pukul 20.30. Dan ... siap bertualang lagiiii. LOL.
PT56 0701 180813