Pertama kali aku ke Candi Ngempon yang terletak di desa Ngempon,
Karangjati Kabupaten Semarang dengan naik sepeda di bulan Desember 2012. Bersama
Andra dan Ranz, kita bertiga naik sepeda lipat. Waktu itu BRT a.k.a bus Trans
Semarang masih membolehkan penumpang membawa sepeda lipat, jika memang kondisi
bus memungkinkah alias sepi. Untuk mengirit waktu dan tenaga, kita naik BRT
sampai terminal Sisemut Ungaran. Dari sana, kita mulai bersepeda.
Sekitar awal tahun 2016 (atau tahun 2015 ya), beberapa
rekan pesepeda woro-woro bersepeda kesini. Aku ga (tertarik) ikut karena
kebanyakan yang ikut laki-laki (eh, bukannya di tiap event sepedaan, perempuan
sering menjadi minoritas yak? LOL). Khawatir jika terlalu lelet, malah mereka
ga asyik gowesnya. J
Entah mulai kapan aku punya keinginan gowes ke Candi Ngempon
naik Cleopatra, aku sendiri sudah lupa. Dan ... out of the blue, aku
merealisasikannya hari Jumat 2 Juni 2017.
Sebenarnya pagi itu aku rada aras-arasen, tapi aku memang merasa
butuh bersepeda, untuk melatih diri demi persiapan turing rame-rame. (Kalo
hanya berdua dengan Ranz sih, nyante. LOL.) Semula, aku hanya ingin menambah
kilometer di sportstracker, yahhh ... 20 kilometer pun sudah bagus.
Meninggalkan kawasan Pusponjolo, aku belok ke arah Jl. Simongan,
lanjut ke Kaligarang. Di ujung Kaligarang, kebetulan traffic light sedang
merah, aku malas berhenti, maka aku belok ke arah kiri. Entah mengapa – aku
hanya mengikuti arah Cleopatra membelok – tak lama kemudian aku belok kanan,
nanjak menuju Bergota. Sesampai Jl. Kyai Saleh, aku belok kanan, belok lagi ke
arah Jl. Menteri Supeno. Sesampai Jl. Pahlawan, aku menuju Siranda. Nanjak
Siranda, aku mulai mendapatkan ‘feeling’ yang baik, aku mau nanjak Gombel kalo
gitu, kemudian turun lewat Sigar Bencah.
Selepas Gombel – sempat berhenti sekali untuk memotret Cleopatra
dengan latar belakang Tugu Taman Tabanas ... ini bukan modus ga kuat lho
yaaa – mendadak aku ingat keinginanku menyambangi Vihara Buddhagaya lagi,
setelah lebih dari setahun aku tidak kesana. Akhirnya, aku tidak jadi belok ke
Tembalang waktu melewati patung Pangeran Diponegoro, aku terus ke arah Pudak
Payung.
Sesampai vihara, ternyata pintu gerbang masuk vihara tutup. Duh.
Aku ingat sekitar 4 tahun lalu aku nyampe sini juga pagi hari, sekitar jam 7,
tapi, aku sudah bisa masuk. Akhirnya aku hanya memotret Cleopatra di luar pintu
gerbang. Pikir-pikir lagi, apakah aku mau langsung balik turun ke arah
Tembalang, untuk menuju Sigar Bencah. Ternyata, aku malah justru melanjutkan
perjalanan menuju Ungaran.
Di Ungaran aku berhenti di satu warung untuk sarapan. Si empunya
warung ternyata masih mengenali wajahku. Waktu aku membayar, kebetulan ada
seorang pemilik toko sepeda yang juga sedang membayar, si empunya warung
langsung ‘promosi’, “Om ... si Mbak ini kuat lho ... dia bisa bersepeda ke
Jogja!!” Owh ...
Setelah keluar dari warung, aku berpikir-pikir lagi, akan
langsung pulang ke Semarang atau kemana. Mendadak aku ingat keinginan untuk
mengunjungi Candi Ngempon lagi. hmmm ... Bagaimana ya? Sudah lumayan dekat sih,
paling tinggal 10 km lagi, tapi ...
Rencana itu (hampir) kugagalkan. Aku ke alun-alun Bung Karno
saja deh, memotret Cleopatra dengan latar belakang tulisan U N G A R A N.
Namun, ternyata, aku lupa jalan menuju sana (jalan yang kulewati bersama Dwi
dan Ranz beberapa bulan lalu). :D Aku malah balik ke jalan raya. Aku
pelan-pelan mengayuh pedal Cleopatra, mencari jalan lain yang menuju alun-alun.
Namun, aku tidak menemukannya. Ya sudah, aku lanjut saja. Aku mampir di pom
bensin Lemah Abang untuk mampir ke toilet dan membeli air mineral. Air di bidon
tinggal seperempat. Kemudian lanjut sampai pasar Karangjati. Setelah melewati
Polsek Bergas, aku belok kiri.
Sempat ragu-ragu arah yang kutuju, aku bertanya pada seseorang
yang berdiri di dekat pom bensin jalan menuju Pringapus itu. Dia menunjukkan
jalan masuk di seberang pom bensin, lurus, sampai bertemu sebuah masjid, belok
kiri. Luruuuus ... sampai bertemu satu pabrik, belok kanan. Aku mengikuti
petunjuk itu. Setelah sempat bertanya ke orang lain lagi di jalan kampung yang
kulewati, akhirnya aku sampai di gapura yang bertuliskan “Candi Ngempon”. Waaaa
... aku nyampeee!
Setelah memotret Cleopatra, aku memasuki jalan setapak yang
dipenuhi lumut. Baru 2 meter mengayuh pedal Cleopatra, ban Cleopatra terpeleset
lumut yang licin, aku pun jatuh terpelanting. Aku sempat menyadari bahwa aku
akan jatuh, maka aku berusaha sedemikian rupa agar jatuhku tidak terlalu keras.
(ini karena aku tidak ngebut waktu gowes.) Aku merasa baik-baik saja. Demi
keselamatan, akhirnya aku memilih menuntun Cleopatra saja menuruni jalan
setapak itu, hingga sampai Candi Ngempon.
Aku membawa Cleopatra ke dalam kawasan candi. Sempat dua kali
memotret Cleopatra, ketika ada seseorang – dia sedang merapikan rumput yang
mulai ditanam di kawasan dalam candi – menegurku, memintaku membawa Cleopatra
keluar dan memarkirnya di luar. Aku mengiyakan. Saat itu aku baru menyadari,
rantai Cleopatra lepas. Berusaha membetulkannya sendiri adalah upaya pertamaku.
Ternyata gagal. L Aku
terpaksa meminta tolong si Bapak yang tadi menegurku. Dengan baik hati, dia
membetulkan rantai Cleopatra. Alhamdulillah. Rantai sudah bisa berputar.
Aku keluar dari kawasan Candi, menuju petirtaan Derekan. Aku
mampir ke warung disana, minum es teh.
Tidak lama aku disitu, aku memutuskan melanjutkan perjalanan.
Memandang jalan yang kulewati waktu datang, ah ... males lewat situ, aku
putuskan untuk lewat jalan yang di bulan Desember 2012 lalu juga kulewati
bersama Ranz dan Andra. Lebih jauh dan nanjak tinggi, namun jalannya lebih
‘manusiawi’. LOL.
Setelah menuntun melewati pematang sawah, sesampai di jalan yang
aku yakin aku bisa menaiki Cleopatra, aku naik. Beberapa kayuhan, trek mulai
nanjak, aku memindah gear. Mendadak, rantai lepas lagi, untung aku bisa
menguasai keseimbangan sehingga tidak jatuh.
Mengingat jalan yang akan kulewati sangat eksotis, perbukitan,
dan lebih jauh, akhirnya aku kembali ke arah datang. Gapapa deh harus melewati
trek sempit yang licin itu, asal lebih pendek. J Aku
menuntun Cleopatra, mungkin kurang lebih sampai 2 kilometer, sampai keluar di
jalan raya yang menghubungkan Karangjati – Pringapus. Di satu tambal ban, aku
berhenti, meminta tolong si Bapak untuk membetulkan rantai. Disitu baru ngeh
kalau ternyata yang menyebabkan rantai bermasalah adalah RD yang patah. Waw ...
jatuhku tadi seperti apa ya? Hhhhh ...
Si Bapak mau membantu, bersedia membelikan RD di satu toko
sepeda di daerah Pringapus. Namun, ternyata dia tidak punya kunci L yang pas
untuk melepas dan memasang RD. L Terpaksa,
aku melanjutkan perjalanan, jalan kaki, sambil menuntun Cleopatra. Sepanjang
jalan yang kulewati, semua bengkel (sepeda motor) tutup, mungkin karena sedang
jam shalat Jumat.
Di jalan raya, aku melewati bengkel AHASS, iseng, aku mampir. Si
mekanik yang baru datang dari shalat Jumat, langsung bilang, “Ga bisa Mbak ...”
waktu kutanya apakah dia bisa membetulkan RD Cleopatra yang patah. L Dengan tetap penuh semangat, aku terus menuntun
Cleopatra, hingga melewati pom bensin Lemah Abang.
my savior! |
Mungkin, aku telah menuntun Cleopatra sejauh 6 kilometer, ketika
aku melihat sebuah kios tambal ban. Si Bapak empunya kios dengan baik hati
mencoba membetulkan RD yang patah itu. Aku sendiri sebenarnya sudah patah hati,
dan pasrah akan menuntunnya sampai alun-alun (lama) Ungaran. Tak jauh dari situ
ada toko sepeda, milik si Om yang kutemui di warung makan paginya. Tentu dia
punya RD dong.
Lewat whatsapp, Ranz menyarankan untuk bilang ke si Bapak agar
melepas RD saja, dan memasang rantai tanpa RD, hingga Cleopatra berfungsi
single speed. Waktu aku akan bilang begitu ke si Bapak, ternyata dia sudah
berhasil “mengakali” RD agar rantai bisa berputar untuk sementara. RD yang
patah itu dia ‘sambung’ dengan paku! Brilliant!
I WAS SAVED!
Si Bapak yang baik hati itu menolak kubayar dengan alasan dia tidak membuka bengkel sepeda. Mungkin dia kasihan
melihat emak-emak kurang kerjaan nyepeda sendirian, mau menuju Semarang. LOL.
Alhamdulillah yaaahhh J Semoga
Bapak murah rejeki dan panjang umur yaaa.
Secara pelan namun pasti, aku mengayuh pedal Cleopatra kembali.
Awalnya, sempat was-was, jangan-jangan RD nanti patah lagi. Setelah lewat 3 – 4
kilometer, Cleopatra baik-baik saja kunaiki, aku memutuskan untuk langsung
turun ke Semarang, tidak perlu mampir ke toko sepeda yang terletak di Ungaran. FYI,
sepanjang perjalanan menuju Semarang, aku tidak berani mengganti gear.
Pukul 14.45 aku sampai di satu bengkel sepeda di Jl. Dr. Sutomo.
Greaaattt! Cleopatra was saved!
Yah ... inilah pengalaman pertama bersepeda sendirian yang cukup
mendebarkan, namun ga bikin kapok. J
LG 19.39 03062017
N.B.:
Masih sangat mungkin menemukan orang-orang yang baik hati di
sekitar kita. J
Kpn ke candi ngempon neh mbak...aku melok eaa...nek lewat babadan mending pas wage/legi mbak....mampir wr.mbak tun xixixixi.
BalasHapusKpn ke candi ngempon neh mbak...aku melok eaa...nek lewat babadan mending pas wage/legi mbak....mampir wr.mbak tun xixixixi.
BalasHapus