Aku bukan orang yang
diberi 'kelebihan' berupa membaca masa depan. Namun, terkadang ada beberapa hunch yang
benar-benar terjadi. Satu hal yang membuatku merasa bagaimanaaa begitu. Kok
bisa ya?
Yang terakhir
terjadi padaku adalah saat bersepeda nanjak Sigar Bencah hari Selasa 3 Desember
2019 lalu.
Tanpa rencana apa
pun aku mengayuh pedal Cleopatra menuju Kalibanteng, kemudian belok ke arah
jalan arteri Yos Sudarso. Namun aku tidak bermaksud menggeber Cleopatra hingga
Kaligawe. Rasa lapar yang melanda membuatku belok ke arah Jl. Ronggowarsito,
kemudian belok ke Jl. Pengapon, belok ke arah Jl. Raden Patah, untuk mampir
warung susu Karangdoro yang lumayan terkenal di antara para pesepeda. Namun
ternyata aku tidak beruntung karena ternyata warung tutup.
Aku ingat ada
beberapa warung 'hik' di pinggir jalan arteri Jl. Sukarno Hatta yang berjualan
berbagai macam buah yang siap disantap. Untuk mengisi perut, aku menuju kesana.
Ternyata, kembali aku kurang beruntung. Beberapa warung itu pun tidak buka.
(atau 'belum' buka ya?) Berhubung perutku masih terasa bisa menahan lapar. Aku
terus mengayuh pedal Cleopatra.
Di depan kampus USM,
ada jalan belok kiri, aku memilih menapaki jalan itu. Aku tidak tahu nama jalan
itu, namun sebelum sampai area yang bernama kampung Malangsari (?) aku belok
kanan, yang bakal melewati area perumahan Dempel Asri. Dari jalan itu, aku terus
melaju ke arah Timur (?) sampai aku bertemu flyover Jl. Wolter Monginsidi.
Disitu, aku belok kanan. Aku berhenti di satu warung kelapa muda.
Setelah minum
segelas es kelapa muda dan ngemil dua biji lumpia, aku melanjutkan perjalanan.
Dari Jl. Wolter Monginsidi aku belok ke jalan arteri SH, kemudian menyeberang
ke Jl. Fatmawati. Karena mendapatkan 'urge' yang bagus, aku memilih lanjut ke
arah Meteseh, kembali mencoba melewati tanjakan Sigar Bencah.
Seingatku tanjakan
Sigar Bencah tidak se'killing' tanjakan menuju kampus Unnes Sekaran. Namun
ternyata ingatanku menipuku. Lol. Meski tidak securam tanjakan menuju Unnes,
tanjakan Sigar Bencah ini ternyata juga terasa berat. Hahaha … Nah, waktu
melaju super pelan namun pasti ini tiba-tiba aku ingat pengalaman beberapa
bulan lalu. Aku sedang menapaki tanjakan Panjangan alias Jl. Untung Surapati
dari arah Jl. Simongan. Saat itu mendadak aku ditabrak orang dari belakang.
Yang menabarakku seorang laki-laki yang hendak berangkat kerja, dia berhenti di
belakangku, ikut membantuku berdiri, sementara aku ngomeli dia ngalor ngidul
kok bisa-bisanya dia menabrakku padahal aku sudah di pinggir sekali. Waktu itu
Cleopatra tidak bisa kunaiki lagi, BB-nya patah! Laki-laki itu meminta maaf,
namun permasalahan ga selesai hanya dengan permintaan maaf kan ya. Ada seorang
laki-laki lain yang ikut berhenti dan mencoba ikut membantu. Aku minta si
penabrak memberikan KTP-nya ke aku sebagai jaminan bahwa dia akan mengganti biaya
ganti BB. Sementara itu, aku bilang ke dia aku bisa menuntun Cleopatra ke arah
Jl. Suyudono, tempat bengkel sepeda langgananku.
Nah, waktu nanjak
Sigar Bencah itu aku mendadak kepikiran, kalau sampai hal itu terjadi lagi (aku
ditabrak orang dari belakang), aku repot karena lokasiku jauh banget dari
bengkel sepeda langgananku. Ga mungkinlah aku menuntun Cleopatra sejauh puluhan
kilometer. Saat kepikiran itu, mendadak aku ditabrak orang dari belakang!
Astagaaaah … kok bisa terjadi lagi yak? 😞😟😠
Aku sempat terjatuh
meski aku bisa langsung berdiri lagi. Yang pertama kucek adalah apakah
Cleopatra masih bisa 'berjalan'. Syukurlah Cleopatra bisa kudorong depan
belakang, roda juga berputar seperti biasa. Tentu aku deg-degan dan rasanya
pingin ngomel ke orang yang menabrakku. Kali ini yang menabrakku seorang remaja
laki-laki yang mengaku akan berangkat ke kampus. Dia mengantuk, seperti
tuduhanku kepadanya. Karena Cleopatra tetap bisa berjalan, aku merasa tidak
perlu ngomel ngalor ngidul ke anak yang mengaku mahasiswa D3 Sipil Undip.
Setelah kejadian
itu, dengan tertatih-tatih aku masih bisa melanjutkan perjalanan hingga
'puncak' Sigar Bencah, hingga sampai Tembalang, dan turun lewat Jl. Gombel
Lama. Cleopatra benar-benar (terasa) baik-baik saja.
Sehari setelah itu,
aku kembali menaiki Cleopatra. Aku berencana menapaki jalan sebaliknya, mendaki
Gombel, kemudian turun lewat Sigar Bencah. Ketika menapaki jalan Sultan Agung,
dua orang yang melewatiku mengomentari ban belakang Cleopatra, "Ban belakang
oleng mbak!" kata dua orang itu. Aku tersenyum sambil berpikir apakah aku
akan melanjutkan perjalanan atau balik kanan. Jika memang kejadian ditabrak
dari belakang kemarin itu membuat ban belakang Cleopatra bermasalah, toh sehari
sebelumnya aku berhasil lanjut nanjak Sigar Bencah dan menuruni Gombel dengan
lancar. Berpikir begini, aku melanjutkan perjalanan.
Sesampai 'ujung'
Teuku Umar, aku sengaja tidak memilih jalur flyover. Kali ini kembali aku
ditegur seseorang tentang ban belakang Cleopatra. Akhirnya aku mengalah, balik
kanan. Aku turun lewat Tanah Putih, lurus sampai Bubakan, mampir warung susu
Karangdoro untuk jajan es the dan arem-arem. Setelah melanjutkan perjalanan
sampai kurang lebih 36 kilometer, aku membawa Cleopatra ke bengkel langgananku,
di Jl. Suyudono.
Seandainya waktu
mulai nanjak Sigar Bencah itu aku tidak memikirkan kejadian di tanjakan
Panjangan itu, akankah aku tetap di'sundul' dari belakang?
Setelah melihat
postinganku di instastory, seorang kawan sepeda berkata padaku bahwa dia tidak
berani nanjak Sigar Bencah karena jalan itu ramai, baik dari arah bawah maupun
arah atas, plus tanjakan curam dan belokan yang tajam sangat tidak
menguntungkan bagi pesepeda, apalagi menapaki tanjakan itu sendirian. Nampaknya
dia benar. Next time, aku ga usah ngoyo 'latihan' tanjakan lewat Sigar Bencah
lagi. Masih bejibun tanjakan lain lagi di kota Semarang. 😝
PT56 15.50
08-December-2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.