Di ujung jalan Pierre Tendean jelang masuk jalan Pemuda, aku melihat 3 anak-anak naik 'sepeda roda empat', bukan seperti sepeda yang dipunyai kakakku, tapi hasil modif anak-anak itu sendiri, katanya. :) karena tertarik, aku benar-benar mengayuh pedal Austin sangat pelan untuk menjajari anak-anak itu. Tak lama kemudian ada seorang laki-laki (mungkin) berusia enampuluhan tahun menyapaku, mengajak sepedaan bareng. Sepeda yang dinaikinya lumayan, heist 5.0. Bisa buat ngebut nih. :) Karena ga enak menolak, aku menerima ajakannya.
kebetulan pas langitnya bagus :) |
Kita pun menyusuri jalan Pemuda sampai di depan hotel Dibyapuri, kemudian langsung balik kanan. Si Om mengajakku sepedaan ke Simpanglima. Dia memandang Austin sambil berkata, "Sekarang sepeda seperti ini sedang ngetren ya?" Wah ... aku malah baru 'ngeh' kalau sepeda lipat sedang ngetren sekarang. :) Lebih lanjut, dia bilang, "Banyak teman saya yang membeli sepeda lipat akhir-akhir ini. Saya sih tidak mau karena merasa tidak cocok. Saya pernah mencobanya, rasanya pelaaaan sekali dan berat." Aku hanya manggut-manggut. (Memang begitu lah yang kurasakan jika habis membiasakan diri naik Cleopatra selama, let's say, 3 minggu berturut-turut.)
Dalam perjalanan menuju Simpanglima, si Om bercerita pernah bersepeda Semarang - Cirebon, selama 5 hari, bersama 20 orang pesepeda lain. "Naik sepeda ini Om?" tanyaku. Jawabnya, "Tidak ... wah ...kalau naik ini lama nyampenya, saya naik sepeda balap. Kawan-kawan saya yang lain juga naik sepeda yang sama jenisnya."
"Pulangnya gimana Om?" tanyaku.
"Pulangnya naik kereta api." jawabnya.
"Sepeda juga naik kereta api kah?" tanyaku, ingin tahu.
"Tidak ... sepeda naik mobil pickup. Mobil pickup ini memang telah mendampingi kita sejak berangkat dari Semarang." jelasnya.
Kemudian si Om juga cerita pernah bersepeda di Bali. Karena aku pernah bersepeda dari Gilimanuk ke Denpasar, aku tahu treknya yang lumayan menantang, full rolling, meski tanjakannya ga tinggi-tinggi amat. (aku anggap tinggi jika tingginya sampai lebih dari 1000 mdpl). maka aku berkomentar, "Wah .. Gilimanuk - Denpasar lumayan tuh treknya!" Si Om menjawab, "Ga berat lah treknya." Aku tertegun. LOL. Tapi, kemudian aku ingat, waktu itu aku naik Austin dan bawa pannier, si Om pasti naik sepeda balap, tanpa pannier. Ya ga berat dong kalo begitu. LOL. Dengan sopan, aku bilang, "Ga berat ya Om ... jika naik sepeda balap." Tapi, kemudian si Om bilang, "Tapi sampai di satu kota mana itu, saya ga kuat, saya loading sampai kota tujuan." Oooooo ... :) Sayangnya waktu kutanya, di Bali bersepeda kemana saja, si Om ga tahu. Dia rupanya hanya 'ngikut' kawan-kawannya. :)
Sesampai di Simpanglima kita sempat muter dua kali. Kemudian si Om mengajakku lewat Sriwijaya. Aku mengiyakan. (Sebelum itu, dia 'wanti-wanti' ke aku agar berani mencoba bersepeda di tanjakan. Kalau dari Pahlawan menuju Sriwijaya kan lumayan nanjak tuh.) Sesampai di jalan Sriwijaya, melewati 'gundukan' di depan Wonderia, si Om menjajariku (sebelumnya di belakangku) sambil bilang, "Wah ... Mbak Nana kayaknya sudah biasa nanjak nih. Tadi di tanjakan ga nampak ngos-ngosan, ga nampak kepayahan."
Akhirnya, aku pun 'buka kartu'. LOL. "Sekian tahun yang lalu, saya mengantor di Gombel Om. Waktu itu, saya usahakan sekitar dua sampai tiga kali bersepeda ke kantor."
Tapi aku ga cerita banyak kok. Ceritaku berhenti disitu saja. :)
Anyway, thanks for accompanying me to go biking, sir.
IB 18.52 19062017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.