Jumat 30 Oktober 2020
Jam 05.20 Radit sudah nginbox aku, "Sudah bangun Miss?"
Aku sudah melek, tapi Ranz masih tidur nyenyak. Kayaknya sih
nyenyak. Radit Cuma tertawa waktu kuberitahu, katanya, "Ya wis,
dikepenakke sik."
Mungkin baru sekitar jam 06.30 Ranz bangun dan memulai ritual
paginya. Aku? Biasaaa … aku baru merasa wajib bangun setelah Ranz selesai
melakukan ritual paginya. Hihihi …
Sekitar pukul 07.30 kita baru meninggalkan penginapan. Radit
langsung kukabari dan dia bilang akan menunggu kita di mini market swalayan
Gading Mas.
Ga pakai lama, kita langsung bertemu, dan melaju ke arah Utara.
Ranz pesan pada Radit untuk tidak lewat jalan raya yang tanjakannya terasa
curam. 9 tahun lalu, jelas aku dan Ranz lewat jalan raya, aku ga tahu jalan
lain. Namun, ketika 2 kali ikut acara Joga Foldingbike, aku jadi tahu ada jalan
lain menuju Kaliurang titik 0 dan tanjakannya tidak curam. Sebagai orang Jogja
dan sudah sering bersepeda ke Warung Ijo -- warungnya para pesepeda Jogja
katanya -- jelas Radit sudah tahu jalan.
Btw, kita sama sekali tidak janjian untuk bersepeda bertiga. Radit
yang tahu aku sedang berada di Jogja menawari ketemu, maka kita bertemu ngobrol
di café Sembari. Dan pagi ini, dengan suka cita Radit mendampingi kita untuk
menjadi penunjuk jalan. Enak lewat jalan non jalan raya, ga perlu berpapasan
dengan kendaraan bermotor yang jalannya ngebut-ngebut, dan ga perlu terhenti
gegara traffic light.
Di jalan non jalan raya, aku lihat banyak dibangun
perumahan-perumahan baru. Ini berarti mulai banyak persawahan menjadi
perumahan. Akankah satu saat nanti, Kaliurang tak lagi terasa dingin?
Kita berhenti di Café Brick, satu café yang nampaknya banyak
dikunjungi pesepeda demi berfoto karena bangunannya yang nampak Eropa banget.
Kebetulan di seberangnya ada warung soto. Aku minta mampir untuk sarapan
disitu.
Usai sarapan, kita melanjutkan perjalanan. Radit tetap mengajak
kita mlipir lewat jalan dalam kampung, yang tanjakannya tidak securam jalan
utama menuju Kaliurang. Istirahat berikutnya ketika kita "menemukan"
warung makan yang ternyata terletak tak jauh dari perempatan menuju Museum
Merapi. Di dekat perempatan ada loket pembayaran retribusi. Ranz beli es teh,
aku teh hangat, Radit wedang jeruk hangat.
Sampai disini Ranz mulai komplain jalan yang terus menerus miring ke
atas, dan kemiringannya terasa lebih curam, lol. Radit menyarankan agar kita
jalan kaki saja dengan menuntun sepeda untuk menghemat tenaga; ketimbang
mengayuh pedal sekitar 200 - 300 meter, kemudian berhenti lamaaa untuk
beristirahat. :D
Honestly, baru kali ini Ranz manja banget, sampai berulang kali
komplain, "Aku sudah ga mampu mengayuh pedal Petir." kemudian
menyalahkan aku yang semula bilang, "Hari Jumat kita gowes dalam kota
saja," dan bukannya mengajaknya bersepeda nanjak Kaliurang, lol. Ranz
sempat mau gantian naik Austin, sedangkan aku menuntun Petir. Tapi ga lama, Ranz
sudah bosan. Dia ngeluh Austin juga berat dikayuh. Hadeeeh. I am so sorry to
Radit yang harus nonton drama Ranz manja ini, lol.
Setelah berulang kali kudu merayu Ranz, "Hayuuuk, tinggal
sedikit lagi sampai." akhirnya kita sampai juga di pertigaan yang ada Tugu
Urang, kemudian lanjut nanjak curam menuju Terminal Kaliurang, alias tempat
parkir Tlogo Putri. Alhamdulillaaah. (Pulangnya sesampai penginapan, gantian
aku yang ngomel, "Baru kali ini kamu manjanya kebangeten. Mana ada Radit
pula!" dan dia Cuma meringis. Hadeeeh.
Mood Ranz masih buruk sesampai kita di Tlogo Putri. Untunglah dia
masih mau berfoto di spot Tugu Urang itu, dan di depan patung burung Elang.
Lol. Parah memang dia kalau sudah ngambeg, lol.
Sesampai Tlogo Putri, acara kita jelas makan siang. Seperti biasa,
aku pesan nasi goreng (tiga kali kesini, pertama tahun 2011, kedua tahun 2017
berdua dengan Angie, dan ini kali ketiga, aku selalu memilih menu yang sama, di
rumah makan yang sama, lol.) Radit memesan sate kelinci. Semula Ranz tidak mau
ikut pesan makanan. Tapi setelah melihat pesanan Radit datang, Ranz memesan
sate kambing.
FYI, cuaca jauh lebih sering mendung dan sedikit gerimis ketimbang
sang mentari bersinar garang. Syukurlah nampaknya alam turut membantu kita
untuk tidak terlalu terforsir tenaga kita.
Pulangnya jelas lancar jaya. Alhamdulillah.
In the future, aku masih berharap bisa bersepeda ke Kaliurang lagi
tanpa ada drama Ranz komplain lelah. Semoga dia sudah punya sepeda yang
diidam-idamkannya: seli element troy edisi B2W. Amiiin. Biar dia ga komplain,
"tanjakannya bikin kesel." lol. Pesanku ke Ranz, "Kalau kamu
sudah punya seli element troy, jangan kamu bikin single speed loh!" lol.
Dia sendiri yang membuat Petir (dan Shaun) single speed, tapi ya gitu deh dia,
lol.
Malamnya, Ranz menraktirku di café Maraville, Pogung. Mungkin dia
sedikit menyesal bertingkah kayak anak kecil, manja ga ketulungan, lol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.