Cari Blog Ini

Rabu, 04 September 2019

Gowes Reliji Deksel1




Setelah gagal ikut acara launching Dekseli a.k.a (paguyuban) Demak Sepeda Lipat tahun 2018 karena pelaksanaannya bersamaan dengan satu acara penting di kantor, akhirnya tahun ini saya bisa turut bersukaria bersepeda di Demak dalam rangka merayakan ulang tahun Dekseli yang pertama. Karena saya bisa ikut, jelas Ranz pun ikut.


Sabtu 24 Agustus 2019


Saya dan Ranz janjian bertemu di Kaligawe Sabtu sore. Semula Ranz mengabari akan sampai di Kaligawe sekitar pukul 15.00. Namun karena ada satu peristiwa yang kurang mengenakkan (baca tulisan di postingan sebelum ini, Ranz dipalak!) Ranz memundurkan jam, pukul 16.00.


Saya sampai di traffic light di depan kampus Unissula pukul 15.45. Sementara itu Ranz ngabari busnya tertahan macet di pintu keluar jalan tol. Memang waktu saya lewat situ, jalan dipenuhi kendaraan sehingga harus jalan pelan-pelan banget.


Ranz butuh waktu agak lama untuk 'unfolding' Shaun (biasa!) sepeda lipat yang dia bawa kali ini. Kita mulai mengayuh pedal bersama sekitar pukul 16.20. dan … saya baru ngeh kalau saya lupa menyalakan strava, setelah tadii menghentikannya waktu jajan rujak di Jalan Suyudono. Hadeeeh. Kira-kira sudah berapa kilometer jarak yang saya tempuh ya?


Kondisi traffic di kitaran situ padat seperti biasa, tapi ga sampai macet. 7 kilometer kemudian Ranz mengajak berhenti di satu angkringan untuk jajan, dia belum sarapan dan makan siang waktu meninggalkan Solo. Kita berhenti disini sekitar 20 menit. Saya minum 2 gelas es teh, dan ngemil 2 gorengan, sedangkan Ranz makan 1 nasi bungkus, 2 gorengan, dan 1 gelas es teh.


Menjelang sampai alun-alun, saya baru sadar sudah bertahun-tahun kita berdua tidak bersepeda ke Demak hanya berdua. :) tahun 2018 kita gowes ke Jepara (dalam rangka Komselis Anineversary) ramai-ramai; tahun 2016 kita gowes dalam rangka memperingati Hari Kartini (juga ke Jepara) ramai-ramai juga. Kita sampai di alun-alun sebelum pukul 17.30, langit masih terang, belum terdengar suara adzan maghrib. Waktu akan memotret Austin dan Shaun dengan latar belakang tulisan "Simpang Enam Demak" kita melihat para pedagang berbondong-bondong mendorong gerobag masing-masing memasuki area alun-alun, siap memulai mengais rezeki.





Setelah kita rasa cukup mendokumentasikan sepeda dengan berlatar belakang langit senja yang berwarna jingga, kita ke arah "Pondok Penginapan Pak Budi" yang terletak di ujung, samping kanan (jika dilihat dari arah alun-alun) masjid Demak. Waktu itu sekitar pukul 17.50. Namun suasana rumah sepi, dan pintu tertutup. Kita bingung tidak tahu bagaimana mau masuk. Berpikiran bahwa si pemilik rumah mungkin sedang shalat Maghrib -- entah di dalam rumah atau di masjid -- kita kembali ke alun-alun, duduk-duduk disana. Banyak orang yang melakukan hal yang sama dengan kami berdua, duduk-duduk disana, entah mereka menunggu apa.


Pukul 18.20 kita sudah masuk ke penginapan. Kamar kita berukuran sekitar 2,5 m x 2,7 m, dengan fasilitas bed, kipas angin, dan meja kecil untuk menaruh barang. Untuk kamar ini kita membayar Rp. 100.000,00 harga yang masuk akal. Kamar mandi ada di dekat ruang makan rumah induk.


Setelah mandi, kita beranjak ke tempat kita mengambil 'race pack', Jl. Pemuda nomor 74, yang terletak sekitar 2 kilometer dari penginapan kita. Disana kita bertemu dengan beberapa kawan Komselis, Avitt, Tyas, dan pasangan suami istri Daniel dan Riyani. Dari sana kita kembali ke alun-alun, untuk memulai NR alias night ride. Kebetulan Om Tunggal -- yang pernah didapuk menjadi ketua Komselis sejak awal berdiri tahun 2009 sampai tahun 2013 -- datang ke tempat kita berkumpul, setelah diberi kabar, "kawan-kawan Komselis berkumpul di depan masjid untuk NR."



Setelah foto-foto di depan masjid, kita mulai gowes bareng, mengikuti panitia yang bertugas mendampingi para peserta yang ingin gowes malam.


Malam itu kita bersepeda kurang lebih sejauh 8 kilometer, diakhiri di satu rumah makan yang makanan utamanya bebek, meski di menu juga tersedia jenis makanan yang lain. Saya pesan ayam bakar, sedangkan Ranz pesan bebek lada hitam; beberapa kawan lain pesan bebek goreng kremes, dll. Om Tunggal dengan super baik hati menraktir makan malam kita semua. Alhamdulillaaah. Semoga rezekimu terus mengalir lancar yaaa :)


Dari sana, kita sempat kembali ke tempat kita mengambil race pack, mengikuti acara dua kawan pesepeda dari Tangerang yang sharing pengalaman mereka bersepeda ke mancanegara. Kita sempat beramah tamah dengan beberapa pesepeda lain yang baru datang dari kota-kota lain.


Sekitar pukul 22.00 saya dan Ranz kembali ke penginapan.


Minggu 25 Agustus 2019


Menjelang pukul 06.00 saya dan Ranz sudah sampai di tikum, halaman BRI yang terletak kira-kira 100 meter di sebelah Selatan alun-alun. Sampai sana sudah lumayan banyak kawan-kawan pesepeda yang telah datang.


Setelah acara pembukaan, sambutan dari wakil bupati Demak, menyanyikan lagu INDONESIA RAYA, dan berfoto bersama, sekitar pukul 07.00 pasukan diberangkatkan.








Sebagai seseorang yang tidak familiar dengan jalan-jalan yang ada di Demak, tentu saya tidak bisa menggambarkan disini jalan mana saja yang kita lewati. :) namun seperti banyak orang yang tentu telah tahu, tidak ada tanjakan di area Demak, tapi angin yang berhembus cukup kencang dan bisa membuat kayuhan pedal terasa berat. Jika pun ada 'tanjakan' itu adalah jalan yang 'sedikit nanjak' untuk menyeberang jembatan. Lumayan banyak jembatan yang harus kita lewati, mungkin sekitar 5 - 7 jembatan.










Sebenarnya banyak spot yang sangat instagrammable, mungkin karena musim kemarau tahun ini lumayan panjang, banyak pohon yang terlihat meranggas, yang entah mengapa justru nampak eksotis, terkadang kita melewati sawah-sawah yang menguning, di saat lain kita melewati tanah lapang yang saking panasnya terasa seperti padang tandus, lol. Di satu titik, kita harus menyeberang sungai dengan naik 'gethek', dimana si bapak yang menyediakan jasa ini menyeberangkan 'gethek' dengan berpegangan pada tali.


Pantai Istambul (Istana Tambak Bulusan) terletak di satu area yang hanya bisa dicapai dengan menyeberangi sungai dengan naik perahu motor. Pantai ini juga dikenal dengan nama Glagah Wangi. Karena kita harus naik perahu, kita pun melipat sepeda sebelum menaikkannya ke dalam perahu untuk menghemat 'space'. Jarak yang kita tempuh dengan naik perahu hanya sekitar 50 meter, namun tetap area ini konon tak bisa dicapai lewat daratan.


Pantai Istambul menawarkan 3 hal untuk dinikmati para turis: berjalan di atas jembatan papan di bawah pepohonan bakau, pantai berpasir putih, khas pantai utara, dan tentu saja waktu naik perahu menuju 'dermaga' pantai Istambul.


Jarak yang kita tempuh dari tikum sampai disini sekitar 30 kilometer, lumayan melelahkan terutama karena angin yang berhembus cukup kencang plus sinar matahari yang sangat terik. Padahal rombongan saya sampai disini 'baru' pukul 10.00, tapi panasnya terasa sudah tengah hari. :)


Pepohonan bakau yang besar-besar menguntungkan bagi kita semua karena kita bisa dengan mudah mencari tempat yang teduh untuk menikmati sarapan yang disediakan oleh panitia. Di panggung MC sibuk menghibur para peserta, selain menyediakan beberapa 'permainan' seperti lomba njoged dan melipat sepeda.


Saya dan Ranz tidak stay sampai acara selesai karena kita berencana kembali ke Semarang dengan bersepeda. Ranz akan naik KA Joglosemarkerto yang akan meninggalkan stasiun Tawang pukul 14.20 jadi kita harus buru-buru. Ternyata ketika menyatakan kita berdua akan pulang, kawan-kawan lain ikutan pulang.


Setelah menyeberang sungai (lagi) ternyata panitia menyediakan mobil pickup untuk loading. Dengan gembira ria kawan-kawan pun loading, ga mau panas-panasan lebih lama. Lol. Sementara itu, yang bersepeda kembali ke Semarang bareng saya dan Ranz ada QQ a.k.a Ahok kw, Mizan, Sandro, dan Fafa.

pasukan berani panas-panasan ... hahahahahah

Kita berpisah dengan Fafa di ujung jalan 'Nggorawe', kemudian kita berlima kembali ke arah Semarang. Di pertigaan Bangetayu, QQ dan Sandro belok kiri. Mizan memisahkan diri dari kita ketika sampai di perempatan tak jauh dari rel kereta api.


Saya dan Ranz sempat mampir ke warung susu Karangdoro, kebetulan kita sampai sana baru pukul 13.35, lumayan Ranz masih bisa mengisi perut dengan segelas susu coklat. Pukul 14.05 kita meninggalkan warung susu untuk menuju stasiun Tawang. Sampai sana, Ranz langsung melipat Shaun. Ga lama kemudian terdengar pengumuman KA Joglosemarkerto memasuki peron. Wahhh … pas banget.


Ranz masuk peron, saya meninggalkan stasiun. Lanjut gowes menuju Semarang Barat.


Sampai bertemu di kisah gowes-gowes lain yaaa.


LG 14.58 02-September-2019


















pasukan loading 😁

naik getheek yuuuuk 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.