Sebagai kota yang terletak di pinggir utara Pulau Jawa bagian tengah, selayaknya Semarang memiliki garis pantai yang cukup panjang. Akan tetapi sayangnya sampai sekarang, Semarang hanya memiliki satu pantai yang bisa dikatakan cukup diperhatikan oleh pemerintah dan layak dikunjungi; yakni Pantai Marina.
- PANTAI MARINA
Aku lupa mulai kapan Pantai Marina ini direnovasi kemudian dibuka untuk umum. Yang aku ingat, aku kesini tahun 2007 bersama kakakku + istrinya, dua adikku, dan Angie anakku. Waktu itu lumayan lah untuk refreshing, meski pantai ini tidak memilik area berpasir yang luas. Ada satu kompleks perumahan yang dibangun disini dengan rumah-rumah berukuran besar dan design yang cukup keren. Sayangnya beberapa tahun kemudian gegara rob, areanya sering dipenuhi banjir. Dan seperti biasa, untuk menghalau air banjir, kawasan ini ditinggikan. Yang dulunya ada area untuk bermain tamiya jelas tertutup urugan tanah. Dan … deretan rumah di pinggir pantai yang dulu sempat membuatku ngiler, lol, tertutup urugan tanah ini, sehingga tak lagi nampak indah dipandang. Aku membayangkan jika dulu para penghuni bisa langsung menikmati pemandangan laut lepas begitu keluar rumah, sekarang yang mereka lihat ya gundukan tanah.
Aku menyayangkan tidak adanya perhatian dari pemerintah untuk mengelola pantai ini dengan lebih profesional.
Semenjak mengenal sepedaan tahun 2008, aku mulai mengenal beberapa pantai lain yang ada di Semarang. Yang pertama adalah Pantai Maron. Pantai Maron terletak di 'belakang' bandara A. Yani yang lama. Dulu pengunjung bisa lewat area bandara, atau jl. Jembawan. Pertama kali kesini tahun 2008, area berpasir masih lumayan luas, yang membuatku berpikir Maron ini lebih menarik dikunjungi ketimbang Marina. :) Bahwa permukaan jalan dari bandara menuju pantai sangat tidak bersahabat dengan mobil sedan, karena terdiri dari tanah yang bertaburan batu, tidaklah mengapa buatku, karena sejak tahun 2008 sampai sekarang, aku selalu kesini naik sepeda. Lol.
Abrasi yang terjadi terus menerus akhirnya menggerus area berpasir Pantai Maron. Satu kali, deretan ruang untuk berbilas orang-orang setelah bermain air di pantai pun mundur hingga lebih dari 10 meter. Demikian juga deretan warung-warung yang berjualan berbagai jenis makanan dan minuman. Beberapa saat kemudian, area ini direklamasi, hingga garis pantai kembali menjorok ke laut lagi. Meskipun begitu, area ini tak lagi semenarik pertama kali aku ke Pantai Maron.
Meski dibuka untuk umum, beberapa tanda yang dipasang di daerah ini memberi info bahwa daerah ini dipakai untuk latihan militer. (Tempat untuk 'pembaretan'.) inilah alasan utama mengapa setelah Bandara Ahmad Yani dipindah ke tempat yang baru, Pantai Maron tertutup untuk umum. Padahal pabrik Phapros sempat membuat area penanaman mangrove yang dibuat cukup instagrammable (sekian tahun lalu, kurleb tahun 2016) untuk menarik pengunjung.
Aku tahu pantai ini semenjak mengenal Pantai Maron karena letaknya berseberangan dengan sungai yang menuju ke laut. Kukira dulu juga bagian dari Pantai Maron, ternyata bukan. Jika di tahun 2008 dulu masih ada jembatan yang menghubungkan jalan masuk menuju Pantai Maron dan jalan masuk yang menuju Pantai Tirang, beberapa tahun kemudian jembatan ini ditutup aksesnya. Setelah akses jembatan ini ditutup, hanya ada satu jalan masuk (via darat) untuk menuju Pantai Tirang, yakni lewat perumahan Graha Padma.
Permukaan jalan masuk menuju Pantai Tirang, selepas meninggalkan kawasan perumahan Graha Padma, jauh lebih menantang ketimbang jalan masuk menuju Pantai Maron, apalagi jika setelah turun hujan lebat. Dan, karena harus melewati satu jembatan sempit yang menghubungkan antara perumahan GraPad dan jalan masuk menuju Pantai Tirang, mobil tidak bisa menuju area pantai.
Tahun 2017 waktu dolan kesini bersama kawan2, area berpasirnya masih cukup luas. Meski areanya dipenuhi sampah (yang nampaknya berupa sampah dari laut yang dibawa ombak ke garis pantai), masih lumayan lah untuk dikunjungi dan menghasilkan foto-foto yang layak ditampilkan di instagram. Namun ketika aku kesini bulan Mei 2020 kemarin, area berpasir dipenuhi dengan tanaman enceng gondok. :(
Kembali aku mempertanyakan komitmen pemerintah, apakah pantai yang ada tidak layak mendapatkan perhatian dari pemerintah? Apakah karena jalan masuk ke pantai ini harus lewat perumahan Graha Padma, pantai ini otomatis menjadi milik perumahan? Dan pemerintah tak punya hasrat untuk membuatnya layak untuk dijadikan satu destinasi wisata? Hiks …
Aku tahu pantai ini gegara Ranz yang penasaran mencari pantai Baruna, saat satu kali dolan berdua dengan Tami, mungkin sekitar tahun 2015. Tami mengaku dia sering dolan kesini ketika dia kecil, saat pingin ngelangut, lol. Maka ketika Ranz mencari lokasi pantai Baruna, Tami mengajaknya ke pantai Cipta, karena justru Tami tidak tahu pantai Baruna. (FYI, saat itu mereka dolan berdua karena aku ada kegiatan lain.)
Oh ya, yang penasaran letak pantai Cipta, ini ada di balik 'pelabuhan peti kemas', di sebelah Timur pantai Baruna. Karena merupakan 'pelabuhan peti kemas', bayangkan sampah yang berserakan di daerah ini. Sayangnya terakhir aku dolan kesini sudah cukup lama, mungkin sekitar tahun 2016 karena banyak truk-truk yang bersliweran di area menuju pantai, aku enggan kesini.
Pertama kali aku diajak kesini oleh seorang kawan tahun 2008, aku belum kenal sepedaan, maka aku kesini naik motor. Waktu itu, jalan setapak di pinggir pantai masih ada, mungkin panjangnya sekitar 500 meter. Awal mengenal sepedaan, kadang aku kesini sendiri, namun karena jalannya bakal becek jika hujan turun, aku jarang kesini, masih mending ke Maron waktu itu.
Aku dan Ranz kesini mungkin sekitar tahun 2015 ketika Ranz bercerita ke aku mencari pantai Baruna malah ketemu pantai Cipta. Pertama kita berdua kesini naik motor. Yang berikutnya kita naik sepeda. Sekitar bulan Oktober/November 2015 Ranz sempat merekam perjalanan kita kesini dengan kameranya dan membuat video pendek.
Sekitar tahun 2016 aku mengajak Angie kesini. Ilalang yang tersebar di area yang cukup luas cantik diabadikan dalam kamera. Tahun 2017 aku kesini bareng kawan-kawan dan baru tahu bahwa tak jauh dari pantai ada satu lokasi yang cukup penting mencatat sejarah pertempuran 5 hari di kota Semarang; yakni Monumen Ketenangan Jiwa. Semenjak itu, aku cukup sering bersepeda kesini, dengan catatan di musim kemarau, karena hujan akan membuat jalan yang kulewati bakal becek sebecek-beceknya. Lol.
Lihat, minimal ada 5 pantai lho di Semarang ini. Apakah kira-kira pemerintah tidak pernah memasukkan pantai-pantai ini dalam rencana renovasi untuk dijadikan destinasi wisata yang layak?
LG 15.36 05-Juni-2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.