KOMSELIS BIKECAMPING FOR ANINEVERSARY
Akhirnya Komselis
mengadakan event untuk mensyukuri nikmat “tambah usia keeksisan” di kancah
sepeda lipat Nasional. :D (tahun 2016
terlewati begitu saja, sedangkan tahun 2017 kita punya excuse untuk tidak
mengadakan event anniversary, yakni kita masih kelelahan setelah menjadi
penyelenggara perhelatan naik hajinya para pesepeda lipat Indonesia: 7amselinas.
Akhirnya, aku
memiliki pengalaman berbikecamping lagi. Jarang-jarang je diniatin bikecamping begini. :D (padahal setelah
bikecamping ke Pulau Panjang dua tahun lalu, Ranz dan aku sudah beli tenda
baru, dan Ranz pun rajin melengkapi barang-barang yang dibutuhkan untuk
camping. Dan … baru terpakai kali ini. Hohoho …)
Sabtu 27 Oktober
2018 ~ hari pertama
Sebagian peserta
dan seluruh panitia diminta telah hadir di Taman Indonesia Kaya (ex Taman KB)
yang terletak di depan SMA N 1 pukul setengah enam. Menurut itinerary, kita
akan berangkat pukul enam pagi tepat. But you know, karena ‘jam karet’ adalah
satu ‘budaya’ orang Indonesia, lol, juga kalau sudah kumpul dengan kawan-kawan
yang sudah lama tidak bertemu kita bakal menikmati waktu untuk foto-foto,
berhahahihi, dan lain sebagainya, akhirnya kita baru berangkat menjelang pukul
setengah tujuh pagi. Tidak semua peserta yang berkumpul disini orang-orang
Semarang lho, ada juga peseli yang juga seorang dokter gigi dari Surabaya yang
datang, drg. Lya datang bersama dua
peseli handal lain dariSidoarjo, yang merupakan tetangga Surabaya. Selain itu,
bintang tamu kita – seorang dokter juga – yang kondang sebagai peturing
perempuan yang telah melanglang buana dalam dan luar negeri berasal dari luar
kota Semarang. Dr. Aristi ditemani
oleh suaminya – yang juga seorang dokter – telah datang di kota Semarang dua
hari sebelum tanggal 27 Oktober. Bagi suaminya – Mas Pram, demikian dr. Aristi memanggil suaminya – ini adalah mini
turing pertamanya. Yuhuuuu.
Tentu bukan hanya dokter Pram yang merupakan
newbie turing, ada si centil nan teatrikal Mbak
Ning – perwakilan Zuna Sport – yang
dengan gagah berani mencoba trek pantura yang terkenal kejam dengan angina
kencang dan udara panasnya. Uhuk … Mbak Ning ditemani oleh Nte Ria, si bola bekel, perwakilan dari B2W Indonesia. Nte Ria yang
biasanya sibuk jadi panitia dalam event sepedaan, sehingga malah ga sempat
nyepeda, lol, kali ini menjadi peserta biasa – meski juga ikutan membantu
panitia mencarikan sponsor – dan dia justru bisa bersepeda sepanjang
perjalanan. Mereka berdua – Mbak Ning dan Nte Ria – telah memadu janji bahwa
mereka akan terus bersama dalam perjalanan yang penuh suka dan cobaan ini.
Kekekekeke …
Di awal
perjalanan, karena masih pagi, kita belum dipapar sinar mentari yang terik.
Sang surya menyapa dengan manis dan manja (halah!) Setelah melewati
daerah ‘batas’ antara Semarang dan Demak, banyak peserta yang telah menemukan
irama kayuhan pedal masing-masing. Aku dan Ranz masih setia mendampingi Mbak
Ning dan Nte Ria. Di satu titik, Ranz mendadak mendorong Mbak Ning hingga
mereka berdua melesat jauh di depan. Aku mau ikut-ikutan mendorong Nte Ria yang
Nampak belum berjodoh dengan sepeda lipat 16” yang dia pinjam dari Avitt, tapi
kok rasanya aku terlalu heroic yak. LOL. Yang ada biasanya aku didorong Ranz.
Lol.
Sekitar pukul
08.15 kita telah sampai di alun-alun Demak. Pitstop pertama. Not bad, eh? J kawan-kawan dari Dekseli –
komunitas sepeda lipat dari Demak – menunggu kita disini, sambil menyediakan
cemilan nan sehat, semangka dan jambu air. Semangkanya penuh air sehingga segar
rasanya, sedangkan jambunya manis sekali hingga ga bosan-bosannya kita mencemil
itu. LOL.
Setelah sekitar
30 menit beristirahat, sambil bersilaturrahmi dengan kawan-kawan Dekseli, kita
melanjutkan perjalanan. Kali ini, rute yang kita lewati tidak lewat Trengguli.
Sesampai pasar Bintaro Demak, ada jalan belok kiri, kita mengikuti jalur itu.
Oke … ini adalah kali pertama buatku dan Ranz bersepeda ke Jepara tidak lewat
Trengguli. Katanya jika kita lewat rute ini, kita tidak perlu bersaing dengan
bus-bus maupun truk-truk, plus jaraknya lebih pendek ketimbang lewat Trengguli.
Yak betul, kita
tidak berpapasan dengan bus maupun truk. Namun panasnya pantura tetap terasa.
Di sisi kiri dan kanan jika kita kebetulan melewati persawahan, semua terlihat
kering dan tandus. Nampaknya kita sudah melewati masa panen. Yang terlihat di
area persawahan itu hanya tumpukan jerami kering. Well, musim kemarau tahun ini
memang luar biasa panjang. Hingga akhir Oktober, hujan masih sangat jarang
turun.
Setelah melewati
jarak kurang lebih 15 kilometer, kita pun sampai di satu minimarket, dimana
kawan-kawan yang telah sampai lebih dahulu langsung ngadhem ke dalam. J semua ingin menikmati AC untuk sedikit
mendinginkan hawa tubuh yang terasa mengeluarkan asap gegara panas. (lebay!
lol.) kebanyakan dari kita butuh minum sesuatu yang dingin untuk mendinginkan
tenggorokan. Aku sendiri butuh beli permen kopi karena kantuk menyerang
sepanjang perjalanan tanpa bilang-bilang. Lol.
20 menit dirasa
cukup, kita kembali melanjutkan perjalanan menuju pistop 2, Ekowisata Rumah
Edukasi Silvofishery (Reduksi), yang terletak di Desa Kedungmutih, Kecamatan
Wedung, Kabupaten Demak. Jarak dari minimarket tempat kita beristirahat ngadhem
sebelumnya sekitar 15 kilometer lagi. Disini, panitia telah bekerja sama dengan
pengelola REDUKSI untuk menjamu kita dengan berbagai penganan yang juga sehat,
mulai dari kacang rebus, singkong rebus, juga pisang rebus. Sambil beristirahat
di gazebo yang ada di tengah-tengah kawasan mangrove ini, kita bisa menikmati
hidangan yang ada. Plus tentu saja berfoto-foto. Sebagian dari peserta
menyempatkan diri shalat dzuhur di masjid terdekat kawasan mangrove.
30 menit kemudian
kita melanjutkan perjalanan. Setelah melewati perkampungan, kita mulai menapaki
trek yang di kiri kanan terdapat tambak garam, kita pun dihajar angin yang
sangat kencang. Terasa agak sia-sia ketika kita mengayuh pedal sekuat-kuatnya
namun tetap rasanya sepeda hanya melaju sedikit demi sedikit. Gosh! Untunglah
angin kencang ini tidak menyapa kita sejak kita meninggalkan alun-alun Demak.
Wedeew. (jadi ingat, bulan Juli 2017 waktu meninggalkan Rembang menuju Kudus,
aku dan Ranz pun dihadang angin kencang. Masih mending waktu itu kita naik
sepeda dengan ban 26”, kali ini rasanya hampir tak tertahan ketika naik sepeda
lipat. Hwaaaa.
Ketika Om Munir
dari Dekseli bilang bahwa rute yang kita lewati tinggal lurus saja dan kita
akan sampai di alun-alun Jepara, aku baru ngeh, kita tidak perlu melewati
tanjakan yang biasanya menyapa kita menjelang masuk kota Jepara. Yuhuuuu. Well,
meski angin kencang itu tetap terasa seperti kita menapaki tanjakan sih. Hohoho
…
Sekitar pukul
satu siang, akhirnya aku sampai di pit stop ketiga, Museum Kartini yang
terletak tak jauh dari alun-alun Jepara. Sebagian peserta lain telah sampai dan
terlihat menikmati hidangan makan siang yang disediakan oleh panitia. Sebagian
yang lain masih berjuang di jalan yang panasnya bisa melelehkan seluruh es di
Kutub Utara. LOL. Lumayan … panitia menargetkan pukul dua siang semua peserta
sampai di pitstop ketiga ini.
Menjelang pukul
tiga sore, kita kembali melanjutkan perjalanan ke pitstop terakhir, yakni
Pantai Teluk Awur. Rutenya ternyata malah kita kembali ke arah kita datang,
sekitar 5 kilometer dari Museum Kartini. Dengan kondisi perut penuh setelah
makan siang, serta hati riang mengetahui bahwa perjalanan kita hampir usai, jarak 5 kilometer pun serasa hanya
100 meter. Hihihi …
Sesampai di
Pantai Teluk Awur, para peserta berfoto satu per satu dengan latar belakang
‘wall of fame’, dokumentasi itu penting, kisanak! LOL. Setelah foto, kita
menuju lokasi yang telah ditentukan oleh panitia dimana kita akan mendirikan
tenda. Namun, ternyata tidak semua peserta berencana untuk menginap di tenda
disini. Sebagian besar peserta dari Demak memilih pulang langsung ke Demak,
hanya Om Munir yang menginap. Itu pun beliau menginap di satu hotel yang
terletak tak jauh dari pantai. Beberapa kawan dari Semarang juga memilih
pulang, mungkin karena ijin yang diberikan oleh keluarga tersayang di rumah
hanya satu hari, ga pakai menginap. Hehehehe …
Yang menginap pun
membagi diri dalam beberapa kelompok, dimana satu kelompok terdiri dari 3 – 4
orang dan mereka akan berada di satu tenda. Kita pun mulai memasang tenda.
Sayang tidak semua tenda dalam kondisi bagus. L Itu sebabnya Ranz dan Hesti yang jagoan
masang tenda gagal mulu waktu memasang tenda yang akan kita inapi bersama.
Setelah dicek sama yang menyewakan, ternyata tendanya rusak. Kekekekekeke …
Setelah berhasil membangun tenda yang akan kita pakai
bersama, aku dan Ranz mandi. Kita berpikir bahwa setelah mandi, kita akan
terlihat lebih segar sehingga bisa berfoto-foto dengan latar belakang sunset.
Namun, kondisi ‘ruang bilas’ yang kurang representative (jika dibandingkan
kamar mandi yang tersedia di Pulau Panjang saat kita bikecamping 2 tahun lalu)
membuat mood-ku buruk. L
(maklum yak, aku camper yang manja. LOL.) Usai mandi, aku dan Ranz berinisiatif
membuka mmt yang kita pakai untuk alas duduk di depan tenda kita. Akhirnya ya
itulah, kita malah hanya nongkrong, dan tidak berfoto-foto. Karena hanya kita
yang kepikiran membawa alas duduk yang bisa kita letakkan di depan tenda,
banyak kawan lain yang bergabung duduk-duduk bareng kita. Sambil ngemil bakso
(ada tukang bakso yang datang) kita ramai-ramai ngobrol.
Acara ‘perayaan’ ulang tahun diadakan sekitar pukul setengah
delapan malam. Dengan ‘panggung’ seadanya ada hiburan nyanyi-nyanyi sembari
kita makan malam di alas duduk yang diletakkan oleh panitia di depan panggung
itu. Selain inti utama acara – mendengarkan
sang bintang tamu Nte Aristi berbagi kisah turingnya ke beberapa Negara
tetangga – tentu ada acara menyanyi lagu selamat ulang tahun bersama,
meniup lilin, memotong tumpeng, hingga menyalakan kembang api yang melesat ke
udara. Oh ya, agar kian meriah, panitia juga menyalakan api unggun, padahal
malam itu ga dingin-dingin amat. :D Bagi-bagi door prize juga ga ketinggalan
dong yaaa.
Acara usai pukul 22.00. Saat kita siap-siap untuk tidur, gerimis
turun. Duh, gagal dah keinginanku tidur di luar tenda sambil menikmati
kerlap-kerlip bintang di langit. Apalagi kemudian gerimis berubah menjadi hujan
yang cukup lebat. Di tenda yang kuhuni, ada 4 makhluk manis yang
berlindung, aku, Ranz, Mbak Ning dan Hesti. Aku dan Hesti yang di pinggir pun
basah karena fly sheet tidak mampu melindungi tenda yang kita huni bersama. L Memang seharusnya Ranz
bawa tenda sendiri. Hiks …
Sementara itu aku tidak bisa tertidur nyenyak: tab yang
kubawa kucharge di warung terdekat. Ada beberapa kawan yang tidur disitu sih,
tapi karena hujan aku tidak bisa kesana untuk mengambil tab, terpaksa tab
terhubung ke listrik semalaman.
Untuk foto-foto lain, klik saja disini yaaa :)
Minggu 28 Oktober 2018 ~ hari kedua
Setelah sempat klisak-klisik sekian puluh menit, sekitar
pukul empat pagi aku keluar tenda, berjalan ke warung untuk mengambil tab. Hujan
berhenti sekitar tengah malam. Di luar tenda, kulihat ada beberapa kawan yang
juga sudah bangun. Kembali ke tenda, Ranz yang sudah bangun memintaku
menemaninya mencari lokasi untuk melakukan ritual langganan di pagi hari. :D
Tapi, kita gagal menemukan tempat itu. Terpaksa Ranz harus menahannya. LOL.
Sebenarnya panitia menawarkan acara gowes Minggu pagi ke
area CFD Jepara. Namun ternyata tak satu pun yang tertarik meninggalkan area
camping. Kita hanya ngobrol-ngobrol sambil ngemil kerang yang disediakan
panitia. Yang lain foto-foto; sebagian lain lagi main air. Pengalamanku
berenang di Karimun Jawa tahun 2011 lalu membuatku enggan berenang disini: jika
air laut tertelan, duh asinnyaaaaaaaaaa. LOL. Aku dan Ranz hanya berfoto-foto,
selain ngobrol dengan yang lain plus ngemil kerang.
Oh ya, pagi ini aku dan Ranz nunut mandi di kamar mandi
(umum) hotel terdekat. (Beberapa kawan menginap disini.) Lumayaaan, kamar
mandinya lumayan representative. Harusnya kemarin sore kita juga nunut mandi
disini saja yaaa. LOL.
Pukul Sembilan, usai sarapan bersama, kita packing,
siap-siap kembali ke Semarang. Panitia menyediakan 2 truck. Namun karena banyak
yang sudah kembali ke kota masing-masing sehari sebelumnya (Demak dan
Semarang), truck lumayan kosong. Sepeda-sepeda ditata di satu truck; beberapa
kawan ada yang naik disitu. Aku, Ranz, om Sugeng (Jakarta) dan om Budenk naik
di truck satu lagi. Oh ya, Nte Aristi dan suaminya di truck yang kita naiki
juga, tapi duduk di samping pak sopir yang sedang bekerja.
Perjalanan cukup lancar. Sang mentari pun bersinar dengan
sangat cerah, yang tentu membuat warna kulit kita kian cetar nan eksotis. LOL.
Sekitar pukul 12.00, kita telah sampai di jalan Raden Patah. Setelah menurunkan sepeda-sepeda, sebagian
dari kita langsung bersepeda pulang ke rumah masing-masing; sebagian yang lain
mampir dulu di warung angkringan yang terkenal hidangan arem-arem yang nikmat
plus susu.
Dalam perjalanan pulang, aku, Ranz dan om Sugeng mengantar
Nte Aristi dan suaminya ke satu hotel yang terletak di Jalan Plampitan, tempat
mereka menginap.
Sampai bertemu di kisah perjalanan Nana dan Ranz
selanjutnya!
(Better rare than nothing yak! Better late than never. Ya
kan? LOL.)
LG 09.00 21 November 2018
Untuk foto-foto lain, klik saja disini yaaa :)
Aq yang nemenin rans ritual pagi
BalasHapusKarena aq juga melakukanya
Wkwkwkwkwkwk
lhooo ... berarti setelah denganku yaaa :D
HapusYang 4 ekor pulang gowes duluan ga di ceritain hiks jadi sedih
BalasHapushwaaa ... tak edit wisss :D
Hapus