Gowes Sejarah Plus Gowes Kartini 2019
Mengingat awal puasa
mungkin akan jatuh pada hari Senin tanggal 6 Mei 2019, kawan-kawan Komselis
yang didukung penuh oleh B2W Semarang dan Lopen setuju untuk memajukan
penyelenggaraan Gowes Sejarah di bulan April, tepatnya tanggal 28 April 2019.
Biasanya kita mengadakan Gowes Sejarah -- untuk lebih mengenali kota tercinta
yang kita tinggali bersama -- di bulan Mei, sekaligus untuk merayakan HUT Kota
Semarang yang jatuh pada tanggal 2 Mei.
Bulan April adalah
bulan yang sering kita kaitkan dengan Ibu Kartini sang pejuang perempuan.
Inilah sebabnya kita pun setuju jika Gowes Sejarah ini sekaligus juga untuk
memberikan tribute untuk Ibu Kartini, hingga kita beri tema : MENELUSURI JEJAK
IBU KARTINI DI KOTA SEMARANG. Dress code : atasan kebaya untuk pesepeda
perempuan; surjan untuk pesepeda laki-laki. Jika tidak memiliki kebaya maupun
surjan, peserta boleh mengenakan baju batik. Jika tidak memiliki batik, ya apa
boleh buat, kenakanlah baju yang layak. :D
Taman Pandanaran
dipilih sebagai tikum, pukul 06.00. Adalah satu kehormatan karena orang nomor 1
Jawa Tengah -- Pak Ganjar -- didampingi oleh sang istri tercinta -- Ibu Atikoh
-- berkenan untuk nyamperin kita sebentar, untuk berfoto-foto bersama.
Bung Yogi dari Lopen
masih tetap setia menjadi nara sumber kita kali ini. Jika kuperhatikan, bung
Yogi sudah nampak luwes ketika menaiki sepeda, dibandingkan ketika pertama kali
kita dapuk menjadi narsum di event Gowes Sejarah tahun 2016, lol. Dia nampak
grogi, bahkan tidak yakin apakah akan mampu bersepeda 'sejauh' itu. :D
Alhamdulillah yah, sudah ada kemajuan. LOL.
Seusai berfoto
bersama, kita mulai mengayuh pedal bersama. Lokasi pertama yang kita kunjungi
adalah SD Kartini yang terletak di ujung Jl. RA Kartini sebelum Jl. Dr. Cipto,
sebelah kiri, kelurahan Sarirejo. Nah lo. Ga pernah kepikiran bahwa nama
sekolah ini adalah SD Kartini karena memang erat kaitannya dengan perjuangan
ibu kartini yang ingin memajukan kaum perempuan yang di zaman beliau masih
hidup hanya dianggap 'kanca wingking'; tidak berhak untuk mengenyam pendidikan
formal di sekolah.
Sekolah yang
sekarang bernama SD SARIREJO KARTINI didirikan pada tahun 1913, oleh sebuah
Yayasan yang mengkhususkan tujuan melanjutkan impian Ibu Kartini untuk
membagikan pendidikan untuk kaum perempuan. Ibu Kartini sendiri wafat pada
tanggal 17 September tahun 1904. Sekolah yang juga didirikan oleh Yayasan yang
sama -- yang lebih modern -- adalah Sekolah Kartini yang dibangun di seberang
Pasar Kagok. Konon dulu ada asrama bagi para siswa yang belajar disini. (Note :
saya belum pernah kesini, jadi tidak tahu secara pasti bangunannya seperti
apa.)
Lokasi kedua yang
kita kunjungi adalah bangunan Sarekat Islam yang terletak tak jauh dari SD
Kartini. Satu bangunan yang juga menjadi saksi sejarah sebelum Kemerdekaan.
Bangunan ini dulu konon juga dipakai untuk sekolah non formal, jika sekarang
disebut sebagai homeschooling, satu penyelenggara homeschooling tertua di
Semarang. Bahkan Presiden pertama Indonesia, Sukarno, dikisahkan pernah juga
mampir ke gedung ini.
Setelah meninggalkan
bangunan Sarekat Islam (kita tidak masuk kedalam, karena kita sudah pernah
mengunjunginya di event gowes sejarah pertama), kita langsung menuju area Kota
Lama, lewat bundaran Bubakan. Kita menuju gedung Marabunta., gedung teater yang
pertama kali dibangun di kota Semarang. Konon ketika Ibu Kartini mendapatkan
izin untuk dolan ke Semarang bersama kedua saudara perempuannya, tanpa
pengawasan ketat dari orangtua, mereka menonton teater di gedung ini.
Dari gedung
Marabunta, kita menyusuri 'Kali Baru' hingga tembus di arteri. Sebelum sampai
arteri, di sebelah kiri ada gedung yang juga ada tulisan MARABUNTA, kita
berhenti sejenak. Gedung yang nampak jelas terlihat kerusakan karena tanah di
sekitarnya turun/amblas lebih dari 1 meter, ternyata dulunya adalah gudang
milik pengusaha Oei Tiong Ham, yang juga diberi gelar 'konglomerat pertama Asia
Tenggara'., yang juga dikenal sebagai Raja Gula. Bisnisnya tentu tidak hanya
gula, namun juga merambah properti, kapal, pabrik, kayu, ekspedisi, hingga
opium.
Setelah menyeberang
arteri, kita menuju Mercusuar Willem III. Diberi nama demikian karena memang
mercusuar ini dibangun ketika Raja Willem III memerintah negara Belanda.
Mercusuar ini untuk mengganti mercusuar lama yang dibangun di kawasan Masjid
Menara di Jalan Layur. Ga bisa dibayangkan jika mercusuar tetap di kawasan lama
ini, karena sekarang daerah ini terletak jauh dari pinggir pantai.
Mengingat waktu
sudah cukup siang, dan banyak kawan yang sudah mengeluh kelaparan, kita tidak
menyempatkan diri untuk naik ke mercusuar; kita langsung melanjutkan perjalanan
menuju Grand Maerakaca, TMII-nya Jawa Tengah. Kita mampir ke anjungan Rembang
sebentar, memberi kesempatan pada bung Yogi untuk menjelaskan bahwa Ibu Kartini
wafat di Rembang, dan makamnya terletak di Kecamatan Bulu - Rembang. Dari
anjungan Rembang kita ke anjungan Tegal untuk beristirahat, ngemil dan
bagi-bagi door prize.
Terima kasih telah
berbagi pengetahuan bung Yogi. Tahun-tahun depan kita terus berkolaborasi
nggih.
Terima kasih pada
segenap sponsor, khususon Zuna Sport yang diwakili oleh Diajeng Sih Wahyuning
nan mempesonah, juga Da Ningrum yang telah menyediakan kue-kue keto. Tak
ketinggalan juga bos Niki Echo yang sajiannya nyamleng.
Terima kasih juga
buat para peserta. Apalah arti sebuah event jika tak ada peserta. Hihihi …
Terima kasih
bangetttt buat kawan-kawan panitia yang telah mempersiapkan acara ini dengan
sebaik-baiknya. Cium satu-satuuuuu. Kiss … kiss … kiss ..
LG 11.22
30-April-2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.