Day
4 Senin 26 Desember 2016 ~ City tour de Cirebon
Goa Sunyaragi yang amazing! |
sebelum berangkat city tour |
Tujuan pertama
adalah nasi jamblang Ibu Nur yang terletak tak jauh dari apotik Kejaksan. Mungkin
karena tanggal 26 Desember ini termasuk hari cuti bersama, banyak orang
‘menyerbu’ rumah makan Ibu Nur. Kita terpaksa mengantri sampai di luar pintu.
:D dan ... kembali kaos (baru) kita yang bertuliskan “velo girls Semarang tour
de Cirebon” menarik perhatian orang. Beberapa orang menyapa, “Dari Semarang ya
Mbak? Gowes terus dari Semarang ke Cirebon? Butuh waktu berapa hari?”
Sekitar pukul 10
pagi kita meninggalkan lokasi kita sarapan. Berdasarkan peta yang dipelajari
oleh Ranz (via google map), destinasi pertama yang kita tuju adalah Keraton
Kasepuhan. Ini adalah kunjungan pertamaku ke keraton ini, meski Cirebon telah
kukunjungi beberapa kali, semenjak kakakku pindah kesana. :D
Pagi itu keraton
cukup ramai. Menurut salah satu ‘guide liar’ yang mengikuti kita, sehari
sebelumnya keraton benar-benar ramai karena yang berkunjung berbus-bus. Menurut
guide tersebut, keraton ini dikelola sendiri oleh Sultan Cirebon. Untuk pemeliharaan
keraton, keluarga kerajaan kesultanan Cirebon mengandalkan dari tiket masuk
para pengunjung yang datang. Harga tiket Rp. 20.000,00 per orang.
Ada tiga lokasi
yang kita kunjungi dalam keraton. Yang pertama adalah museum kereta
Singabarong. Disini dipamerkan dua kereta. Yang pertama, dipamerkan di ruang
utama adalah kereta asli yang pernah dinaiki oleh Sunan Gunung Jati. Dibuat
pada abad ke-16. Yang kedua, berupa duplikat, dipamerkan di ruang belakang
ruang utama. Kereta duplikat ini dibuat di abad 20. Saat ada ada kerajaan –
misal kirab 1 Muharram – kereta duplikat inilah yang digunakan. Berdasarkan
ornamen kereta yang ada, kita bisa menyimpulkan bahwa ada asimilasi kultur
Hindu, China, dan Arab/Islam. Tidak jauh beda dengan warak sebagai ikon kota
Semarang. J
Dari museum
kereta, kita berjalan ke arah gedung utama dimana keluarga Sultan Cirebon
bermukim. Namun tentu saja kita tidak bisa masuk ke bagian dalam. Kita hanya
bisa melongok-longok. J
Dari gedung utama,
kita masuk ke museum tempat penyimpanan benda-benda peninggalan kesultanan dari
sekian abad yang lalu.
Kita keluar
keraton sekitar pukul 12.00. Siang itu cuaca Cirebon sangat cerah, mendekati
panas. LOL. Karena kehausan, kita tidak langsung melanjutkan perjalanan, namun
kita mampir dulu di satu warung yang berjualan minuman di depan keraton. Untuk
ngemil, Ranz dll membeli tahu gejrot dan seblak.
Lebih dari pukul
13.00 kita melanjutkan perjalanan ke terminal bus. Saatnya hunting tiket bus
untuk pulang ke Semarang. Kita juga harus memastikan bahwa bus mau menampung
lima sepeda lipat. Namun sayangnya pulangnya kita masih belum yakin apakah bus
yang akan kita tumpangi bersedia sekalian mengangkut lima sepeda lipat
sekaligus. Kata si penjual tiket, “tergantung kondektur busnya besok bersedia
atau tidak.” Hadeeehhh ...
(Mengapa naik bus?
Bukan kereta api? Karena tiket KA ekonomi sudah sold out. Hanya ada tiket KA
kelas bisnis dan Ranz kurang yakin apakah KA bisnis bersedia membawa sepeda
lipat 5 sekaligus. Hhhhhh ...)
Siang itu
benar-benar panas. Wew. Untungnya lokasi Goa Sunyaragi – destinasi wisata
berikutnya yang kita kunjungi – terletak tak jauh dari terminal. Kurang dari 15
menit kita meninggalkan terminal, kita telah sampai di destinasi wisata yang
juga disebut “Tamansari Sunyaragi”.
Cuaca panas
membuat kita benar-benar kehausan. Maka sebelum masuk kawasan wisata Goa
Sunyaragi, kita mampir di satu warung – di antara sekian warung -- yang
terletak di dekat tempat parkir. Kita ingin minum es teh. Sayangnya, ternyata
warung-warung itu tidak punya persediaan air teh yang telah siap diminum. Anak
si penjual “membuatkan” teh terlebih dahulu dengan teh celup. Sayangnya air
hangatnya hanya sedikit, dan teh belum beneran jadi, sudah dicampur dengan air
yang tidak panas, plus diberi es. L gagallah rasa tehnya. Hadeeeh.
Kekecewaan rasa
teh yang gagal itu ditebus dengan ajaibnya kawasan yang disebut “Goa Sunyaragi”
itu. Bentuknya yang nampaknya terbuat dari batu-batu karang bertumpuk-tumpuk
itu sungguh menarik. Bentuk keseluruhannya mengingatkanku pada Situs Ratu Boko.
Mungkin dulunya, sekian abad lalu, di kawasan ini berdiri keraton.
Kita tidak menyewa
jasa seorang tour guide disini sehingga kita tidak begitu tahu sejarahnya. Memang
sengaja kita tidak merasa perlu tahu, agar bisa leluasa menikmati panorama
indahnya dengan berfoto-foto. J
Menjelang pukul
empat sore, tubuh sudah terasa cukup lelah, kita memutuskan untuk mengakhiri
‘penjelajahan’. Kita keluar lokasi wisata ketika ada sekian puluh orang sedang
berlatih menari di panggung utama. Ketika bersepeda mengitari lokasi dari luar
untuk pulang ke arah Tangkil, kita baru sadar bahwa kita kurang menjelajah ke
bagian-bagian pinggir (terlihat dari balik pagar.) :D Ya sudah gapapa, biar ada alasan untuk
kembali lagi next time. :D
On the way, kita
mampir ke satu minimarket untuk membeli minum. Hesti membeli cilok dari seorang
penjual yang kebetulan lewat. J
Kita sampai di
rumah kakakku jelang pukul setengah enam. Saatnya beristirahat dan packing. J sekitar pukul setengah tujuh, aku dan Ranz
keluar untuk membeli nasgor dan kwetiau untuk makan malam kita. Kita makan
bareng di teras rumah sambil ngobrol rame banget. Kita masuk rumah jam sembilan
malam, kemudian antri mandi satu-satu.
to be continued :)
to be continued :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.