BIKEPACKING
BLITAR – MALANG: A DREAM-COME-TRUE
Sudah kurang lebih dari setahun aku dan Ranz
memimpikan berbikepacking ke Blitar – untuk mengunjungi Candi Penataran dan makam
Bung Karno – namun baru libur kenaikan kelas tahun 2014 ini kita berhasil
mewujudkannya. J
Dan, karena Malang letaknya lumayan dekat dari Blitar, aku langsung membuat
rencana ‘mampir’ ke Malang – dengan sepersetujuan Ranz – untuk menengok sobat
lamaku, Juli.
Untuk mengirit waktu – plus kita berkesempatan
bikepacking di awal bulan Ramadan, biar ga banyak bolong puasanya LOL – kita
sengaja tidak gowes dari Solo (maupun Semarang) ke Blitar, namun naik kereta
api. YAY! This is new experience for us.
(Biasanya paling pol hanya naik KA dari Solo ke Klaten.)
SOLO – BLITAR (1st day 29 Juni 2014)
Kita meninggalkan Solo pada hari Minggu 29 Juni
2014, pukul 02.00 (molor satu jam dari jadual semula), naik KA Matarmaja dari
Stasiun Jebres. Kita tidak kesulitan untuk menaruh dua sepeda lipat di
sela-sela antara gerbong satu dengan gerbong yang lain, di dekat toilet. Sebagai
‘senjata’ agar kita tidak diusir oleh petugas KA (hanya untuk jaga-jaga saja),
kita membawa tiket dimana tertulis peraturan bahwa penumpang KA bisa membawa
sepeda lipat dengan syarat kita melipatnya dengan rapi. Sebagai tambahan,
setiap penumpang berhak membawa bagasi sampai maksimal 20 kg. Jika lebih dari
20 kg, kita baru diminta membayar kelebihan beban bagasi. Satu tiket harganya
Rp. 65.000,00.
Sempat terjadi ‘dialog’ tatkala petugas ngecek
tiket kita. Namun untunglah tidak perlu sampai kita keluarkan ‘senjata’ kita.
Kita hanya mengatakan bahwa berat seli kita hanya 14 kg. :) Setelah itu, lancar jaya. :)
di ruang tunggu stasiun Jebres - Solo |
Austin dan Pockie berimpitan di dalam KA |
sebelum molor! LOL |
BLITAR! |
di dalam stasiun Blitar |
salah satu contoh kebanggaan rakyat Blitar kepada Sang Proklamator |
Aku dan Ranz sampai di kota kelahiran Sang
Proklamator kita sekitar pukul 06.00. Suasana stasiun Blitar cukup sepi. Semua
penumpang yang turun dari KA Matarmaja bareng kita langsung keluar stasiun
untuk menuju tujuan masing-masing. Kita nunut mandi di toilet stasiun yang lumayan
bersih, dan ... gratis! :)
Sekitar pukul 06.45 kita meninggalkan stasiun untuk memulai ‘petualangan’ kita.
CANDI SAWENTAR
Ranz memilih Candi Sawentar sebagai tujuan
pertama. Untuk ini kita menyusuri jalan-jalan kota Blitar menuju arah Malang.
Trek menanjak halus. Untuk mengetahui arah, Ranz sudah ngeprint peta kota
Blitar, sekaligus kita mengandalkan GPS di hape, dan tentu saja ... bertanya
pada penduduk sekitar. :)
Pagi itu jalanan lumayan sepi. Entah karena itu
hari Minggu dimana orang-orang bermalas-malasan keluar rumah, apalagi itu
adalah hari pertama bulan puasa. Atau memang karena Blitar kota kecil ya?
Hehehehe ... Dimana-mana terlihat kesan yang kuat betapa penduduk kota Blitar
begitu bangga dengan Bung Karno , karena kita dengan mudah menemukan patung
maupun gambar BK dimana pun kita menuju.
salam 2 jari dari Candi Sawentar! |
Candi Sawentar |
Candi Sawentar dari samping |
salah satu peninggalan di kawasan Candi Sawentar |
salah satu peninggalan di kawasan Candi Sawentar |
Kita butuh waktu kurang lebih satu setengah jam
untuk sampai Candi Sawentar yang berjarak kurang lebih 20 kilometer dari
stasiun Blitar. Candi Sawentar adalah candi Hindu, merupakan warisan Kerjaan
Majapahit, tepatnya terletak di Dusun Centong, Desa Sawentar, Kecamatan
Kanigoro.
Seperti Candi Tikus di Trowulan maupun Candi
Sambisari di kawasan Prambanan, Candi Sawentar juga terletak lebih rendah dari
tanah di sekitarnya, kurang lebih 4 meter. Bentuknya lumayan megah, panjangnya
9,5 meter dan lebar 6,8 meter. Tingginya sekitar 10,5 meter. Tidak banyak
relief yang terpahat di badan candi. Nampaknya Candi Sawentar ini dulu dibangun
untuk tempat bersemedi, selain juga untuk pemujaan.
Candi Sawentar ditata dan dijaga dengan baik
oleh penjaga yang tinggal tak jauh dari lokasi, meski Candi Sawentar ini belum
begitu terkenal. Kita tidak perlu membeli tiket ketika masuk, namun alangkah
baiknya jika kita meninggalkan uang ala kadarnya untuk pemeliharaan ketika
mengisi buku tamu.
Awalnya dari Candi Sawentar kita akan kembali ke
arah kota Blitar. Namun karena dalam perjalanan kita menemukan petunjuk menuju
Candi Penataran, kita memilih langsung menuju Candi Penataran.
CANDI PENATARAN
Candi Penataran dipercaya sebagai peninggalan
dari Kerajaan Kediri, yang masih tetap digunakan sampai era Kerajaan Majapahit.
Kompleks Candi Penataran terletak di lereng Barat Daya Gunung Kelud, di
ketinggian 450 m dpl, di desa Penataran, kecamatan Nglegok, Blitar.
Jika di pagi hari dalam perjalanan menuju Candi
Sawentar cuaca cukup sejuk dan bersahabat, dalam perjalanan dari Candi Sawentar
menuju Candi Penataran sang mentari bersinar cukup terik, dengan mudah
mematahkan semangat mereka yang gowes dengan trek menanjak halus, apalagi di
bulan puasa. Petunjuk yang dengan mudah ditemukan dalam perjalanan menuju
kecamatan Nglegok membuat perjalanan kita lancar, tak perlu banyak bertanya
pada orang.
'ketipu' petunjuk katanya jarak tinggal 2 km, ternyata masih 5 km lagi :D |
dua arca dwarapala |
Candi Naga |
Konon nama asli Candi Penataran – yang pertama
kali ditemukan oleh Sir Thomas Stamford Raffles yang pada pada tahun 1815
menjabat sebagai Letnan Gubernur Jendral pada masa kolonial Belanda – adalah
Candi Palah. Nama Candi Palah ini disebut dalam prasasti Palah, dibangun pada
tahun 1194 oleh Raja Crnga (Syrenggra)
yang bergelar Sri Maharaja Sri Sarweqwara Triwikramawataranindita Crengalancana
Digwijayotunggadewa yang memerintah Kerajaan Kediri pada tahun 1190 – 1200. Candi
Palah (Penataran) dibangun di lereng Gunung Kelud sebagai tempat upacara
pemujaan agar dapat menetralisir atau menghindari mara bahaya yang disebabkan
oleh Gunung Kelud yang sering meletus. Dalam kitab Negarakertagama Mpu Prapanca
menulis bahwa Raja Hayam Wuruk pernah mengunjungi Candi Palah untuk melakukan
pemujaan terhadap Hyang Acalapat yang merupakan perwujudan Dewa Syiwa sebagai
penguasa gunung. Candi Palah juga disebut sebagai lokasi tempat perabuan Raja
Ken Arok.
Seperti kebanyakan kompleks candi lain, pertama
kali kita masuk kompleks Candi Penataran kita akan disambut oleh dua buah arca
dwarapala yang berupa raksasa memegang gada. Bale Agung adalah bangunan
terdepan yang kita temui setelah melewati arca dwarapala. Bale Agung ini adalah
sebuah bangunan berukuran 37 meter x 18,84 meter dengan tinggi 1,44 meter.
satu bagian candi induk |
relief di candi induk |
salah satu patung di candi induk |
mejeng berdua |
kawasan candi Penataran dari atas candi induk |
relief di candi induk |
Setelah melewati Bale Agung, kita akan sampai
pendopo teras yang merupakan bangunan berukuran 29 meter x 9,22 meter dengan
tinggi 1,5 meter. Pendopo ini diperkirakan dulunya berfungsi sebagai tempat
untuk meletakkan berbagai sesaji.
Candi Naga terletak di bagian tengah halaman
kompleks Candi Penataran. Candi ini hanya tersisa pada bagian kaki dan
badannya, dengan ukuran 4,83 meter x 6,57 meter dengan tinggi 4,7 meter. Sedangkan
candi induk terletak di bagian belakang kompleks. Candi induk ini berupa
bangunan dengan ketinggian sekitar 7,19 meter yang terdiri dari 3 teras. Di
setiap sisi candi terdapat tangga dengan patung Mahakala yang berangka tahun
1347. Pada dinding candi utama ini terdapat pahatan relief dari cerita
Ramayana.
Setelah memuaskan diri berputar-putar di
kompleks Candi Penataran, dan beristirahat secukupnya, kita meninggalkan lokasi
untuk melanjutkan perjalanan.
Jika kita harus melalui trek menanjak halus
untuk menuju Candi Penataran, maka ketika kembali ke kota kita pun tinggal
menikmati ‘bonus’: jalan menurun! Yay! Petunjuk arah yang ada membuat kita
menemukan rute ke kota dengan mudah.
Dalam perjalanan kita melewati lokasi Makam Bung
Karno, maka kita pun mampir. :)
MAKAM BUNG KARNO
Makam Soekarno terletak di Jalan Kalasan nomor 1
Blitar. Saat kita memasuki wilayah jalan utama di makam BK ini, kita akan
menemukan sebuah gapura yang menghadap ke Selatan, berhadapan dengan Cungkup
Makam BK yang berbentuk joglo.
Sebagai seorang proklamator, makamnya pun
menjadi tujuan wisata yang penting dikunjungi masyarakat dari seluruh negeri
setiap harinya, selain Istana Gebang, rumah tinggal orang tua BK. Sejak tahun
2004, kompleks makam ini dikembangkan dengan dibangunna Perpustakaan dan Museum
BK.
makam BK |
batu nisan makam BK |
mumpung ono sing motretke :P |
Siang itu aku dan Ranz hanya menyambangi makam
BK, tidak sempat menjelajah perpustakaan maupun museum karena kelelahan. Untuk
masuk, kita diminta mengisi buku tamu dengan identitas kita dan meninggalkan
uang sekadarnya untuk mengisi kas.
Dari makam BK, kita menuju alun-alun kota
Blitar. Dalam perjalanan dari stasiun paginya, kita berdua telah melihat Hotel
Patria Palace yang terletak di Jalan Mastrip no. 56, tidak jauh dari stasiun.
Kesanalah kita menuju. :)
Meski sedang musim liburan, untung kita tidak kesulitan mendapatkan kamar, plus
diskon! J
Harga satu kamar executive yang kita pilih Rp. 300.000,00 dan kita mendapatkan
diskon 20% sehingga kita hanya membayar Rp. 240.000,00. Waktu di lobby kita
melihat seorang turis manca yang datang sendirian dengan naik sepeda gunung
merek P*****n. :)
Untuk berbuka kita mendapatkan welcome drink
dari hotel. Setelah itu kita keluar ke arah alun-alun mencari makan untuk makan
malam. Ranz memilih bakso sebagai menu makan malam kita. (aih, tumben, dia
milih bakso! LOL.) Pulang dari makan malam, kita duduk-duduk di teras lantai
dua hotel, menikmati pemandangan di depan hotel. :) Malam itu ada tontonan lumayan menarik di
televisi, debat cawapres! Tapi sayangnya aku sangatlah mengantuk, dan menurutku
debat cawapres ini tidak semenarik debat capres, alhasil aku pun tertidur tanpa
sempat menonton, meski televisi nyala. LOL.
Hari ini kita menempuh jarak 42 kilometer dengan
bersepeda.
To be continued.
kamar yang kita inapi |
nongkrong di lantai 2 :) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.