Cari Blog Ini

Selasa, 30 April 2019

Gowes Sejarah 4: Menelusuri Jejak-jejak Ibu Kartini di Kota Semarang


Gowes Sejarah Plus Gowes Kartini 2019



Mengingat awal puasa mungkin akan jatuh pada hari Senin tanggal 6 Mei 2019, kawan-kawan Komselis yang didukung penuh oleh B2W Semarang dan Lopen setuju untuk memajukan penyelenggaraan Gowes Sejarah di bulan April, tepatnya tanggal 28 April 2019. Biasanya kita mengadakan Gowes Sejarah -- untuk lebih mengenali kota tercinta yang kita tinggali bersama -- di bulan Mei, sekaligus untuk merayakan HUT Kota Semarang yang jatuh pada tanggal 2 Mei.





Bulan April adalah bulan yang sering kita kaitkan dengan Ibu Kartini sang pejuang perempuan. Inilah sebabnya kita pun setuju jika Gowes Sejarah ini sekaligus juga untuk memberikan tribute untuk Ibu Kartini, hingga kita beri tema : MENELUSURI JEJAK IBU KARTINI DI KOTA SEMARANG. Dress code : atasan kebaya untuk pesepeda perempuan; surjan untuk pesepeda laki-laki. Jika tidak memiliki kebaya maupun surjan, peserta boleh mengenakan baju batik. Jika tidak memiliki batik, ya apa boleh buat, kenakanlah baju yang layak. :D










Taman Pandanaran dipilih sebagai tikum, pukul 06.00. Adalah satu kehormatan karena orang nomor 1 Jawa Tengah -- Pak Ganjar -- didampingi oleh sang istri tercinta -- Ibu Atikoh -- berkenan untuk nyamperin kita sebentar, untuk berfoto-foto bersama.


Bung Yogi dari Lopen masih tetap setia menjadi nara sumber kita kali ini. Jika kuperhatikan, bung Yogi sudah nampak luwes ketika menaiki sepeda, dibandingkan ketika pertama kali kita dapuk menjadi narsum di event Gowes Sejarah tahun 2016, lol. Dia nampak grogi, bahkan tidak yakin apakah akan mampu bersepeda 'sejauh' itu. :D Alhamdulillah yah, sudah ada kemajuan. LOL.


Seusai berfoto bersama, kita mulai mengayuh pedal bersama. Lokasi pertama yang kita kunjungi adalah SD Kartini yang terletak di ujung Jl. RA Kartini sebelum Jl. Dr. Cipto, sebelah kiri, kelurahan Sarirejo. Nah lo. Ga pernah kepikiran bahwa nama sekolah ini adalah SD Kartini karena memang erat kaitannya dengan perjuangan ibu kartini yang ingin memajukan kaum perempuan yang di zaman beliau masih hidup hanya dianggap 'kanca wingking'; tidak berhak untuk mengenyam pendidikan formal di sekolah.








Sekolah yang sekarang bernama SD SARIREJO KARTINI didirikan pada tahun 1913, oleh sebuah Yayasan yang mengkhususkan tujuan melanjutkan impian Ibu Kartini untuk membagikan pendidikan untuk kaum perempuan. Ibu Kartini sendiri wafat pada tanggal 17 September tahun 1904. Sekolah yang juga didirikan oleh Yayasan yang sama -- yang lebih modern -- adalah Sekolah Kartini yang dibangun di seberang Pasar Kagok. Konon dulu ada asrama bagi para siswa yang belajar disini. (Note : saya belum pernah kesini, jadi tidak tahu secara pasti bangunannya seperti apa.)






Lokasi kedua yang kita kunjungi adalah bangunan Sarekat Islam yang terletak tak jauh dari SD Kartini. Satu bangunan yang juga menjadi saksi sejarah sebelum Kemerdekaan. Bangunan ini dulu konon juga dipakai untuk sekolah non formal, jika sekarang disebut sebagai homeschooling, satu penyelenggara homeschooling tertua di Semarang. Bahkan Presiden pertama Indonesia, Sukarno, dikisahkan pernah juga mampir ke gedung ini.


Setelah meninggalkan bangunan Sarekat Islam (kita tidak masuk kedalam, karena kita sudah pernah mengunjunginya di event gowes sejarah pertama), kita langsung menuju area Kota Lama, lewat bundaran Bubakan. Kita menuju gedung Marabunta., gedung teater yang pertama kali dibangun di kota Semarang. Konon ketika Ibu Kartini mendapatkan izin untuk dolan ke Semarang bersama kedua saudara perempuannya, tanpa pengawasan ketat dari orangtua, mereka menonton teater di gedung ini.














Dari gedung Marabunta, kita menyusuri 'Kali Baru' hingga tembus di arteri. Sebelum sampai arteri, di sebelah kiri ada gedung yang juga ada tulisan MARABUNTA, kita berhenti sejenak. Gedung yang nampak jelas terlihat kerusakan karena tanah di sekitarnya turun/amblas lebih dari 1 meter, ternyata dulunya adalah gudang milik pengusaha Oei Tiong Ham, yang juga diberi gelar 'konglomerat pertama Asia Tenggara'., yang juga dikenal sebagai Raja Gula. Bisnisnya tentu tidak hanya gula, namun juga merambah properti, kapal, pabrik, kayu, ekspedisi, hingga opium. 








Setelah menyeberang arteri, kita menuju Mercusuar Willem III. Diberi nama demikian karena memang mercusuar ini dibangun ketika Raja Willem III memerintah negara Belanda. Mercusuar ini untuk mengganti mercusuar lama yang dibangun di kawasan Masjid Menara di Jalan Layur. Ga bisa dibayangkan jika mercusuar tetap di kawasan lama ini, karena sekarang daerah ini terletak jauh dari pinggir pantai.


Mengingat waktu sudah cukup siang, dan banyak kawan yang sudah mengeluh kelaparan, kita tidak menyempatkan diri untuk naik ke mercusuar; kita langsung melanjutkan perjalanan menuju Grand Maerakaca, TMII-nya Jawa Tengah. Kita mampir ke anjungan Rembang sebentar, memberi kesempatan pada bung Yogi untuk menjelaskan bahwa Ibu Kartini wafat di Rembang, dan makamnya terletak di Kecamatan Bulu - Rembang. Dari anjungan Rembang kita ke anjungan Tegal untuk beristirahat, ngemil dan bagi-bagi door prize.


Terima kasih telah berbagi pengetahuan bung Yogi. Tahun-tahun depan kita terus berkolaborasi nggih.


Terima kasih pada segenap sponsor, khususon Zuna Sport yang diwakili oleh Diajeng Sih Wahyuning nan mempesonah, juga Da Ningrum yang telah menyediakan kue-kue keto. Tak ketinggalan juga bos Niki Echo yang sajiannya nyamleng.


Terima kasih juga buat para peserta. Apalah arti sebuah event jika tak ada peserta. Hihihi …


Terima kasih bangetttt buat kawan-kawan panitia yang telah mempersiapkan acara ini dengan sebaik-baiknya. Cium satu-satuuuuu. Kiss … kiss … kiss ..


LG 11.22 30-April-2019