TREKKING
(RINGAN) KE GEDONG SONGO
Seingatku ini adalah kali pertama aku dan Ranz
berweekend-ria tanpa sepeda. J Tumben
yaaa? But bukankah orang bijak pernah bilang, “there is always the first time.”
J
Tanggal 25 Oktober hari Sabtu kebetulan adalah
tanggal merah. Tanpa rencana aku dan Ranz pagi itu – sekitar pukul 08.00 –
meninggalkan kos Ranz menuju Ungaran naik BRT. Kita sarapan dulu di warung
makan tempat kita biasa mampir jika bersepeda ke arah Ungaran. Setelah itu kita
lanjutkan dengan naik bus umum yang menuju Gedong Songo. Biaya Rp. 10.000,00
per orang. Gegara itu aku baru sadar bahwa ternyata jumlah bus umum yang menuju
Gedong Songo telah sangat berkurang. Beberapa PO ternyata tidak mengganti armadanya
yang telah menua dengan bus yang baru.
Perjalanan lancar hingga pertigaan dimana kita harus
berjalan menuju Gedong Songo. Rencana mau berjalan kaki aja ternyata gagal
setelah seorang tukang ojek merayu kita agar naik ojek saja. LOL. Kita berdua membonceng
satu motor dengan biaya Rp. 15.000,00.
Sesampai Gedong Songo, lumayan juga antrian para
pengunjung yang akan beli tiket di loket. (Kok aku lupa ya harga tiket? J Mungkin
sekitar Rp. 5000,00.
Dan ... mulailah kita bertrekking-ria. Suasana
Gedong Songo lumayan ramai dengan pengunjung. Mungkin karena hari libur ya,
hari libur yang pas jatuh di akhir pekan. Aku sudah lupa kapan terakhir kali
aku ke Gedong Songo, mungkin tahun 2000. Hahahahah ... Waktu itu refreshing
bersama teman-teman kerja kantor lama. Angie yang masih imut juga ikut, dan dia
bisa menyelesaikan trek dari pintu gerbang hingga candi kelima sampai balik
lagi keluar. Satu hal yang (semula) kupikir biasa saja. Namun kemudian kupikir
ternyata itu luar biasa setelah mendengar penuturan seorang teman bahwa saat
dia bersama beberapa temannya ke Gedong Songo, mereka ga mau repot-repot
trekking, dan lebih memilih naik kuda. Oh. LOL.
Dulu, satu waktu, aku pernah begitu yakin bahwa aku
lebih menyukai pantai ketimbang gunung. Namun beberapa tahun terakhir aku mulai
menyadari bahwa ternyata aku juga sangat amat menyukai pemandangan pepohonan
nan hijau, lembah yang juga hijau, dihiasi langit membiru. How lovely our
country is!
Maka, jika kugabungkan dengan kegemaranku berkunjung
ke candi, dengan trekking ke Gedong Songo aku bisa langsung mendapatkan dua hal
yang kusukai: pemandangan gunung/lembah nan hijau plus candi!
Setelah kurang lebih 14 tahun aku tidak ke Gedong
Songo, aku mendapati bahwa pemerintah setempat telah mendandani tempat wisata
ini hingga mempermudah para pengunjung untuk trekking dan fasilitas untuk
beristirahat di tengah-tengah trekking.
Bagi yang belum pernah ke Gedong Songo, jangan kaget
jika disini kita hanya akan mendapatkan 5 buah candi, meski nama Gedong Songo
berarti Gedung Sembilan. Mungkin dulu ada 9 candi, sayangnya yang 4 tak lagi
ditemukan. Bentuknya mirip dengan candi-candi yang ada di kawasan Dieng. Konon
lokasi dengan sejumlah candi yang ada ini pertama kali ditemukan oleh Loten pada tahun 1740, masih di zaman
kolonial Belanda.
Candi pertama terletak tak jauh dari gerbang masuk. Di
dalamnya ada lingga dan yoni. Memang candi-candi di area Gedong Songo merupakan
candi Hindu. Dari candi pertama ke candi kedua kita harus mengeluarkan tenaga
ekstra karena lumayan jauh jaraknya dan treknya naik. Tak jauh dari candi kedua
kita bisa langsung melihat candi ketiga. Di lokasi candi pertama dan kedua, di
masing-masing tempat kita bisa menemukan hanya satu buah candi. Namun di lokasi
candi ketiga, disini ada tiga buah candi. Semuanya tidak memiliki lingga dan
yoni. Tidak jelas apakah salah satu dari mereka merupakan candi utama dan yang
lain adalah candi perwara ataukah semuanya candi perwara / pendamping.
Dari lokasi candi ketiga, kita kembali harus
berjalan lumayan jauh, naik turun bukit untuk sampai ke candi keempat. Dalam
perjalanan kita akan menemukan sumber air panas. Bagi yang ingin berendam silakan
meluangkan waktu sejenak. Waktu itu sih aku dan Ranz tidak mampir karena
khawatir bakal kesorean waktu pulang.
Candi keempat dan kelima terletak saling berdekatan.
Dari sana trek menurun. Namun seperti yang telah kutulis di atas, pemerintah
telah membangun trek khusus sehingga sangat mudah dilalui, tak lagi seperti
dulu yang masih berupa tanah hingga jika hujan sangat licin. Dari lokasi candi
kelima, aku dan Ranz langsung menuju pintu keluar.
Kekhawatiran tidak mendapatkan bus untuk pulang,
kita tidak mampir ke salah satu warung yang banyak bertebaran di luar area
Gedong Songo. Kembali kita ditawari tukang ojek yang sama ketika kita datang. Dengan
tarif yang sama Rp. 15.000,00, si Bapak mengantar aku dan Ranz kembali ke
pertigaan dimana kita bisa menunggu bus umum. Bus yang menuju Semarang ternyata
memang amat sangat jarang. L Dikarenakan
kehawatiran yang sama Ranz pun berjalan menuju arah pasar Bandungan. Aku tentu
ngikut di belakang. Kita berjalan sejauh kurang lebih 3 kilometer, hingga
sampai pasar Bandungan. Kita sempat mampir ke sebuah mini market untuk membeli
air mineral, kemudian naik angkutan umum yang menuju Pasar Karangjati. Nah,
saat menunggu angkutan berangkat inilah, kita melihat sosok bus yang kita
tunggu-tunggu lewat! Hadeeew. LOL.
Dari pasar Karangjati kita naik bus AKDP dari Solo,
turun di lapangan Kalisari. Karena sudah senja, bus bisa masuk ke dalam kota. Siiip.
Dari sana kita jalan kaki ke kos Ranz yang terletak tak jauh dari situ.
GG 12.02 10 December 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.