Rangkaian mbolang Bromo dan Probolinggo
Sabtu
30 Desember 2017 ~ Day 6
Ini
adalah hari ‘ekstra’; hari dimana kita tetap stay di Probolinggo karena kita
kehabisan tiket KA Sritanjung untuk balik ke Solo. Ada kereta lain, namun bukan
kereta ekonomi, dan harga tiketnya sangat jauh di atas harga tiket KA
Sritanjung. Oleh karena itu, Ranz memutuskan kita stay satu hari lagi di
Probolinggo.
Dari
sekian banyak tempat wisata di Probolinggo, setelah googling, selain Gili
Ketapang, Ranz juga tertarik pada BJBR alias Bee Jay Bakau Resort. Mengapa ini?
Mungkin karena kita bisa trekking disini sehingga Ranz memilih mengajakku
kesini. Aku setuju saja. J
Seperti
sehari sebelumnya, kita meninggalkan penginapan menjelang pukul delapan pagi. Dari
pada bingung mau sarapan dimana, Ranz mengajakku mampir di warung sederhana
tempat kita sarapan sehari sebelumnya, karena kebetulan untuk menuju BJBR kita
kembali melewati pelabuhan Probolinggo. Aku pun tetap memilih menu yang sama :
pecel dan tempe goreng.
Sebelum
pukul sembilan pagi kita telah sampai di kawasan BJBR. Ranz sempat ragu-ragu
jadi atau tidak kesini mengingat harga tiket yang cukup mahal. Menurut artikel
yang dibaca Ranz sekian waktu lalu harga tiket masuk BJBR hanya Rp. 15.000,00.
Dari harga limabelas ribu rupiah itu, mendadak naik menjadi Rp. 40.000,00. Wuih
... L Menikmati
pemandangan kawasan mangrove alias hutan bakau namun kita harus merogoh kocek
segitu rasanya kok mahal banget yak?
Namun,
aku telanjur penasaran. LOL. What is it like? Dan, toh saat memperpanjang kamar
penginapan dua malam kita bisa mengirit delapanpuluh ribu rupiah, kupikir ya
imbang lah ya. Hihihi ...
Ketika
kita sampai, di tempat penjualan tiket, ada tulisan bahwa harga tiket untuk
tanggal 30 Desember 2017 sebesar Rp. 50.000,00; sedangkan untuk tanggal 31
Desember 2017 harga naik lagi menjadi Rp. 60.000,00. WHAATTT? Ada apa dengan
penyelenggaranya; kok galau gitu menentukan harga tiketnya? LOL.
Mengetahui
harga tiket naik sepuluh ribu rupiah dari yang semula diperkirakan, Ranz
bertanya, “Gimana? Jadi ga? Harga tiketnya naik!”
Aku
yang justru menjadi kian penasaran – ada apa di dalam BJBR – tetap bergeming :
kita harus masuk BJBR. Meski sedikit ngedumel namun karena dia sudah telanjur
menyuruhku memilih masuk atau tidak, Ranz pun membeli tiket masuk. LOL.
Hutan
bakaunya mengingatkanku pada hutan bakau yang ada di Karimun Jawa. Waktu dolan
ke KJ tahun 2011, dan bersepeda ke Pulau Kemojan, kita sempat masuk di ujung
hutan bakau KJ. Namun karena ga tahu kira-kira seberapa besar hutan itu, dan
kita masih ingin melanjutkan perjalanan menuju Kemojan, kita juga blank
seberapa jauh kita harus mengayuh pedal sepeda (zaman kita belum familiar dengan GPS J) kita hanya foto-foto di luar, tidak
menjelajah ke dalam.
Setelah
trekking di kawasan hutan bakau BJBR, kita menyusuri trek sepeda di atas laut
yang konon terpanjang di Indonesia. Sayangnya, kita tidak diperbolehkan membawa
sepeda kita masuk. Plus, ada sepeda yang kita lihat di dekat trek sepeda itu,
tapi terkunci. Jika memang kita harus menyewa, tidak ada petugas yang melayani
pengunjung yang akan menyewa sepeda. Walhasil, kita tidak naik sepeda di
sepanjang trek sepeda di atas laut itu; seperti pengunjung lain, kita hanya
berjalan.
our brunch; french fries Rp. 15.000,00 orak-arik pare Rp. 25.000,00, es milo Rp. 25.000,00, di resto dalam BJBR |
Hujan
sempat turun sekitar pukul 12.00. Untunglah kita sampai di satu lokasi dimana
kita bisa berteduh.
saat gerimis turun, saat kita menemukan tempat berteduh |
banyak spot foto di dalam BJBR |
'pantai buatan' dalam BJBR |
Kita
keluar dari kawasan BJBR menjelang pukul tiga sore. BJBR buka sampai malam,
kita bayangkan pasti lampu-lampu yang disediakan bakal membuat suasana kian
eksotis. Namun kita sudah lelah. Apa boleh buat?
Malamnya
kita mampir makan malam di rumah makan yang sama; aku kembali memesan capcay
goreng; Ranz hanya geleng-geleng kepala melihat aku yang sama sekali tidak
kreatif. LOL.
Usai
makan malam, Ranz bersedia menemaniku night ride sambil mencari tempat fotocopy. Dia
harus ngeprint scan KTP-nya untuk naik kereta api, karena KTP-nya ketinggalan
di rumah. :D Malam itu kita bersepeda sekitar 15 kilometer sebelum balik ke
penginapan dan mulai packing; keesokan hari kita akan meninggalkan Probolinggo.
Minggu 31 Desember 2017 ~ Day 7
Saat orang-orang ber’last Sunday ride’, aku dan Ranz juga
bersepeda, tapi dari penginapan menuju stasiun Probolinggo. :D
Kereta yang kita naiki menurut jadual meninggalkan stasiun
pukul 11.00. itu sebabnya pagi itu kita masih santai di penginapan sampai
sekitar pukul delapan pagi. Setelah berpamitan kepada petugas yang jaga di
lobby penginapan, kita meninggalkan homestay yang terletak di Jl. Suyoso itu.
Dalam perjalanan menuju stasiun, Ranz mengajakku mampir ke
satu warung yang salah satu menu yang disediakan adalah pecel. Ranz kali ini
hanya menontonku makan. :D selesai sarapan, kita menuju stasiun yang terletak
sangat dekat dengan alun-alun kota Probolinggo. Sebelum masuk stasiun, Ranz
mampir ke satu gerai fast food membeli ayam goreng tepung untuknya brunch.
KA Sritanjung datang tepat waktu, dan meninggalkan stasiun
juga sesuai dengan jam yang tertera di tiket; pukul 11.00.
Kita sampai di stasiun Purwosari menjelang pukul tujuh malam.
Semula aku ingin langsung pulang ke Semarang dengan naik bus dari Kerten. Namun
ternyata sesampai Solo aku super lelah dan lapar. Aku bayangkan jika aku naik
bus dan tidak mendapatkan tempat duduk sampai Semarang, saking penuhnya
penumpang, dalam perjalanan aku bakal pingsan. LOL. Untuk mengantisipasi itu, aku
pun menginap semalam terlebih dahulu di rumah Ranz. Tanggal 1 Januari 2018
sebelum pukul setengah enam pagi aku telah berada dalam bus menuju kota
Semarang.
Sampai bertemu di petualangan Nana dan Ranz berikutnya yaaa.
LG 14.26 16012018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.