GOMINGPAI KE MERCUSUAR SEMARANG
Believe me, seumur-umur semenjak lahir di kota yang konon
pernah dikunjungi Laksamana Cheng Ho dari Tiongkok ini aku belum pernah
menapakkan kaki ke kawasan pelabuhan Tanjung Mas dimana ada mercusuar Willem
III. Sounds Dutch, eh? Yah tentu saja, karena mercusuar ini memang merupakan
peninggalan pemerintah kolonial Belanda.
Sebagai seorang biking freak, tentu aku menyambangi
mercusuar yang terletak tak jauh dari Pusponjolo ini dengan naik sepeda. Di
hari Minggu pagi nan cerah tanggal 24 November 2013 aku bersama enam teman
pesepeda lain gowes bersama. Mercusuar Willem III merupakan tujuan kedua. Tujuan
pertama kemana dong? Check this out.
Depan kampus Udinus – kampus dimana Ranz sedang menimba ilmu
di waktu weekend – kita pilih sebagai titik kumpul. Dari ujung jalan Imam
Bonjol itu kita gowes bersama ke arah jalan Hasanudin. Gowes sekitar 2
kilometer kita belok ke arah kanan, Jalan Taman Hasanudin. Kita melewati
perumahan Permata Hijau dan Permata Merah. Tak lama kemudian kita sampai ke
tujuan pertama : Vihara Welas Asih.
vihara Welas Asih |
di depan altar vihara |
vihara Welas Asih |
Vihara Welas Asih termasuk bangunan ibadah yang terhitung
masih baru. Menurut salah satu penjaga vihara, vihara ini dibangun kurang lebih
3 tahun yang lalu. Hampir semua bahan yang dipakai untuk membangun diimpor dari
Tiongkok (instead of ‘China’ the guy we met mentioned ‘Tiongkok’. J) Bangunannya mengingatkanku pada vihara
Avalokitesvara yang terletak di Watugong Pudakpayung. Atau memang semua vihara
bentuknya mirip satu sama lain ya? J
Setelah puas menikmati keindahan arsitektur vihara Welas
Asih sembari foto-fiti kita melanjutkan perjalanan. Kita lewat jalan arteri
Sukarno – Hatta.
on the way |
Mungkin gowes hanya sekitar 5 kilometer kita sampai di pelabuhan barang Tanjung Mas. Sebelum memasuki mercusuar, kita sempatkan diri untuk unjuk narsis di kapal SUAR II yang sedang bersandar. J Setelah itu kita masuk ke kantor navigasi dimana mercusuar terletak. Dengan ramah si penjaga membolehkan kita narsis berfoto-foto di dekat mercusuar. Bahkan kita juga diajak untuk masuk dan naik hingga puncak mercusuar yang terletak di lantai 11, sekitar 32 m dpl. Mas Tri – nama sang penjaga merangkap tour guide kita – bahkan memberikan kuliah singkat tentang bagaimana para navigator memberikan pertolongan pada para nakhoda kapal ketika mereka akan ‘memarkir’ kapal mereka. J
di pundak menara mercusuar |
di pintu masuk mercusuar |
Ternyata mercusuar Willem III ini merupakan satu-satunya
mercusuar yang terletak di propinsi Jawa Tengah; telah berusia lebih dari dua
abad dan tetap digunakan sebagaimana mestinya, tak tergeser oleh teknologi
terbaru, GPS misalnya. Lampu suarnya mampu terlihat sampai kejauhan 20 mil. Karena
merupakan peninggalan pemerintah kolonial Belanda, tak heran jika kadang ada
turis dari Belanda yang datang berkunjung, untuk ‘menengok’ bangunan yang
dibangun oleh nenek moyang mereka. J Konon
waktu pertama kali dibangun, lokasi mercusuar
terletak 2 meter di atas permukaan jalan. Namun karena pelabuhan ini merupakan
kawasan yang sering terkena banjir maka sekarang jika kita ingin masuk ke dalam
mercusuar, kita justru harus turun ke bawah.
pemandangan pelabuhan dari atas mercusuar |
Mercusuar Willem III ini telah dimasukkan ke salah satu
benda cagar budaya sehingga harus selalu dijaga kelestariannya. Mengingat
permukaan jalan kawasan pelabuhan ini mengalami penurunan 10 cm tiap tahun,
mungkin satu saat nanti pemerintah butuh membangun mercusuar baru; namun
mercusuar Willem III akan tetap berdiri kokoh di tempatnya.
Setelah puas mendengarkan kuliah singkat dan foto-fiti, kita
pun pulang. Sebelum berpisah, kita mampir sarapan dengan menu makanan
tradisional Semarang : mie kopyok. Semarangan banget deh pokoknya.
IB180CD 18.44 26 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.