Cari Blog Ini

Selasa, 18 Mei 2021

Grandfondo 3 Syawal 1442 H

 


Honestly, setelah melakukan grandfondo di bulan Januari 2021, aku rada 'parno' melakukannya lagi karena ternyata setelah itu, aku merasa suhu tubuhku meningkat :( di musim pandemi yang belum kunjung usai begini aku mudah merasa parno jika merasa suhu tubuhku meningkat, tanpa penyebab yang jelas. :(  aku ingat, saat itu aku mampir sarapan soto di tempat biasa aku dkk mampir sarapan. Kebetulan, di meja tempat aku duduk, ada 3 orang lagi yang makan bareng aku, dan mereka 'heboh' sekali ngobrol, tanpa mengenakan masker tentu saja. Salah satu dari mereka sempat mem'bully' aku ketika aku memotret makananku, lol. Tapi aku cuek saja. Tentu saja aku khawatir jangan-jangan mereka sempat 'menyebar' droplet tanpa aku sadar, tanpa mereka tahu bahwa mungkin droplet mereka mengandung virus. :(

 

 

 

Itu satu alasan utama mengapa aku mengambil jeda tidak bergrandfondo lagi di bulan Februari, Maret, dan April: khawatir jika berpapasan dengan orang-orang yang mungkin terserang virus corona tapi ga ngeh. Bulan Maret, aku sempat bersepeda Solo - Jogja - Solo, tapi, seperti biasa, Ranz menolak kuajak sedikit 'ngoyo' untuk menambah jarak tempuh sampai 100 kilometer, lol. Setahun terakhir ini dia malas sekali sepedaan karena kelelahan di kantor: setiap hari mempersiapkan zoom meetings, kemudian jadi operator sepanjang hari. Maklum rekan-rekan kerjanya kebanyakan orang-orang tua yang gaptek. :(

 

 

Di bulan Ramadan tahun ini, aku juga terhitung mager bersepeda. Paling-paling hanya bersepeda ke pasar krempyeng untuk belanja, atau ngabuburide beli sesuatu untuk berbuka, atau bike-to-work. (Alhamdulillah, sempat ada kelas privat yang diselenggarakan secara offline, jadi aku beneran bersepeda ke kantor. :D) Jarang banget aku bersepeda sampai, let's say, di atas 30 kilometer sehari. Mungkin itu sebab mendadak aku 'kangen' menyiksa diri lagi, (hilih, lol) bergrandfondo setelah bersepeda pada tanggal 1 Syawal 1442 H alias 13 Mei 2021.

 

 

Sabtu 15 Mei 2021 aku bangun saat alarm berbunyi pukul 04.45. setelah melakukan 'ritual pagi' di kamar mandi, aku keluar naik Austin pukul 05.30. (Sejak setahun lalu, aku grandfondo selalu dengan Snow White.) Setelah menyeberang jalan, aku langsung menuju Jl. Indraprasta - Jl. Imam Bonjol - Kota Lama (sempat memotret Austin dengan background Gereja Blenduk) kemudian lanjut ke Jl. Ronggowarsito menuju Kaligawe.

 


 

 

Dengan kondisi perut yang kadang terasa tidak nyaman, aku terus melaju sampai alun-alun Demak. Selama perjalanan, lumayan ada beberapa 'rombongan' pesepeda yang menyalipku, rata-rata naik sepeda balap atau sepeda gunung, semua laki-laki. Ketika hampir sampai alun-alun, ada serombongan pesepeda yang berada di depanku, mungkin jumlah mereka sekitar 5 orang. Begitu sampai alun-alun, mereka menata diri di depan tulisan SIMPANG ENAM DEMAK, yang membuatku memutuskan tidak usah memotret Austin disana, aku langsung belok kiri ke arah Masjid Agung Demak. Setelah memotret Austin disana, aku melanjutkan perjalanan, aku belok ke arah Jl. Muka Kabupaten, belok kanan, hingga bertemu jalan di daerah Pecinan yang menghubungkan Demak - Kudus, aku belok kanan. Di alun-alun, dekat lapas, aku belok kiri di ujung, menuju ke arah terminal Tembiring, untuk sarapan soto. Untung saat aku sampai sana, suasana rumah makan soto itu tidak terlalu penuh. Aku bisa mendapat tempat duduk di satu meja dimana hanya ada 1 orang lain lagi, dia diam, sibuk sendiri dengan hpnya. Aku bisa merasa lebih 'aman' ketimbang saat bulan Januari lalu.

 

 

Setelah sarapan, aku langsung melanjutkan perjalanan. Aku mengambil arah menuju Wonosalam. Terus mengikuti jalan, hingga mentok di satu daerah, karena jalan yang kususuri berlanjut dengan jalan setapak di tengah-tengah sawah. Aku pun belok kanan, luruuuus, hingga aku 'kembali' ke jalan propinsi yang menghubungkan Semarang - Demak. Di daerah Karangtengah, aku kembali belok kiri lewat jalan alternatif menuju Karangawen.

 


disini, ada seorang penduduk lokal yang 'memperingatkanku' untuk berhati-hati, mungkin dikiranya aku mau memaksa lewat sawah ya? hihihi ...
 

 

Pengalaman bulan Januari lalu dimana aku hanya mengandalkan intuisi dan dengan mudah sampai di area Gubung, kali ini aku pun melakukannya dengan pede. Terus mengikuti jalan yang bisa kususuri; terkadang lewat perkampungan desa, kadang lewat di tengah-tengah sawah. Namun, ternyata, aku keblusuk, lol. Sampai aku harus melewati jalan setapak ala ala offroad begitu, di tengah sawah, lol. Aku yang tidak biasa membaca gmaps, mencoba membuka gmaps -- tanpa perlu bertanya ke penduduk setempat maksudku -- ternyata ya tetap ga bisa membaca gmaps, lol. Maka, gerakan bertanya penduduk setempat pun yang menjadi 'penyelamat' hingga aku menemukan 'jalan yang benar, lol.

 


 

 

Jika di bulan Januari lalu aku 'keluar' dari jalan alternatif ke jalan propinsi sebelah Barat pertigaan Gubug, kali ini aku keluar dari jalan alternatif di sebelah Timur pertigaan Gubug. Jarak yang telah kutempuh adalah 65 kilometer. Saat memotret Austin dengan background tulisan I LOVE GUBUG, aku sadar, cuaca panas ini akan dengan mudah menyerap energi dari dalam tubuh. :( aku harus mampu mengatur emosi.

 

 

Aku terjepit di antara 2 keinginan: ingin cepat sampai Semarang lagi yang berarti aku harus ngebut dan ingin menjaga emosi agar tubuhku tidak kecapekan gegara sinar matahari yang begitu garang. Seingatku selama perjalanan dari Gubug menuju Semarang, aku tidak berpapasan dengan bus penumpang Solo - Purwodadi; tapi aku melihat banyak mobil pickup yang memuat penumpang yang duduk di bagian belakang. Setahuku ada baliho bertuliskan "Tempat wisata di Demak tutup selama libur lebaran: lalu kira-kira orang-orang itu akan pergi kemana?

 

 

Aku kembali mampir di satu minimarket yang terletak di seberang jalan masuk menuju stasiun Tanggung. Aku beli buavita dan es krim. Setelah itu, aku usahakan untuk menjaga mood mengayuh pedal agar tidak perlu mampir minimarket untuk sekedar ngadhem.

 

 

Sebelum sampai rel kereta daerah Stasiun Brumbung, ternyata ada proyek fly over. Kemacetan menumpuk disini, meski di rel kereta tidak ada kereta yang lewat. Sesampai seberang terminal Penggaron, rasanya ingin mampir ke satu gerai fast food untuk mampir beli mocca float, tapi, aku menahan diri untuk tidak minum es. Hawa panas begini memang enak minum es, tapi kadang itu tidak bagus di tubuh. :( benar-benar beraaat.

 

 

Setelah lewat perempatan Jl. MT Haryono, aku belok kiri ke arah Jl. Kusumawardhani, lurus Jl. Singosari, lanjut ke Jl. Sriwijaya, Jl. Veteran, Jl. Dr. Sutomo, Tugumuda. Disini, aku cek di strava, jarak yang telah kutempuh 95 kilometer. Aku menuju Jl. Sugiyopranoto, belok ke Bulustalan, gang samping ADA Supermarket, lurus hingga tembus Jl. Suyudono, masuk ke Jl. Pusponjolo Selatan. Untuk menggenapi hingga 100 kilometer, aku lurus ke arah Puspowarno, belok menuju Jl. Puspowarno gang I, tembus Jl. Puspowarno Raya, aku masuk Pusponjolo Barat III, lurus Puspanjolo Tengah III, temus ke Pusponjolo Tengah Raya. Sampai rumah jarak tempuhku 100,6 kilometer: jarak yang sudah cukup untuk dianggap sebagai 'grandfondo'.

 

 

Hawa panas merupakan hal yang memberatkan perjalanan kali ini. Atau nampaknya aku hanya manja saja berhubung sudah cukup lama aku dan Ranz tidak dolan antar kota antar propinsi di bawah sinar matahari yang menyengat.

 

 

Kapan aku nge-grandfondo lagi? Embuuuuh. Lol.

 


 

 

Intermezzo:

 

Beberapa minggu lalu setelah sepedaan, aku mampir di satu warung nasi ayam di daerah Pusponjolo. Di antara para 'diners' ada seorang perempuan yang cukup berumur menyapaku dengan ramah, "Njenengan masih kuat sepedaan nggih?"

 

Aku: "nggih."

Dia: "biasanya kuat sepedaan berapa kilometer?"

Aku bingung mau jawab bagaimana, lol. Kalau dia tipe orang yang bersepeda cukup 'sakmadyo' (baca ==> maksimal 10 kilometer saat sepedaan), nanti jawabanku "100 kilometer" mengagetkannya. Kalau dia ternyata termasuk tipe orang yang hobi update strava -- sepertiku lol -- berarti aku akan bertemu 'kawan berbincang yang setara'. (sombong ya? Lol.)

 

Akhirnya kutanya balik, "sekali sepedaan? Seberapa jauh saya mampu?"

Dia: "nggih."

Kujawab, "100 kilometer."

Aku melihat kekagetan di wajahnya, lol. Kemudian dia bertanya, "Umur njenengan berapa?"

Aku menyebut umurku, tanpa diskon, lol.

Dia, "Oh, masih lebih muda dibanding saya. Saya 57 tahun ini. Jadi, gapapa kan kalau saya sudah ga kuat sepedaan?"

 

Aku Cuma manggut-manggut. Lol.

 

Sesampai rumah, aku cerita ke anakku, dia tertawa terbahak-bahak. Waktu aku cerita ke Ranz pun, ternyata dia pun sama, tertawa terbahak-bahak. Hasyeeeeem.

 

PT56 13.34 16/05/2021

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.