Sebagai seseorang yang tidak bertangan dingin dalam berkebun, namun ingin membantu mengurangi polusi udara yang kian menggerogoti Bumi yang kita huni bersama, maka bersepeda ke tempat beraktifitas adalah satu langkah yang paling tepat, bagi saya.
Bersepeda semula hanyalah satu cara berolahraga yang lumayan menyenangkan bagi saya sekian puluh tahun yang lalu. Olahraga yang paling saya sukai sendiri sih berenang. Berkenalan dengan beberapa orang yang hobi bersepeda di tahun 2008 dan mereka memiliki keinginan untuk turut serta membantu pemerintah mengurangi ketergantungan pada konsumsi bahan bakar minyak selain juga membantu mengurangi polusi udara akhirnya membuat saya berpikir ulang: sepeda ternyata bukan melulu merupakan alat olahraga, sepeda juga bisa menjadi moda transportasi yang bisa diandalkan. Pada tanggal 26 Juni 2008 saya dan beberapa kawan bersama-sama membentuk Komunitas Bike to Work Semarang. Konsekuensinya? Ya saya harus mengaplikasikannya dalam kehidupan saya, meski tidak mesti setiap hari.
Awal Juli 2008 adalah titik mula saya mempraktekkan gaya hidup sehat -- tanpa polusi tanpa konsumsi bahan bakar minyak -- dengan naik sepeda ke tempat saya bekerja. Tentu ada kendala di awalnya; satu hal yang sekarang saya anggap sepele namun 14 tahun lalu itu membuat saya berpikir berkali-kali sebelum melakukannya: ja-im pada siswa-siswa saya. Mosok gurunya datang ke tempat bekerja naik sepeda? Hahahaha … Namun, seperti hal-hal lain, jika yang pertama kali telah kita lakukan, yang berikutnya menjadi mudah. Apalagi setelah saya memasang bike tag "BIKE TO WORK" di bawah sadel sepeda, saya pun mendadak merasa menjadi pahlawan lingkungan. Hahaha …
Kebetulan waktu itu jarak rumah ke kantor tempat saya bekerja di tahun itu dekat, hanya sekitar 2,5 kilometer, dengan trek datar, jadi sama sekali bukan masalah. Mulai bulan September 2008 saya bekerja di satu sekolah yang terletak di lereng bukit Gombel, jarak dari rumah kesana sekitar 8 kilometer, namun dengan tanjakan yang cukup bikin nyali ciut, apalagi saya waktu itu masih newbie, belum berani nanjak.
Satu tahun kemudian saya baru berani bersepeda ke tempat saya bekerja yang terletak di lereng bukit Gombel itu. Mengapa saya nekad tetap bersepeda kesana? Toh, meski saya mendaku sebagai seorang bike-to-worker, saya tidak wajib melakukannya. Alasan saya dua: pertama, penasaran apakah saya mampu tetap bersepeda ke tempat kerja meski lokasi bekerja saya jauh dan saya harus 'ngoyo' nanjak beberapa bukit sebelum sampai lokasi. Kedua: saya benar-benar ingin mempraktekkan hal yang membuat saya tetap mengurangi polusi udara dan ketergantungan pada BBM. Awalnya sih sebulan sekali saya bersepeda ke lereng bukit Gombel ini. (Di tempat bekerja saya yang satunya, saya tetap berangkat naik sepeda. Waktu itu ada jeda 2 jam bagi saya untuk pulang ke rumah dulu dari Gombel baru berangkat ke tempat bekerja saya yang satunya.) setelah saya lancar bersepeda di tanjakan, saya bersepeda ke lereng bukit Gombel minimal seminggu sekali, kadang tiga kali seminggu. FYI, untuk bersepeda kesini saya harus berangkat dari rumah pukul lima pagi, karena saya butuh kurang lebih 45 menit perjalanan, kemudian 15 menit untuk mandi di kantor dan ganti baju, sarapan, dan memulai bekerja pukul 07.00. :)
---------
Sekitar tahun 2015 Bike to Work Indonesia melakukan 'redefinisi' istilah 'bike to work' tidak hanya sebagai bersepeda ke tempat bekerja, namun meluas sebagai bersepeda ke tempat beraktifitas. Apa pun dan dimana pun kita melakukan aktifitas, jika kita berangkat dan pulang naik sepeda, kita bisa dikategorikan sebagai pelaku bike to work. Misal, kita bersepeda untuk pergi belanja ke pasar, beli makan di warung, pergi ke toko buku, ke apotik, hingga mungkin mengurus perpanjangan STNK/ SIM, dll. Maka, ketika pandemi covid 19 melanda dunia, dimana banyak orang 'terpaksa' work from home, orang tetap bisa mengklaim diri sebagai praktisi bike to work saat mereka tetap menggunakan sepeda sebagai moda transportasi. Ini saya banget.
Tentu saja jika yang melakukan 'bike to work' ini hanya satu dua orang saja di satu area, pengurangan polusi maupun konsumsi BBM tidak akan begitu terasa. Bumi akan tetap kian rusak dengan polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor yang tak pernah berhenti melaju di jalanan. Butuh kerja sama jutaan orang di dunia untuk meninggalkan kendaraan bermotor mereka agar Bumi tak lagi nelangsa dipenuhi karbon dioksida sepanjang hari/tahun.
So, jika berkebun bukanlah passionmu, bergabunglah bersama saya menjadi praktisi bike to work, demi kualitas udara agar lebih baik.
PT56 10.10 2 Juli 2022