Pantai Klayar, dari atas bukit |
Pantai Klayar, Agustus 2013 |
Bagiku, lebaran selain selalu mengingatkanku pada menu 'legendaris' keluarga Podungge Semarang (yakni ketupat opor + sambal goreng rempelo ati + biluluhe masakan Mom), sejak tahun 2011, aku selalu ngepit antar kota (mungkin plus antar propinsi). Ya, sejak out of the blue punya biking soulmate, (haha, mumpung ada yang 'lewat', aku lambaikan tangan, dan dia stay, sampai sekarang lol), kami berdua merencanakan dolan antar kota dengan bersepeda. Meski itu berarti kami harus kehilangan saat bersama keluarga.
Ranz dan aku kenal di bulan September 2010, saat ada satu event di Salatiga. Perempuan super tomboy ini memiliki karakter setia kawan banget, jika kamu mengenalnya dengan baik. (saking tomboy-nya bakal banyak yang salah mengira dikiranya dia laki-laki.) Ga butuh waktu lama aku dan dia merasa saling nyambung, kemudian mulai dolan bareng, the following year. Kami berdua ber-traveling naik sepeda setiap libur lebaran sejak tahun 2011 hingga tahun 2017.
Kami berdua vakum dari kegiatan bersepeda antar kota antar propinsi dalam rangka mengisi libur lebaran sejak tahun 2018 sampai tahun lalu. (2018 => my Mom passed away on 3 Syawal; 2019 => my brother passed away around 9 days before lebaran, 2020 - 2021 pandemi.) So? Saat B2W Indonesia melepas pasukan 'gowes mudik' dari Jakarta kurang lebih 10 hari lalu, aku pun didera rasa 'luka' (duh, lebay banget nih, lol), ingin kembali ke masa lalu, lol.
So? Untuk sedikit mengobati rasa luka itu, aku menulis kinda 'kaleidoskop' bikepacking kami berdua; bikepacking yang kami lakukan di masa libur lebaran, bukan di saat-saat lain.
Karena aku pernah bilang ke Ranz keinginanku menginap di satu cottage di pinggir pantai, libur lebaran tahun ini dia mengajakku ke Pantai Nampu, yang terletak di ujung Selatan Wonogiri. Hanya berbekal info sekedarnya, kami berdua nekad berangkat.
Info yang didapat Ranz dari adiknya adalah: jarak Solo - Pantai Nampu 80 kilometer dengan trek 'biasa-biasa saja', yang kami 'interpretasikan' treknya datar, kalau pun rolling ya masih masuk akal lah. Jarak segini jelas tidak jauh beda dengan jarak Semarang - Pantai Bandengan Jepara. Kami telah menempuh jarak ini dua kali. So, ya kami pikir, nothing special lah ya. Kita bisa 'melahap' jarak 80 kilometer ini dalam waktu, paling lama 8 jam lah.
dengan background Waduk Gajahmungkur |
Dan kami masih 'newbie' kinyis-kinyis, lol, yang belum berpikir perlunya cari info yang lebih jauh lagi, misal browsing internet, atau cukup ngecek google map. Tapi, eh, tahun itu, kami berdua belum 'melek' menggunakan google map, wkwkwkwk. Kenyataannya, kami butuh waktu lebih dari 8 jam! Bahkan sempat 'terdampar' di kecamatan Pracimantoro, kelelahan, kemalaman, ga dapat penginapan, lol.
A really unforgettable experience!
Jika setahun sebelumnya, kami memulai bikepacking dari Solo, tahun ini dari Semarang. Kota Tuban menjadi pilihan, hanya agar kami berdua memiliki pengalaman bersepeda antar propinsi, lol. Sepele banget yak! Lol. Padahal di tahun 2011 waktu kami ngepit Solo - Jogja itu sudah ngepit antar propinsi kan ya, lol.
Sepedaan Semarang - Tuban dengan melewati banyak rest area khas musim lebaran inilah yang sering membuatku terserang rasa nostalgia nan melankolis saat lebaran tiba. Seingatku, sepanjang pantura (sebelum jalan tol sepanjang pantura jadi) dipenuhi oleh rest area ketimbang sepanjang pansela. Dan ternyata bersepeda dengan melihat penampakan laut/pantai di sisi Utara itu menyenangkan sekali bagiku. Kita bisa mampir untuk foto-foto dimana saja.
Perjalanan Semarang - Tuban ini membawa kami ke banyak tempat, dari museum Kartini - Rembang, pantai Gedong Bersinar, Chinatown Lasem yang cantik, Pasujudan Sunan Bonang, sampai kelenteng Kwan Sing Bio dan Goa Akbar.
Kali ini perjalanan bikepacking kembali dimulai dari Solo. Pantai Klayar menjadi pilihan kami berdua. Ranz yang memberi usul, kembali karena keinginanku menginap di pinggir pantai yang belum terlaksana, lol. Meski menempuh perjalanan Solo - Wonogiri - Pacitan - Klayar ini kurang terkesan atmosphere lebarannya, karena jarang rest area bernuansa lebaran yang kami lewati di trek ini, lol.
Tapi yang paling istimewa dari perjalanan ini adalah karena dalam perjalanan, aku berulang tahun. Dan demi memberiku kejutan, dia membawa kue tart mungil plus lilin.
Klayar satu pantai yang sangat cantik, saat itu. Meski, seperti tahun 2011, ternyata kami tak mampu menyelesaikan rute Solo - Baturetno - Pantai Klayar dalam satu hari, dan ga jadi mendirikan tenda di pinggir pantai, lol, I do love this journey of ours. 'Untungnya' cottage mungil tempat kami menginap terletak di satu bukit, dimana jika kami keluar dari kamar, aku bisa tetap langsung melihat pantai, meski dari atas bukit.
FYI, saat Ranz ke Klayar lagi tahun 2019, kondisi pantai tak lagi sama. Terlalu banyak penginapan baru yang dibangun sehingga kesan crowded mengurangi kenyamanan turis yang datang.
Kami memulai perjalanan dari Solo, plus kami melakukan satu hal yang belum pernah kami lakukan sebelumnya: naik kereta api! Plus, kami melakukannya di bulan Ramadan. Dari stasiun Jebres, kami naik KA Matarmaja, turun di Blitar, kemudian memulai perjalanan bersepeda dari stasiun Blitar, menuju Candi Sawentar, Candi Penataran, makam Bung Karno dan museum Bung Karno. Menginap 2 malam di Blitar, di hari ketiga kami bersepeda ke Malang.
Di Malang, kami berkunjung ke Vihara Dhammadipa Arama, dengan alasan 'sepele': aku ingin melihat patung Buddha berbaring yang terletak di taman vihara, lol. Vihara ini, meski terletak di pinggir jalan raya yang menghubungkan Malang kota dan Batu, suasanya sakral dan sunyi tetap terasa begitu kita masuk ke dalam. Atmosphere serene yang membuatku ingin kembali lagi, tapi sampai sekarang belum bisa kuulangi.
Dari vihara kami lanjut ke area Batu, dan memilih Museum Angkut menjadi destinasi selanjutnya. Keesokan hari, aku dan Ranz berburu lokasi Candi Badut yang ternyata terletak di tengah lokasi pemukiman.
Sebenarnya dari Malang kami berencana lanjut gowes ke Sidoarjo. Tapi ga jadi, karena satu dan lain hal, kami balik ke Solo, dengan naik bus. :)
Ternyata tahun ini kami kembali melakukan hal yang mirip dengan setahun sebelumnya: kami melakukan bikepacking di tengah bulan Ramadan, dan mengawali perjalanan dengan naik kereta api. Kali ini kami naik KA Sritanjung, dari Solo ke Banyuwangi. Kisah sepedaan dimulai setelah kami menyeberang dari Ketapang ke Gilimanuk.
Kisah sepedaan kali ini adalah kisah terpanjang yang kami jalani, so far. Total waktu yang kami habiskan bersama adalah 2 minggu, mulai dari aku berangkat ke Solo, naik KA Solo - Banyuwangi, sepedaan ke Bali lanjut Lombok, lanjut balik lagi ke Bali, nyeberang ke Banyuwangi plus naik KA Sritanjung lagi.
Banyak hal memorable dari kisah ini. Yang paling unforgettable, meski painful, adalah Ranz kehilangan kamera saat kami berdua mampir di satu minimarket di dekat gerbang masuk area Universitas Udayana, we were on the way to GWK. Satu kejadian yang mematahhatikan kami berdua, tapi rencana perjalanan lebih dari 10 hari ini tetap kami lanjutkan. Walhasil adalah, Ranz malas memotret, meski dia bawa kamera pocket lain. Perjalanan yang menyenangkan -- meski dirusak oleh hilangnya kamera ini -- sayangnya tidak terdokumentasi baik.
aku dan Ranz bersama Mba Ely |
Another most memorable experience adalah bertemu dengan kawan facebook, yang meski 'hanya' sempat kenal lewat facebook, ternyata mereka baik sekali. Yang pertama adalah Mba Ely, yang setahuku tinggal di Jakarta, namun ternyata asli Lombok, dan kebetulan waktu aku dan Ranz menginap di Mataram, Mba Ely pas pulang kampung. Kami sempat menginap semalam di rumahnya, sebelum lanjut menyeberang ke Gili Trawangan, dan diajak keliling Mataram - Ampenan, sampai ke Pantai Senggigi. Selain Mba Ely, kami juga ditraktir dokter Helmanus Damanik. Dokter Hel menawariku untuk menginap di rumahnya next time aku dolan ke Mataram. :) tapi, belum sempat aku dan Ranz mengulang dolan kesana, dokter Hel sudah pindah ke Bali. :)
Perjalanan terpanjang, memberi kami pelajaran yang banyak, terutama untuk mengelola emosi.
Kisah ini beda dari kisah-kisah lain. Kali ini kami tidak hanya berdua, namun berenam! Selain aku dan Ranz, 4 bikepackers lain adalah Tami, Dwi, Hesti, dan Avitt. Kami berlima memulai perjalanan dari Semarang, naik KA Kalijaga, menuju Solo. Dari Solo, Ranz bergabung, berenam kami naik Prameks menuju Jogja.
Ini ceritanya, aku dan Ranz 'meracuni' empat perempuan lain untuk menjadi bikepackers. Hahahahah … Trust me, sepedaan jauh antar kota antar propinsi ini sungguh-sungguh exciting! Dan bikin sakaw kalau lama tidak kita lakukan. Hahahaha … eh, lupa, Tami sudah pernah kami ajak bersepeda Semarang - Magelang - Borobudur - Jogja - Klaten di awal 2015. plus bersepeda Semarang - Solo saat akan menghadiri jambore sepeda lipat nasional kelima yang diselenggarakan di Solo.
Di Tebing Breksi |
Di hari pertama sesampai Jogja, kami dolan ke Tamansari, kemudian ke alun-alun Kidul. Untuk pertama kali aku mencoba berjalan melewati dua pohon kembar, dengan mata ditutupi. Guess what? Dua kali aku mencoba, dua-duanya berhasil! Keesokan hari, kami menuju Timur, susur Selokan Mataram.
Aku yang candi lover membuat itinerary untuk mengunjungi candi-candi sementara susur Selokan Mataram. Mulai dari Candi Sambisari, Candi Sari, Candi Kalasan. Sorenya, Radit yang menjadi tuan rumah, menemani kami ke Situs Ratu Boko. Keesokan hari ke Candi Plaosan dan Candi Barong. Tempat 'baru' yang kami kunjungi kali ini adalah Tebing Breksi, yang waktu itu masih dalam proses pengerjaan menjadi satu destinasi wisata yang diandalkan untuk mendapatkan pendapatan daerah. Rencana mau mampir ke situs Sumberwatu a.k.a Resto Abhayagiri gagal karena saat kami lewat daerah situ, resto belum buka.
Dari Tebing Breksi, kami bersepeda ke stasiun Klaten. Kami naik Prameks ke Solo, keesokan hari baru kami naik KA Kalijaga kembali ke Semarang.
Yang beda dari kisah kali ini dari kisah-kisah di tahun sebelumnya adalah kami naik mountain bike, sementara sebelumnya kami melulu naik sepeda lipat. Sebelum memulai perjalanan, kami mengirim Cleopatra dan Orenj ke Sidoarjo terlebih dahulu, sebelum lebaran. Ternyata oh ternyata, enak lo naik sepeda beroda ukuran besar untuk menempuh perjalanan jauh, wkwkwkwkwk …
Ya kali ini, aku dan Ranz kembali menyusuri pantura. Cuma jika di tahun 2012 kami ke arah Timur, dari Semarang menuju Tuban, tahun 2017 ini kami bersepeda dari Sidoarjo menuju Semarang. Di kisah ini, we made one dream of ours come true: exploring Wisata Bahari Lamongan seharian. Memang tiap-tiap kita tidak akan pernah lupa karakter sebagai kanak-kanak ya. Lol. It was fun playing around WBL for the whole day.
Sidoarjo - Semarang berjarak sekitar 360 kilometer, kita bagi dalam 3 etape. Hari pertama Sidoarjo - WBL. Hari kedua full menjelajahi WBL. Hari ketiga WBL - Rembang. Hari terakhir Rembang - Semarang. Jika perjalanan Semarang - Tuban kami full mampir-mampir, kali ini Ranz enggan kuajak mampir-mampir karena ngejar waktu agar sampai di kota yang kami tuju sebelum maghrib. Galake pol bocah siji iki nek ngene. Wkwkwkwkwk …
Oh … how I miss biking from one city to another tiap kali lihat posko a.k.a rest area mudik!
PT 56 01/05/2022