Cari Blog Ini

Jumat, 19 Juni 2020

Keselamatan di Jalan Raya

Dari obrolan virtual yang diselenggarakan oleh National Geographic Magazine Indonesia pada hari Kamis 18 Juni 2020 yang saya ikuti, saya ingin menggarisbawahi apa yang disampaikan oleh Om Poetoet sebagai ketua Bike to Work Indonesia : keselamatan pengguna jalan raya itu tanggung jawab kita semua.

 

 


Mumpung sepedaan sedang ngetren setelah pemerintah Indonesia membuka diri menuju 'new normal' lifestyle, obrolan ini sangat menarik diikuti. Obrolan diawali oleh dokter Aristi yang seorang pesepeda dan peturing antarnegara menyampaikan pentingnya mengikuti protokol kesehatan yang ketat ketika bersepeda: memakai masker itu penting untuk melindungi diri sendiri, sekaligus juga melindungi orang lain, siapa tahu kita adalah OTG alias orang tanpa gejala. Selain itu, dia juga menyarankan mengenakan face shield agar kita merasa lebih aman dari 'serangan' droplet orang-orang yang mungkin kita temui di jalan. Selain mengenakan masker (dan face shield), kita juga sebaiknya bersepeda sendirian, atau maksimal dengan 4 orang lain, itu pun kalau bisa ya orang-orang yang serumah dengan kita, yang kita tahu pasti kesehariannya bagaimana, apakah dia positif/negatif covid. Memilih rute yang sepi dan waktu yang tepat juga penting agar kita bisa terhindar dari kemungkinan ketularan covid 19.

 

 

Om Poetoet yang diberi kesempatan untuk berbicara setelah dokter Aristi menyoroti pentingnya menjaga keselamatan diri dan orang lain.

 


 

"Saat kita keluar rumah kita harus memastikan bahwa dalam perjalanan nanti kita tidak celaka -- ini ada hubungannya dengan persiapan yang harus kita lakukan, misal ngecek sepeda yang prima kita naiki dll -- juga kita jangan sampai menyebabkan orang lain celaka disebabkan oleh kita."

 

 

Seperti yang kita tahu bahwa sepedaan yang ngetren beberapa minggu terakhir ini tentu melibatkan para 'pemain baru'. Para 'newbie' yang sedang senang-senangnya sepedaan (dan biasanya mereka melakukannya beramai-ramai, yang berarti melanggar kebijakan new normal (karena justru berkerumun) nampaknya berpikir bahwa mentang-mentang sepeda ini tidak memiliki mesin, mereka bisa sesuka hati melanggar lampu lalu lintas. (Eh, bukan  hanya newbie ya yang melanggar lampu merah? Lol) Mereka juga kadang terlihat enak saja bersepeda berjajar tiga sampai empat orang hingga memakan badan jalan dan pengguna jalan lain kesulitan untuk menyalip.

 

 

Hal ini membuat jagad dunia maya seolah terbelah menjadi tiga: orang-orang yang sama sekali tidak tertarik bersepeda mengatakan para pesepeda ini semacam hama di jalan raya sehingga mereka harus dibasmi (duh, rasane pingin ngumpat 'your grandpa!"); pesepeda yang secara inosen mengajukan 'excuse' "loooh, kita kan pesepeda, boleh dong ga ngikutin aturan?" dan jenis ketiga: pesepeda yang mengikuti aturan sehingga mereka terjepit antara kelompok satu dan dua.

 

 


Mengacu ke keluhan orang-orang dari kelompok pertama, Om Poetoet mengambil sikap, "ya silakan kalau pesepeda juga akan ditindak jika melanggar lalu lintas, tapi ingat, pesepeda juga dilindungi UU loh." UU lalu lintas nomor 22 tahun 2009 pasal 62 mengatakan bahwa (ayat 1) pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda; (ayat 2) pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas; dalam hal ini bisa berupa jalur sepeda.  Pasal 106 ayat 2 menyatakan "setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau pesepeda dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)".

 

 


Nah, jika tidak ada jalur sepeda, terpaksa pesepeda memakai jalur umum yang dipakai oleh kendaraan bermotor. Secara hirarki, di jalan raya, di Indonesia pejalan kaki dan difabel itu pihak yang paling harus dilindungi, yang kedua adalah pesepeda. Trotoar dibangun utamanya untuk pejalan kaki dan difabel, namun jika tidak ada jalur sepeda, pesepeda boleh menggunakan trotoar, terutama jika trotoar dalam kondisi memungkinkan pesepeda untuk lewat trotoar (pas jarang ada pejalan kaki atau difabel) dan badan jalan dipenuhi kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor roda di atas 4 yang seyogyanya berada di jalur kanan yang paling harus menghargai keberadaan kendaraan bermotor roda 4 dan roda 2.

 

Keluhan mereka yang tidak bisa memahami pesepeda biasanya disebabkan mereka merasa ruang gerak mereka di jalan raya berkurang karena pesepeda. Nah, setelah tahu UU lalu lintas nomor 22 tahun 2009 harusnya paham dong bahwa pesepeda juga manusia, eh, pesepeda juga BERHAK menggunakan jalan raya bersama pengendara kendaraan bermotor.  Seandainya ada jalur sepeda namun pesepeda menggunakan jalur kendaraan bermotor, sila ditilang. Sebaliknya juga pengendara kendaraan bermotor menggunakan jalur sepeda, mereka juga harus ditilang.

 

Mengenai mereka yang melanggar traffic light saat lampu merah menyala, kira-kira berapa jumlah pesepeda / motorist yang melanggar? Mana yang lebih banyak? Lol. But, anyway, kita semua tahu bahwa melanggar lampu merah bisa jadi akan mencelakakan diri kita, namun bisa juga justru akan mencelakakan orang lain. Kembali ke pernyataan Om Poetoet, saat di jalan raya, jangan sampai kita mencelakakan diri kita, maupun mencelakakan diri orang lain. Kita SEMUA BERHAK selamat sampai tujuan.

 

PT56 16.04 19 Juni 2020


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.