MERAMBAH KOTA LAIN DENGAN BERSEPEDA
Beberapa minggu terakhir (Desember 2017) dunia persepedaan Indonesia sedang ‘heboh’ memperbincangkan tentang seorang pesepeda bernama Nafal Quryanto. Nafal menemui ajalnya saat mewujudkan impiannya untuk bersepeda menuju Nepal, setelah bermimpi selama kurang lebih 3 tahun.
Setelah mempersiapkan segalanya selama tiga tahun – menabung, merencanakan rute perjalanan, sekaligus tentu saja menyiapkan fisik serta mental, dll – Nafal meninggalkan kota tempat tinggalnya Bogor di bulan Mei 2017. Beberapa berita di media utama mengangkat kisahnya menjadi headline setelah terdengar kabar Nafal harus menghentikan perjalananannya antara India dan Nepal karena kecelakaan yang merenggut nyawanya.
Ada juga sebuah media yang menulis opini tentang berbahayanya bersepeda seorang diri menempuh jarak jauh, apalagi dengan trek yang sulit, misal harus melewati pegunungan. Hmm ... barangkali mereka belum tahu kisah sang legendaris turing sepeda, Paimo? Dia telah mengunjungi banyak negara dan tentu juga gunung dengan naik sepeda, sendirian juga. Nepal pun telah dia kunjungi mungkin sekitar 10 tahun yang lalu. Barangkali Nafal pun ngefans pada Paimo dan menjadikannya sebagai role model, selain AristiPrajwalita, sang peturing perempuan, yang ikut membantu Nafal merencanakan perjalanannya bersepeda ke Nepal.
waktu kita ke Pantai Klayar, Agustus 2013 |
Aku dan Ranz
Delapan tahun yang lalu, waktu diajak seorang kawan untuk menyambut 3 orang b2c-er (bike to campuser) dari Jakarta menuju Jogja, dan lewat Semarang, aku terkagum-kagum melihat mereka menempuh jarak ratusan kilometer hanya bertiga. Waktu aku bercerita tentang hal ini pada seseorang, dia mengatakan bahwa perjalanan jauh akan jauh lebih mudah (direncanakan maupun dijalani) jika dilakukan hanya berdua, atau bertiga. Maksimal berempat lah. Jika lebih dari itu, akan lebih sulit menyatukan keinginan.
Dan ... ternyata benar adanya! Aku telah membuktikannya dengan bersepeda ke beberapa propinsi hanya berdua dengan Ranz. Berdua tentu lebih nyaman karena kita tidak akan begitu kesepian dalam perjalanan. J (Bahwa aku adalah seorang loner tidak berlaku disini, aku butuh navigator, pembaca peta, mekanik, tukang foto, sekaligus porter dong. Semua itu ada di satu orang, Ranz. LOL.) dan karena kita berdua sama-sama perempuan, kita ga perlu khawatir bakal ditolak jika kita mampir menginap di satu hotel syariah. LOL.
di perbatasan Solo - Klaten, dalam perjalanan ke Purwokerto, Maret 2013 |
Di satu tulisan di media kubaca bahwa Paimo menyatakan satu perjalanan baru bisa disebut turing jika jarak yang ditempuh minimal 5000 kilometer. Syukurlah selama ini kita tidak pernah menyatakan diri melakukan turing, lol, cukup berbikepacking. Di tahun 2012 waktu kita bertemu dengan seorang teman facebook yang telah tinggal di Amerika selama puluhan tahun, yang kebetulan dolan ke Semarang, menyebut kita sebagai bike traveler. Menurutku Om Ling Tan ada benarnya juga. Dalam tiap perjalanan yang kita jalani, kita selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi satu atau dua destinasi wisata, (makna traveling kan dolan untuk berwisata kan? :D) ga melulu bersepeda dari satu kota ke kota lain. Jika di blog aku menggunakan gowes tour sebagai satu tag, itu berarti dalam kegiatan bersepeda itu, kita mampir ke satu destinasi wisata, bukan turing seperti yang didefinisikan oleh Paimo. J
Sebelum mengakhiri tulisan (yang ditulis gegara baper ini LOL) aku menyatakan turut berdukacita atas meninggalnya Nafal. Semoga dia bahagia karena meninggal saat melakukan satu hal yang telah lama dia idam-idamkan. Bagi mereka yang bermimpi untuk melakukan perjalanan bersepeda dalam jarak jauh, jangan khawatir, kita semua akan mati kok jika waktunya tiba. Yang penting kita harus tahu diri kekuatan dan kemampuan kita dalam bersepeda, tidak usah ngoyo di luar batas.
(Trust me, biking long distance makes us addicted!)
IB180 18.38 14/12/2017
N.B.:
Kisah tentang Nafal Quryanto bisa dibrowsing dengan mudah. :)
Kamu rajin nulis 😅 Isinya banyak
BalasHapusjumlah pengunjung blogmu tetep lebih banyak :D
Hapus