Akhirnya impianku untuk nggowes di Jogja (lagi) pun kesampaian! It is so hilariously exciting!
(special thanks buat Cipluk yang telah ngompori aku untuk ikut menghadiri ‘gathering’ korwil b2w DIY dan Jateng)
Sabtu 15 Januari 2011
Menjelang
pukul 06.00 pagi aku telah sampai di stasiun Pontjol dengan
mengendarai ‘Snow White’ (nama yang ‘diberikan’ oleh Cipluk untuk
‘seli’ yang dibelikan oleh kakak laki-lakiku satu-satunya untuk
adik-adiknya plus keponakannya yang semua perempuan). Sesampai di loket
penjualan karcis, Wahyu memanggil namaku. Ah ... aku langsung merasa
lega tatkala mendapati dua makhluk yang tak asing lagi – Wahyu dan Riu –
di dekatku, plus aku yakin tentu mereka memiliki tujuan yang sama:
JOGJA.
Namun
ternyata aku tidak jadi berangkat ke Jogja bersama mereka berdua:
mereka ditolak menaiki kereta Banyubiru karena mereka membawa ‘fixie’
dan bukan seli. :( untung tak lama kemudian Cipluk datang dan langsung
menemukanku duduk di sebuah gerbong. (FYI, bagi yang masih asing dengan
kereta api Banyubiru, para penumpang bebas mau duduk di mana karena di
karcis tidak tertera nomor tempat duduk. Tempat duduk berupa ‘bangku’
panjang di sebelah kiri dan kanan, saling berhadapan. Di tengah berupa
‘space’ tempat orang berjalan lalu lalang. Aku bisa bebas ‘mendudukkan’
Snow White tepat di depanku.)
dalam gerbong kereta Banyubiru
Ini
adalah pengalaman pertama bagiku berangkat ke Jogja naik kereta api.
Zaman kuliah di UGM dulu selalu aku naik bus untuk pulang pergi. Kereta
berhenti di beberapa stasiun yang bernama asing bagiku; misal
‘Gambringan’, ‘Salem’ (wah, langsung teringat nama kota di novel
‘Scarlet Letter’ gubahan Nathaniel Hawthorne) dll. Sama sekali tidak
memberiku gambaran kereta sampai di kota mana. (Bandingkan dengan jika
naik bus keSolo, dari Semarang kita akan melewati Ungaran, Salatiga,
Boyolali, Kartasura.)
Di
tiap stasiun tempat kereta berhenti untuk menaikkan maupun menurunkan
penumpang, banyak perempuan penjual ‘pecel’ yang naik ke kereta untuk
menjajakan dagangannya. (Peristiwa ini mengingatkanku pada puisi
Hartoyo Andangjaya yang berjudul “Perempuan-Perempuan Perkasa”.) Cipluk
yang ternyata belum sempat sarapan – karena berangkat dari Kudus pukul
04.30 – membeli dua ‘pincuk’ pecel: satu buatnya dan satu buatku.
(Thanks sweetie. )
Cipluk
‘terpaksa’ turun di stasiun Purwosari Solo karena dia harus mengambil
sepedanya ke rumah Ranz terlebih dahulu, sehingga aku melanjutkan
perjalanan ke Jogja sendirian. (Aku udah keburu beli karcis Semarang –
Jogja.) Sesampai di stasiun Tugu, dekat Malioboro Jogja, aku turun,
‘memasang’ seli yang sewaktu di stasiun Pontjol dilipat oleh Riu (call
me a ‘procrastinator’ to practice to fold and unfold the bike by myself,
LOL), kemudian ... nggowes! So exciting! Feel like coming home!
Sempet
bingung aku mau kemana. Aku ga yakin Cipluk bakal nyampe jam berapa.
Juga Wahyu dan Riu bakal turun di Maliobor sebelah mana, jam berapa. Itu
sebab aku langsung nggowes menuju Jakal km 7,8 tempat sobatku mukim.
Namun, belum juga sampai di masjid Syuhada, Kotabaru, aku mendapatkan
sms dari Ranz yang sedang berada di Surabaya untuk menunggu kedatangan
Cipluk, Wahyu, dan Riu di Malioboro. Aku balik lagi ke Malioboro.
Nongkrong di salah satu bangku yang disediakan pemerintah Jogja di jalan
yang paling terkenal di Indonesia itu, aku sms Riu mengabari bahwa aku
berada di Malioboro, menunggunya. Akan tetapi belum sampai aku
mendapatkan balasan dari Riu, hapeku mati: low bat.
Bingung what to do dan bagaimana aku bisa terhubung dengan Riu, Wahyu,
maupun Cipluk, tanpa pikir panjang aku langsung nggowes ke Jakal km
7,8: aku harus ngecharge hape!
Siang
itu matahari bersinar sangat terik di Jogja. Aku sampai di rumah
sobatku, Detta, sekitar pukul 12.15, wet due to sweat. LOL. Disuguhi
sirup jeruk yang dingin nikmat, sembari ngadem di dalam rumahnya, cukup
membuatku malas berangkat lagi ke Balaikota tempat diselenggarakan
‘gathering b2w’. LOL.
Setelah
mandi, makan siang, pukul 14.15 aku (akhirnya) berangkat nggowes ke
Jalan Kusumanegara dengan sedikit petunjuk dari Detta, dari ‘Galeria’
yang terletak di Jalan Solo, lurus saja menuju Selatan. Perjalanan
sempat terhenti sejenak karena perubahan cuaca yang ekstrim, dari panas
ke hujan deras plus disertai angin kencang. Aku juga sempat masuk
Bulaksumur – for old time’s sake – dan terheran-heran dengan adanya pos
satpam di tiap ruas jalan masuk. (UGM no longer belongs to public? No
longer welcome anybody who wants to pass by? L) Namun mungkin karena aku
naik sepeda, satpam tidak menghentikanku untuk masuk kawasan
Bulaksumur, untuk diinterogasi, misalnya, atau pun bayar retribusi. (Kok
jadi kayak jalan tol?) Aku sempat muter ke Fakultas Ilmu Budaya (yang
di zaman aku kuliah S1 namanya “Fakultas Sastra”), namun ga sampai
masuk ke daerah Balairung, Gedung Pusat.
Dari
UGM, aku melanjutkan perjalanan ke jalan Kusumanegara, kugenjot pedal
Snow White dengan santai, karena toh meski acara gathering sudah
dimulai, Riu dan Wahyu sudah ada di lokasi acara, mereka bisa diminta
untuk laporan apa saja yang diperbincangkan. Saking semangatnya nggowes
(atau juga saking malesnya mau nanya orang dimana Balaikota terletak
LOL), aku sampai di Gembira Loka. Ck ck ck ... zaman kuliah S1 dulu
rasanya Gembira Loka letaknya jauuuuuuhhhh banget dari kosku di Jakal
km 5. Lha kok sekarang aku nyampe sana naik sepeda! ~ lebay mode on ~
Setelah
bertanya dengan seorang penjual buah di pinggir jalan letak Balaikota,
yang menjawab dengan sangat ramah, aku sampai juga di tempat
diselenggarakannya ‘gathering b2w’. :-P
Aku
bayangkan acara gathering akan selesai sekitar pukul 19.00 atau 20.00
karena tentu teman-teman ingin ber-night ride menikmati Jogja malam
hari. Aku bayangkan setelah ngikut night ride, aku masih akan sempat
nggowes balik lagi ke Jakal km 7,8 karena tas berisi baju kutinggal di
rumah Detta. (Maklum, aku tidak tahu ‘rundown’ acara.) Namun ternyata
tak kunjung usai sampai menjelang pukul 22.00. Dan ternyata pula mataku
tak bisa kuajak kompromi. Sempet ciut hatiku membayangkan harus
nggowes sendirian sampai rumah Detta dari Balaikota, di malam hari,
(aku YAKIN orang-orang Jogja bukan kriminal, namun para new comers
nya?) Dari Balaikota mau langsung ke hotel Gedong Kuning, tempat
menginap para peserta gathering, namun ternyata seusai acara,
teman-teman mau NR. Dengkul dan kakiku masih bisa diajak nggowes, namun
mataku tidak bisa melek. LOL. Untunglah Darmawan menawari tumpangan.
Kebetulan dia memang harus pulang ke rumah mertua yang letaknya tidak
jauh dari rumah Detta.
Sampai
di rumah Detta menjelang pukul 23.00 kalau tidak salah. Melihat
mataku yang sudah 5 watt, dia pun menyuruhku langsung masuk kamar dan
tidur. I slept like a log. LOL.
Minggu 16 Januari 2011
Sekitar
pukul 04.00 aku mendengar air hujan yang menggedor-gedor atap rumah.
Waduh, acara nggowes keliling kota jadi ga ya? Hawa dingin menyurutkanku
untuk segera nggowes ke Gedong Kuning untuk paling tidak meninggalkan
rumah Detta pukul 05.30. Dalam keadaan gerimis halus, aku pergi pukul
05.50, terlambat 20 menit dari rencanaku sendiri. Untung gerimis ga
berlangsung lama.
Sempat
sms Riu dan Cipluk untuk ngabari bahwa aku berniat ikut nggowes
keliling kota agar tidak ditinggal rombongan, aku sempat juga berpikir
untuk nggowes sendirian aja, menyusuri jalan-jalan yang kukenal. Split
into two, aku pun menggenjot pedal dengan amat santai. (bless me! LOL.)
Jawaban
yang kudapat Riu menyarankanku untuk langsung ke arah Pakualaman, jadi
ga perlu ke Gedong Kuning. (kalau tahu akhirnya mereka
befoto-narsis-ria di jembatan dekat daerah Terban – aku ga tahu nama
jalannya, tapi lanjutan Jalan Solo menuju Barat, sebelum sampai Tugu,
konon km 0 Jogja – dari arah Jakal aku langsung kesono saja, dengan
resiko menggendong backpack sepanjang nggowes keliling kota.) Namun
kenyataanya aku sampai juga di hotel Gedong Kuning, menitipkan
backpack, kemudian nggowes ‘mengejar’ rombongan. Setelah aku melewati
Balaikota dan Taman Makam Pahlawan, Riu ‘menjemputku’ untuk kemudian
bergabung dengan teman-teman dari Semarang dan Cipluk, plus satu
penunjuk jalan (atau yang bisa kita sebut sebagai ‘marshall’)
Selama
mengikuti gowes bareng ini, aku ingat waktu gowes bareng beberapa
teman pada tanggal 30 November 2008 dimana kita semua merasa satu padu,
aku tidak merasa berada di antara orang-orang asing. Ketika salah satu
menyarankan untuk berhenti disatu tempat, semua berhenti dengan riang
gembira. Tidak ada peristiwa, misal, ketika beberapa gelintir orang
butuh berhenti untuk sarapan, mereka berhenti, yang lain silakan
menlanjutkan perjalanan. Lah, orang asing sepertiku kan jadi bingung
mau ngikut yang mana. (Mungkin karena aku ga ikut sejak awal perjalanan
jadi tidak tahu bagaimana aturan mainnya.) Tapi, kalau pun aku jadi
‘hilang terlantar’ aku yakin bisa menemukan jalan Gedong Kuning, untuk
mengambil backpack, dan melanjutkan melakukan apa pun yang harus
kulakukan. (Orang-orang ‘asli’ Jogja – alias bukan pendatang –
benar-benar ramah memberikan penunjuk jalan. Pengalaman waktu mencari
hotel Gedong Kuning, aku bertanya pada seseorang yang dari logatnya
tatkala menjawab pertanyaanku aku simpulkan dia bukan orang Jogja. Dia
cukup ramah, namun memberiku arah yang salah. LOL.)
Rombongan
tiba kembali di hotel sekitar pukul 10.30. Bersih-bersih diri,
packing, istirahat sejenak, makan siang, dan kita semua meninggalkan
hotel sekitar pukul 12.15. Riu menyarankanku untuk naik Joglosemar,
meski aku pengen naik kereta lagi. Dan berhubung Cipluk memutuskan naik
bus patas yang akan langsung membawanya ke Kudus, aku pun setuju naik
bus. Aku dan Cipluk nggowes berdua di siang yang terik dari Gedong
Kuning menuju terminal Jombor, selama kurang lebih1 jam. (Her two
buddies from Kudus HEARTLESSLY left her because they took Trans Jogja
bus to Jombor while she could not take a bus because she was riding
fixie and not folding bike. DO YOU BELIEVE THAT???)
Kita
berdua sampai di Jombor sekitar pukul 13.30. Setelah Cipluk beli tiket
bus yang berangkat pukul 14.15, dia mengantarku ke tempat
pemberangkatan bus Joglosemar yang terletak tak jauh dari Jombor. Aku
mendapatkan tiket bus yang berangkat pada jam yang sama. Kemudian
Cipluk langsung kembali ke terminal Jombor karena dia harus melepas ban
sepeda fixienya agar bisa dimasukkan ke dalam bagasi bus. (wahh ...
aku harus belajar darinya masalah melepas dan memasang ban nih, agar
aku pun bisa mengajak si Orange jalan-jalan, tanpa merepotkan
teman-teman. Kalau pergi dengan teman-teman b2w Semarang seperti
Darmawan, Zacky, Eka, Nasir dll tentu aku tinggal menemani dan menonton
mereka melepas dan memasang ban, LOL.)
Demikianlah ‘oleh-oleh’ perjalanan ‘dinas’ mengikuti gathering b2w DIY dan Jateng di Jogja.
Nana Podungge
GL7 11.15 17.01.11