Kisah bermula dari
satu ‘curcol’ sederhana di satu media social, 10 tahun yang lalu, tentang harga
bahan bakar minyak yang naik. Hanya curcol dari seorang perempuan biasa. Dari
sekian komen yang masuk, ada satu komen yang menyarankan, “Naik sepeda saja mbak
Nana, kan tidak perlu beli bensin.”
Waduh. Aku kudu
ja-im dong ya? Mosok naik sepeda? Lol.
Dari curcol sederhana
itu, wadah pekerja bersepeda chapter Semarang terbentuk pada tanggal 26 Juni
2008, di rumah seorang kawan pesepeda yang kita kenal sebagai om Budianto. Kita
menyebut diri ‘komunitas B2W (chapter) Semarang’. Kita memilih bentuk
‘komunitas’ yang sifatnya sangat cair dan tidak mengikat ketimbang ‘klub’. Ada
sekitar 11 orang yang hadir pada rapat pertama itu, ada 2 perempuan di
antaranya, aku dan adikku.
Awalnya jelas aku ja-im jika berangkat bekerja naik sepeda.
(Apa kata siswa-siswaku nanti? Mosok Miss Nana berangkat bekerja naik sepeda?Lol.)
kalau ‘hanya’ ke pasar, minimarket
terdekat, masih okelah jika naik sepeda. Namun karena entah mengapa aku
‘terbebani’ tanggungjawab sebagai salah satu yang terlibat dalam pembentukan
B2W Semarang, akhirnya satu hari di bulan Juli 2008 aku mulai naik sepeda ke kantor.
Lol. Kelas masuk jam 15.00, aku berangkat dari rumah jam 14.00, agar
tidak terlihat siswaku kalau satu guru kesayangannya berangkat bekerja naik sepeda.
Wkwkwkwk … Jarak rumah ke kantor hanya 2,5 kilometer, aku hanya butuh kurang dari
10 menit naik sepeda.
Lama-lama, sifat ja-imku
mencair juga.Lol. Bahkan setelah ada ‘bike tag’ bertuliskan PEKERJA BERSEPEDA
SEMARANG di bawah sadel, aku malah merasa bangga: aku telah termasuk salah satu
dari para penyelamat lingkungan. Lebay pol pokoknya. Lol. Bukankah jika kita bersepeda
ke tempat kita beraktifitas sehari-hari berarti kita telah ikut mengurangi ketergantungan
pada bahan bakar minyak yang dipercaya persediaannya di perut bumi terbatas? Dan
kita juga telah turut mengurangi polusi yang dikeluarkan dari knalpot kendaraan
bermotor?
Aku pun tak lagi malu
jika terlihat oleh siswa-siswaku naik sepeda ke kantor. Perkembangan yang
positif, kan? Lol.
3 tahun kemudian,
di rumah telah ada satu sepeda lipat yang dibelikan kakakku untuk adik-adiknya.
Aku pun mulai menggunakannya untuk mix-commuting.
Menghadiri rapat koordinator wilayah B2W Jateng – DIY naik kereta dengan membawa
sepeda lipat yang diselenggarakan di Jogja. Mengikuti event prajamselinas
(jamboree sepeda lipat nasional) yang juga diselenggarakan di Jogja dengan naik
bus. Aku pun semakin istiqomah bersepeda
kemana-mana. Uhuk. Lol.Sejak tahun yang sama, 2011, aku pun mulai bikepacking
alias dolan kemana-mana naik sepeda. Jika bukan karena sepeda, belum tentu aku telah
menyambangi destinasi-destinasi wisata seperti Pantai Klayar (Pacitan), Pantai Nampu (Wonogiri) Pantai Pangandaran
(Ciamis), Pantai Bandengan + Pantai Kartini + Pulau Panjang (Jepara), Pantai DampoAwang (Rembang), Pantai Gedong Berseri (Lasem), Karimun Jawa, beberapa pantai
di Bali dan Lombok, hingga lokasi-lokasi lain.
Dan di bulan Juli
2018 ini aku telah mempraktekkan bersepeda ke tempat beraktifitas (kantor, toko buku,
pasar, kulineran dll) selama sepuluh tahun. Paling tidak aku telah turut menjaga lingkungan, meski hanya
sedikit yang bisa kulakukan .Alangkah bahagianya jika kian banyak orang yang
menggunakan sepeda untuk moda transportasi sehari-hari, bukan hanya untuk alat berolahraga
dan bersosialisasi saja.
Lalu, kapan kamu mau
mengikuti jejakku dan para praktisi bike-to-work lain? Segera ya! Demi bumi
yang lebih layak untuk kita tinggali. Demi anak cucu kita di masa datang.
LG 15.52 30072018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.