Sebelum berangkat
dolan ke Dieng, (kisah bisa dibaca disini), aku, Ranz dan beberapa gadis pelor
sempat membahas untuk dolan ke tempat lain, mumpung libur agak lama, buat kita.
Namun, ternyata ga jadi. :D akhirnya, untuk menghabiskan libur, aku dolan ke Solo.
Kamis 4 Juli 2019
Aku meninggalkan
rumah menjelang pukul tujuh pagi, naik Austin. Tujuanku adalah stasiun Poncol,
berharap akan bisa mendapatkan tiket KA Kalijaga yang berangkat pukul 09.00.
Namun ternyata di musim libur sekolah begitu, KA Kalijaga termasuk KA
primadona! Sesampai stasiun, di loket yang khusus menjual tiket tujuan Solo dan
Ngrombo ini ada tulisan bahwa tiket KA Kalijaga untuk hari itu telah habis. Aku
langsung balik kanan, mengayuh pedal ke arah Selatan kota Semarang, siap
mendaki tanjakan Jl. S. Parman, Jl. Sultan Agung, Kaliwiru, hingga 'puncak'nya
adalah Gombel.
Kebetulan ketika
sampai di Sukun ada 2 bus tujuan Solo, Ta**na dan Mu**ul. Bus yang pertama
langsung berangkat tak lama setelah aku sampai. Sementara itu, ketika aku
sedang melipat Austin, kernet bus Mu**ul nyamperin aku, merayuku untuk naik
bus-nya; bahkan dia nampak akan buru-buru mengangkat Austin, padahal aku belum
selesai melipatnya. :(
Perjalanan lancar.
Aku baru tahu kalau bus Mu**ul lewat jalan tol, itu sebab kita sampai Solo
sebelum pukul 11.30. Tapi, sayangnya setelah aku turun di Kerten, dan akan
membuka lipatan Austin, lipatan setangnya bermasalah. :( Itu sebab sesampai
rumah Ranz di kawasan Laweyan, aku langsung mengajaknya ke bengkel sepeda. (Aku
bayangin Ranz bakal mengajakku ke Wonogiri naik KA Batara Kresna, seperti yang
pernah kita rencanakan, maka jelas Austin harus segera 'beres'.)
Sebelum ke bengkel,
Ranz mengajakku makan siang di satu warung makan tak jauh dari pasar oleh-oleh
Jongke. Aku memilih garang asem, karena tergoda orang lain yang makan menu itu
ketika kita baru sampai. Ahaha … aku mudah terprovokasi. Lol. Untungnya, garang
asemnya memang enak, ga beda jauh dengan garang asem yang asli Kudus. Dari sana
kita ke bengkel, kurang lebih terletak sekitar 2,5 kilometer. Kebetulan waktu
itu sedang ramai, jadi kita meninggalkan Austin dan Petir disana (ya! Petir
juga kebetulan sedang butuh dibelai sang mekanik sepeda langganan Ranz.
Lol.) karena masih ingin olahraga, aku
memilih pulang ke rumah Ranz jalan kaki, meski sebenarnya kita bisa naik BST,
sejenis bus Trans Semarang.
Jam 15.30 kita
kembali ke bengkel untuk mengambil Austin dan Petir. Syukurlah lipatan setang
Austin bisa 'diakali' hingga setangnya ga goyang-goyang (oglak-aglik,
Jawa-red). Kita beristirahat setelah itu. Eh, aku leyeh-leyeh di kamar, Ranz
harus momong keponakannya.
Pukul 19.00 kita
bersepeda ke Wedangan Pak Basuki, yang teh nasgitel-nya juara menurut lidahku.
Well, satu alasan utamaku ke Solo adalah jajan teh nasgitel disini. :D Kita
nongkrong disini sambil ngeteh sampai pukul 22.00.
Jumat 5 Juli 2019
Kukira hari ini Ranz
akan mengajakku ke Wonogiri, dolan ke Waduk Gajahmungkur sambil makan di
pinggir waduknya, seperti 2 tahun yang lalu. Ternyata, pagi-pagi Ranz malah
nawarin aku gowes ke Pengging - Boyolali, salah satu sepupunya menikah selepas
shalat Jumat. Ya … gapapa lah, yang penting bersepeda. :)
Untuk sarapan pagi
ini, aku minta diajak ke warung soto langganan Pak Jokowi dan keluarga. Dari
Laweyan kita bersepeda sejauh kurang lebih 6 kilometer menuju Jl. Brigjend
Sudiarto, tempat warung soto GADING 1 terletak. Sotonya yang berkuah bening
enak, tanpa perlu dicampuri apa-apa, menurut lidahku, karena jika dikucuri
kecap, rasa segarnya berkurang. Tempe gorengnya enakkk, tidak kalah dengan
tempe garit yang kusuka di warung soto Mbak Tiah yang terletak tak jauh dari
Gunung Pati kilometer 0, hanya agak kurang asin sedikit. Rasa tehnya istimewa,
bahkan ketika dicemplungi es batu, rasa tehnya tetap terasa istimewa. :)
Usai sarapan, kita
balik ke Laweyan. Sekitar pukul 10.30 kita mulai bergerak menuju Boyolali, aku
sengaja mengajak Ranz berangkat agak pagi agar kita tidak perlu mengayuh pedal
buru-buru.
Angin yang berhembus
masih terasa dingin. Meski siang itu sang matahari bersinar lumayan menyengat,
angin yang mengenai tubuh kita tetap terasa dingin. Ranz memberiku kesempatan
berhenti sekali untuk memotret Austin ketika kita melewati hamparan sawah yang
berwarna hijau agak sedikit menguning. Pemberhentian kedua adalah di satu
angkringan, kita minum es teh. Alhamdulillah tehnya juga terasa enak, menurut
lidahku. :) Pemberhentian ketiga di satu
warung yang khusus berjualan sosis yang maknyussss, apalagi jika dimakan
setelah turun dari penggorengan.
Tak jauh dari warung
sosis itu, kita sampai di satu balai tempat resepsi pernikahan diselenggarakan.
Sesampai sana, aku dan Ranz mencari toilet tempat kita berganti baju. Setelah ganti baju, kita duduk di kursi-kursi
yang disediakan untuk tamu.
Acara pesta
pernikahan ala Solo itu berlangsung secara semestinya: bukan standing party,
namun para tamu duduk manis di kursi masing-masing; saat makan datang, ada
serombongan orang yang disebut sinoman menyebar di antara tamu-tamu untuk
membagikan makanan, mulai dari minuman berupa the manis hangat yang ditaruh di
atas meja, kemudian snack yang terdiri dari 2 jenis; dilanjut dengan sup
manten, kemudian main dish (nasi, cap cay, dll) dan diakhiri dengan es puter
(sejenis es krim jadul).
Pulangnya tentu saja
aku dan Ranz kembali bersepeda ke Solo, meski Ibunya Ranz menawari kita nebeng
mobil. :)
Dalam perjalanan
pulang, Ranz sempat menawari mampir ke satu tempat yang mirip de Tjolomadoe,
namun ketika Ranz ngecek tiket masuk di internet, ternyata bayarnya mahal,
sampai Rp. 75.000,00. Hmmm … ga usah saja deh. Lol. Kita langsung balik menuju
kawasan Laweyan. Dalam perjalanan, kita malah 'menemukan' satu bangunan yang menarik: pura Indraprasta!
Malamnya aku kembali
meminta Ranz untuk ke Wedangan Pak Basuki lagi. Asyiiik.
Sabtu 6 Juli 2019
Hari ini Ranz
menawariku untuk bersepeda ke Sukoharjo, untuk mencicipi ayam kampung goreng
Mbah Karto, langganan Pak Jokowi sekeluarga.
Kita bangun pagi
rada santai dibanding sehari sebelumnya. Usai mandi, kita menempuh rute yang
mirip dengan kemarin, menuju Jl. Brigjen Sudarto. Waktu melewati warung soto
segeer Hj. Fatimah, aku iseng-iseng bilang ke Ranz, "Eh, mampir yuk? Sudah
lamaaa kamu ga mengajakku sarapan disini." tapi ternyata ajakanku ga
ditanggapi Ranz. Lol. Kita terus lanjut gowes.
Ketika melewati Jl.
Veteran, area Serengan dimana warung selat Solo Mbak Lies terletak, aku kembali
merajuk mengajak Ranz mampir. Eh, kali ini berhasil. Hihihi … Kita sudah lama
juga tidak kesini dengan naik sepeda. Seperti biasa jika disini aku memilih selat
galantin kuah segar. Kali ini Ranz justru memilih timlo sebagai sarapannya.
Usai sarapan, kita
lanjut bersepeda ke arah Solo Baru, lanjut teruuuus sampai pusat kota
Sukoharjo. Kayuhan kita berhenti setelah kita sampai di masjid Baiturrahmah.
Dari jauh waktu melihat menaranya, aku sudah tertarik, maka aku mengajak Ranz
mampir untuk memotret. Setelah memotret Austin dengan latar belakang masjid,
ternyata Ranz langsung mengajak balik kanan, ke arah alun-alun Sukoharjo.
Ternyata lokasi
rumah makan ayam kampung goreng Mbah Karto tidak begitu jauh dari alun-alun
ini. Sekitar pukul sebelas kita sampai. Untuk sampai disini, kita bersepeda
sejauh kurang lebih 20 kilometer dari warung selat Mbak Lies. Ya, bisa
dimaklumi jika kita merasa lapar lagi, lol.
Bangunan utamanya
terlihat klasik dari luar, seperti bentuk joglo yang berbentuk kotak dan luas.
Semula Ranz menolak ketika kuajak masuk, (jangan-jangan dia 'melihat sesuatu'
ya? Lol) namun akhirnya dia mau. Di dalam aku melihat ada sekitar 5 meja besar,
di tiap-tiap meja ada kursi-kursi yang ditata mengelilingi. Ini berarti, kita
tidak bisa meng'occupy' satu meja (kecil) dengan hanya dua kursi yang membuat
kita merasa sedikit private. Kita harus berbagi meja seluas itu dengan
orang-orang lain.
Rasa ayam gorengnya
standard enak. (oh ya, kita memilih ayam broiler, bukan ayam kampung.)
sambalnya yang istimewa (sambal 'blondo' namanya). Namun, karena sebelum makan
disini, kita beli rujak (cacah) waktu mampir ke alun-alun, dan rujaknya pedas
sekali, waktu makan di Mbah Karto, aku ga begitu maniak makan sambal. Hohohoho
…
Usai makan, kita
pulang, karena semakin siang, pengunjung semakin banyak, ga enak jika tetap
duduk nongkrong disitu.
Otw, ketika lewat
pusat perbelanjaan Solo Baru, aku ditawari mampir ke satu gerai makanan cepat
saji, aku langsung mau, bukan untuk makan (lagi) tapi untuk minum iced
coffee-nya. Lumayaaaan. Dalam perjalanan ngantuk jeee. :D
Kita sampai Laweyan
sekitar pukul tiga sore. Saatnya istirahat!
Dan … malamnya, aku
kembali minta diajak ngeteh lagi di Pak Basuki. 😍
Minggu 7 Juli 2019
Pagi ini kita
nyantai bersepeda ke Jl. Slamet Riyadi, lokasi pelaksanaan CFD Solo. Aku
sarapan nasi liwet Solo di satu pedagang kaki lima, di tempat yang sama Ranz
memilih cabuk rambak untuk sarapan. Setelah itu Ranz mengajak mampir ke satu
toko sepeda. Dan … aku tergoda untuk membeli helm baru. Yuhuuu.
Menjelang pukul
09.00 kita balik ke rumah. Aku packing, kemudian mengajak Ranz ke tempat beli
oleh-oleh langganan. Setelah itu, aku ikut keluarga Ranz pergi ke Kemuning
untuk menghadiri arisan keluarga besar.
Pulang dari sana,
kita sampai Laweyan pukul 15.15. terlambat lah jika aku ingin naik kereta api.
Padahal aku sedang rada kapok naik bus gegara lipatan setang Austin yang
bermasalah. 😓akhirnya, aku malah pulang ke Semarang diantar Ranz naik mobil.
Wuaaahhhhhhhhhhhh …
Begitulah kisah
wikenku di wiken pertama bulan Juli 2019.
IB180 20.40
18-Juli-2019