Sebagai seorang 'bike to worker' a.k.a pekerja bersepeda, jelas saya tidak punya banyak pengalaman bersepeda dalam peleton. Peletonan dengan siapa? Lol. Jam kerja saya berbeda dari kebanyakan orang yang mungkin memilih berangkat bekerja dengan naik sepeda. Misal: dulu waktu masih bekerja di satu sekolah yang terletak di bukit Gombel, saya biasa berangkat dari rumah pukul lima pagi jika naik sepeda. Di jalan kadang bertemu dengan orang yang bersepeda untuk berolahraga, tapi tidak banyak. Di sore hari saya bekerja di tempat lain, masuk jam 17.00, biasa meninggalkan kantor yang terletak di Gombel pukul empat sore, 30 menit kemudian sampai di kantor yang terletak di Jl. Imam Bonjol. Bukan jam berangkat bekerja yang lazim kan ya. :)
Akhir-akhir ini -- Juni 2020 -- pesepeda sedang banyak disorot orang karena mendadak pamor sepeda melonjak tinggi di tengah masyarakat yang jenuh terus menerus harus tinggal di rumah. Entah bagaimana awalnya, mendadak banyak orang beralih ke bersepeda sebagai alternatif olahraga yang cukup 'aman' karena bisa dilakukan sendirian, dan bukan dalam kelompok (misal: basket, voli, sepakbola, dll.) Namun ternyata, orang-orang itu tetap bersepeda dalam kelompok, kebanyakan dari mereka. Dan bayangan bahwa sepeda itu tidak perlu mengikuti peraturan yang ada untuk para pemotor/pengendara mobil "mentang-mentang" tidak bermesin itu tetap mereka imani; hasilnya? Mereka bersepeda bergerombol, namun ketika melewati lampu merah, mereka merasa tetap boleh menerabas lampu merah itu, tanpa peduli bahwa apa yang mereka lakukan akan mencelakakan diri mereka sendiri, dan juga orang lain.
Maka tidak heran jika postingan saya di grup Bike to Work Semarang tentang pentingnya SHARE THE ROAD viral hingga lebih dari 1200 kali dibagikan orang. Entah yang membagikannya itu juga pehobi sepeda, atau justru malah orang-orang yang kesal karena kian sering menemui kasus orang yang bersepeda memenuhi badan jalan, plus merasa lampu merah di traffic light itu hanya tanda untuk pemotor/pengendara mobil.
Di satu acara yang dipandu oleh majalah Intisari dan National Geographic Magazine Indonesia, Om Poetoet -- ketua umum Bike to Work Indonesia -- bercerita tentang satu kasus yang terjadi di Tangerang, kota tempat tinggalnya. Di satu pagi, ada rombongan pesepeda sedang latihan (dilihat dari jenis sepeda yang mereka naiki, plus outfit lengkap yang mereka kenakan) menerobos lampu merah. Pemotor yang datang dari arah yang lampunya telah berubah hijau, tidak menyangka bahwa peleton ini cukup panjang, hampir menabrak pesepeda yang berada di belakang. Dia berhasil menghindari menabrak sang pesepeda, namun ternyata dia menabrak pihak lain sehingga tetap menyebabkan kecelakaan.
Beberapa hari lalu, saya melihat beberapa kelompok peleton sepeda seperti ini di Jl. Dr. Cipto, jalan yang lumayan panjang di kota Semarang. Mungkin karena jalan ini panjang, banyak pesepeda suka 'latihan' kecepatan disini. Saya yang bersepeda santai pun kaget melihat kecepatan mereka. Ketika menjelang lewat perempatan dimana lampu merah sedang menyala, pesepeda yang paling depan terus mengayuh pedal dengan kencang, sambil berteriak, "terus … terus …". Di satu traffic light (yang lain), dari arah Barat saya lihat seorang pemotor melaju, untungnya dia pelan, sehingga tidak terjadi tabrakan. :(:(:( Ini membuat saya berpikir, apa tidak sebaiknya mereka yang latihan kecepatan dalam peleton yang lumayan panjang ini memilih waktu yang 'tepat' (baca => sepi, masih jarang orang-orang berlalu lalang di jalan raya) atau area yang sepi, untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan?
SHARE THE ROAD itu berarti semua orang berhak menggunakan jalan raya bersama, dengan saling menghormati pengguna jalan lain. Jangan mentang-mentang berada dalam satu kelompok besar, kemudian menguasai jalan untuk kelompok sendiri.
PT56 11.55 25-Juni-2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.