Semula, menjelang bulan Desember 2020 aku tergoda ikut event
menantang yang diselenggarakan oleh satu komunitas sepeda yang ber-homebased di
Jakarta. Karena diselenggarakan secara virtual, peserta tidak perlu berangkat
ke Jakarta. Event ini menggeber angka 1000 kilometer, jarak sepedaan yang
dicapai selama satu bulan. Namun, setelah tahu bahwa jarak 1000 kilometer ini
dicanangkan untuk kelompok, satu kelompok berisi 5 peserta, dimana
masing-masing peserta minimal bersepeda (hanya) sejauh 150 kilometer selama
satu bulan, minatku langsung kandas. Lol. Yaaah … sepedaan sendiri saja lah
kalau begitu, lol.
Kalau tidak salah sekitar awal bulan November ada event 'menggoda'
lain, yakni Virtual Ride yang diselenggarakan oleh komunitas Gadjahmada Gowes,
dalam rangka merayakan ulang tahun Universitas Gadjah mada yang ke-71. aku
belum pernah ikut event bersepeda yang diselenggarakan oleh Gamago dalam rangka
merayakan ulang tahun kampus almamaterku, dan kali ini, begitu saja aku tergoda
ikut. Biar aku ada alasan untuk dolan luar kota sih, lol. Well, meski hanya
virtual alias bisa dilaksanakan dari jarak jauh, aku tetap ingin dolan, minimal
ke Solo, dan bersepeda sejauh 71 kilometer bareng Ranz.
Ranz tidak hanya mengiyakan ajakanku ikut event 'Gamago Virtual
Ride 2020 ini', dia juga mengusulkan untuk bersepeda Solo - Jogja untuk
mencapai angka 71. well, meski sama dengan event yang mematok angka 1000
kilometer, sebenarnya jarak 71 kilometer ini boleh dicapai dalam waktu satu
minggu, mulai tanggal 12 Desember sampai tanggal 19 Desember, pas tanggal
kelahiran UGM, tidak wajib dicapai dalam sekali bersepeda.
Hari Jumat 18 Desember 2020 aku berangkat ke Solo dengan naik
travel. FYI, sejak awal bulan, hujan sering mengguyur, tidak hanya kota
Semarang namun juga Solo dan Jogja. Waktu berangkat ke pool travel, cuaca
Semarang cerah cenderung panas. Travel yang kunaiki berangkat pukul 10.00 dan
aku adalah satu-satunya penumpang! Wow. Dalam perjalanan sempat turun gerimis.
Waktu travel keluar dari jalan tol di area Colomadu, gerimis sudah berhenti.
Namun memasuki kawasan Kartasura, gerimis turun lagi, bahkan menderas. Karena
fly over di kawasan Purwosari saat itu belum jadi, travel masih memutar ke arah
Stadion Manahan. Setelah melewati fly over tak jauh dari kawasan Manahan, masuk
ke Jalan Kota Barat, gerimis masih lumayan terlihat. Namun setelah kita sampai
di pool, gerimis tinggal rintik-rintik. Aku tidak merasa perlu mengenakan
mantel dalam perjalanan menuju rumah Ranz di kawasan Jongke, Laweyan.
Sabtu 19 Desember 2020
Satu hal penting yang harus kucatat disini adalah kondisi
kesehatan Ranz yang kurang prima. Kesibukannya duduk di depan laptop/komputer
selama berbulan-bulan, dan intensitasnya kian naik dalam 2 minggu terakhir
menjelang tanggal 19 Desember membuat punggung Ranz yang memang sempat
bermasalah (di bagian tulang belakang terutama) terasa sangat mengganggunya.
Dia sudah sempat ke terapis langganan, dipijat kemudian dipasangi 'tape' di
sepanjang punggung hingga tulang panggul, namun sebenarnya Ranz belum boleh
melakukan gerakan fisik berat. (hwah, jadi ingat tahun 2017, waktu itu dengkul
Ranz yang bermasalah sebelum kita berangkat ke Sidoarjo, kemudian lanjut ke
Probolinggo dan Cemara Lawang.)
Sekitar pukul 07.00 kita meninggalkan Jongke. Kali ini Ranz
memilih naik Astro, sepeda lipat polygon urbano 3.0 yang dia beli tahun 2017,
aku tetap naik Austin. Di awal perjalanan, Ranz nampak sangat prima,
dibandingkan saat kita gowes ke Jogja di bulan Oktober lalu dia naik Petir,
seli wimcycle bazooka 14 inchi single gear. Saa itu dia mengayuh pedal Petri
slowly but surely. Ban belakang Austin yang ternyata rada gembos membuatku
terseok-seok mengejar Ranz, hingga aku sadar, ban Austin butuh angin. Setelah
dipompa, aku bisa mengimbangi Ranz yang nampak perkasa.
Aku sempat mengajak mampir di satu minimarket karena aku butuh ke
toilet. Sayangnya, ternyata air di toilet itu tidak mengalir. Aku kudu menahan
pipi* lebih lama. Itu sebab ketika Ranz menawarkan mampir sarapan di satu rumah
makan, aku setuju. Aku memilih menu sop ayam. Ternyata kita baru bertemu rumah
makan dengan menu yang kuinginkan setelah kita bersepeda sejauh 5 kilometer,
lol. Untunglah aku tidak ngompol di
tengah jalan, lol.
Usai sarapan, bukannya Ranz kian prima, malah kondisinya drop.
Kayuhannya jauh lebih parah, bahkan jika dibandingkan ketika naik Petir.
Berulang kali dia ngecek smart watch di tangannya untuk ngecek 'heart rate'nya
yang tinggi :( dia mengayuh pedal Astro pelan, namun jantungnya tetap berdetak
kencang, dengan heart rate tinggi, sampai angka 180. Kita hanya bisa bersepeda
satu kilometer, kemudian berhenti agar Ranz bisa menata detak jantungnya,
terutama jika jalan sedikit miring ke atas.
Bayangkan kapan kita akan nyampai Jogja jika kita harus berhenti
setelah kita mengayuh pedal sejauh 1 kilometer. :( Hingga ketika kita sampai di
perbatasan masuk kota Klaten, Ranz memohon untuk naik grab saja. :( aku patah
hati. :( tapi kondisi Ranz yang buruk membuatku tak tahu harus bagaimana. Aku
bahkan menawarinya untuk kembali ke Solo saja, karena dia bilang butuh ke
terapisnya.
Saat kutawari naik taksi online balik ke Solo, Ranz menawar, agar
kita naik grab ke Jogja sesampai alun-alun Klaten. I was broken-hearted. Aku
sudah membayangkan akan mencapai jarak 71 kilometer di strava, untuk kemudian
kupamerkan di medsos, aku bersepeda sejauh 71 kilometer, sesuai umur kampus
almamaterku tercinta. Maka aku tawar, aku membiarkan dia naik grab sendiri ke
Jogja, sementara aku terus mengayuh pedal Austin sendiri. You can guess, mana
Ranz mau ninggalin aku sendiri bersepeda antar propinsi, dengan kondisi jalan
yang penuh bus dan kendaraan2 bermesin berbadan besar lain. Dia sempat ngambeg
saat tahu aku tetap keukeuh pingin lanjut bersepeda, lol. Sampai aku ingat,
biasanya kalau dia ku'lulu' (bahasa Indonesia-nya apa ya? Lol), dia malah
justru akan mau mengikuti apa yang kuingini, lol. Maka aku bilang ke dia,
"Oke … kita naik grab sesampai pusat kota Klaten."
Ketika melewati alun-alun Klaten, aku berseru ke dia yang berada
di depanku, "Ranz, aku berhenti sebentar untuk motret Austin." saat
itu ada banyak orang yang mengenakan toga, entah universitas mana sedang
mengadakan wisuda. Meski ternyata Ranz tidak mendengar seruanku, aku tetap
berhenti untuk memotret Austin. Ga pakai lama sih, aku terus melanjutkan
perjalanan, mengejar Ranz. Tidak kusangka ternyata Ranz sudah lumayan jauh di
depanku, mungkin sudah sekitar 2 kilometer dia meninggalkanku. Saat aku sampai
di lokasinya berhenti menungguku menyusul, dia nampak heran, kujelaskan aku
memotret Austin di alun-alun. Kemudian aku bertanya, "Ini sudah sampai
pusat kota Klaten. Kita mau naik grab dari mana?" eh, ternyata dia
menjawab, "Mood bersepedaku sudah kembali bagus. Asal tidak ada tanjakan
lagi, aku rasanya bisa bersepeda sampai Jogja.
OH YESSSSSSSS. Lol.
Setelah memastikan kondisi tubuhnya sudah tidak payah dan heart
rate-nya tidak membahayakan untuknya, kita melanjutkan perjalanan. Sampai masuk
Jogja. Alhamdulillah.
Dari Jalan Solo, kita belok kanan ke arah Jalan Gejayan. Ranz
butuh mampir ke satu toko jualan accessories hp. Dari sana, kita memutar ke
arah Jalan Kolombo, lewat jalan dalam UNY. Sesampai bunderan UGM, aku mengajak
Ranz masuk Boulevard (begitu seingatku kita menyebut jalan masuk menuju gedung
GSP). Kita menuju Balairung dimana panitia Gamago memasang baliho / hall of
fame untuk event Gamago Virtual Ride 2020 ini.
Dari UGM, aku mengajak Ranz mampir ke supermarket legendaris yang
berencana ganti nama menjadi Manna Kampus. Bulan Oktober lalu aku beli celana
3/4 untukku dan Angie disini, ternyata adikku juga pingin dibelikan, maka aku
kesini lagi untuk beli. Setelah itu kita menuju area Selokan Mataram untuk
makan siang. Kali ini kita tidak memilih menu gudeg, namun masuk ke RM Padang.
Sudah lamaaa juga aku tidak makan nasi Padang.
Keluar dari RM Padang ini, jarak tempuh di strava menunjukkan
angka 69 kilometer. Aku pun mengajak Ranz untuk lanjut mengayuh pedal sepeda
kita sampai perempatan Kenthungan, Jakal km. 6. setelah mencapai angka 71,70
kilometer, kita berhenti, melipat sepeda, kemudian lanjut naik grab menuju
Jalan Kaliurang km. 26, alias Tlogo Putri. Kita sudah janjian dengan Angie --
anakku -- dan Fitri, seorang karibnya untuk menginap di kawasan yang lumayan
tinggi ini.
Alhamdulillaaaah. Kita telah 'memenuhi' jarak yang diminta oleh
panitia Gamago Virtual Ride 2020, dan kita berdua pun bertemu dengan Angie dan
Fitri yang telah mendapatkan penginapan untuk kita menginap, Hotel Srikandi,
yang terletak mungkin hanya sekitar 200 meter dari patung Elang Jawa. Harga
sewa kamar Rp. 200.000,00 per kamar dengan fasilitas kamar mandi dalam dengan
air panas, tanpa sarapan. Namun kita mendapat minuman panas, boleh memilih teh
atau kopi hitam.
To be continued.
28 Desember 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.