GOMINGPAI : SERIUS
TAPI P$ANTAI
Keinginan Ranz untuk
dolan ke pantai, disambut oleh Tayux, paketu Komselis. Maka begitulah, gowes
kita di Minggu pagi 14 Mei 2017 lumayan ramai. Taman Pandanaran dipilih sebagai
titik kumpul karena lokasinya yang cukup di “tengah” kota.
Minggu pagi itu aku
sampai TamPand sekitar pukul 06.35. Dari “Semarang Velogirls” sudah ada Avitt,
Tami, dan Dwi. (aiiihhh ... tumben, Dwi gasik! LOL.) selain mereka bertiga, ada
3 perempuan lain yang sudah siap di lokasi, Da Ningrum direktur “dakukis”
sekaligus “pensiunan” Srikandi (katanya sendiri LOL), Lulu, mbak dokter yang
sedang mengambil spesialis THT, dan Hemas, sobat Avitt, yang sedang mengejar
impian menjadi notaris di UGM, Jogja. Ranz kemana? Tumben dia terlambat! LOL.
Dia baru nongol ketika kita sudah siap meninggalkan lokasi, seusai berfoto dan
berdoa bersama. Avitt yang membawa kamera kakaknya untuk mendokumentasikan
sepedaan kali ini langsung menyerahkan kameranya kepada Ranz, yang ternyata
masih setengah tidur, setengah bermimpi. LOL.
Owh ya, ada satu
pesepeda perempuan lagi yang muncul, Iin, didampingi Yan. Mereka nampak santai,
mengenakan kaos lengan pendek. Berani tampil belang, In? Wkwkwkwkwk ...
Meninggalkan
TamPand, kita langsung menuju arah Barat, ke Kalibanteng. Perjalanan lancar,
ada 2 kawan lagi yang bergabung di perjalanan; Tedjohn boss-nya Diorama, dan
Pratama Ilham sang “bolap” a.k.a bocah pembalap. LOL. Dari Kalibanteng, kita
masih lurus ke Barat, melewati Kerkop, dan berhenti di traffic light, seberang
SAMSAT. Setelah lampu berwarna hijau, kita menyeberang, menuju perumahan Graha
Padma, perumahan elit kawasan Krapyak. (dekade lapanpuluhan dulu, perumnas
Krapyak adalah perumahan untuk rakyat jelata. J) Ya ... kita akan menuju pantai Tirang.
Dalam satu postingannya
di instagram, Dwi bilang pantai Tirang adalah pantai favoritnya yang terletak
di deretan pantai kota Semarang. Memang harus diakui, pantai Tirang memiliki
titik-titik cantik untuk dibidik dengan kamera. Tapi, harus jeli dalam memilih
spot yang tepat.
Menuju pantai
Tirang, kita masuk ke kawasan perumahan Graha Padma. Bertemu bunderan pertama,
kita masih lurus, di perempatan berikutnya, kita belok kiri. Ikuti jalan sampai
melewati jembatan, kita bisa langsung belok kanan dan menyusuri jalan di
pinggir sungai hingga mentok, dimana sebelah kanan ada jembatan kecil. Kita
belok kanan, menyeberangi jembatan itu, kemudian belok kiri, lurus hingga
pantai.
Namun, kita tidak
melewati jalan itu. Avitt yang memimpin di depan berbisik kepadaku, “Kita
kerjain mereka yuk Miss? Kita ajakin lewat trek sempit di ujung sana?”
Mengingat single track disitu lumayan asik spotnya untuk berfoto-foto, aku
setuju. J Maka,
setelah melewati jembatan yang kusebut di paragraf sebelum ini, kita masih
lurus. (ssshhttt ... sekian bulan lalu aku pernah lewat single track ini,
sendirian, lihat seekor ular lewat lho! Hiiiii ... untung pas di depanku, ga
terlindas ban Austin. Wedew.)
Setelah melewati
single track, dan tak lupa bergaya di depan kamera, LOL, menyeberangi jembatan
(yang hanya bisa dilewati sepeda/motor/orang jalan kaki), sampailah kita ke
trek offroad. Syukurlah hari-hari sebelum tanggal 14 Mei itu cuaca sering
panas. Jumat malam sempat hujan lebat, tapi hari Sabtu cuaca panas sepanjang
hari, sehingga trek offroad yang kita lewati tidak terlalu berlumpur. Satu hal
yang pasti, ‘path’ yang kita lewati kian sempit, dibandingkan pertama kali aku
kesana. (setahun yang lalu? Dua tahun yang lalu? Lupa.)
Pantai Tirang memang
tidak seramai pantai Maron, meski lokasinya “hanya” berseberangan. Namun ketiadaan
jembatan yang bisa dilewati mobil, plus ‘path’ yang sempit sehingga mobil tidak
akan bisa lewat, bisa menjadi alasan yang kuat mengapa pantai ini tidak ramai. Kebetulan
hari itu ada event yang diselenggarakan disana, yakni penanaman mangrove, itu
sebabnya dalam perjalanan kita cukup sering berpapasan dengan orang.
Aku lupa jam berapa
rombongan kita sampai di pantai, kemudian mencari spot untuk berfoto-ria. Yang pasti,
cuaca sudah cukup panas, bakal mudah ‘membelangkan’ kulit. LOL. Itu sebab kita
tidak tinggal lama disana.
Pulangnya, Avitt
kembali memimpin jalan, dia tahu jalan yang langsung menuju perumnas Krapyak,
ada yang ingin sarapan nasi pecel. Namun ternyata sesampai sana, si penjual
baru siap-siap membuka warung. Kita lanjutkan mengayuh pedal, hingga kita
bertemu dengan warung soto. Ya sudah, kita sarapan nasi soto saja. Dalam kondisi
kelaparan, apa pun enak dimakan kok. J
Usai sarapan,
sebagian dari kita memutuskan untuk loading, pesan ‘grab’; Lulu sih ban
belakangnya mendadak meletus; yang lain mungkin khawatir pasangan hidupnya tak
lagi mengenali mereka karena mendadak berkulit eksotis. LOL.
Sampai bertemu di
kisah sepedaan lain. J
IB 13.13 20/05/2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.