Ketika
tahu ada tanggal merah jatuh di hari Kamis 29 Oktober 2020, pikiranku langsung
dengan cepat membuat rencana: hari Rabu 28 Oktober aku berangkat ke Solo, hari
Kamis 29 Oktober aku dan Ranz bersepeda ke Jogja, hari Jumat 30 Oktober kita
bersepeda dalam kota Jogja (I was expecting Malioboro still as quiet as a few
months ago in the beginning of pandemic), hari Sabtu 31 Oktober bersepeda
kembali ke Solo, hari Minggu 1 November bersepeda di area Solo sebelum aku
balik ke Semarang.
Dan
ternyata keinginanku ini dikabulkan oleh yang berkuasa mengabulkan. Hihihi …
kebetulan Ranz mendapat 'cuti' seperti yang dicanangkan oleh pemerintah.
(kantor Angie ga libur soalnya. Andai libur, mungkin kita akan dolan bareng,
which means aku ga akan sepedaan. :D )
Rabu 28
Oktober 2020
Hari Rabu
28 Oktober aku berangkat ke Solo dengan naik travel Citi trans yang pool-nya
terletak di Jl. Trilomba Juang, harga tiket Rp. 85.000,00, gratis bagasi. Oh
ya, aku membawa Austin tentu saja. Mobil yang kunaiki meninggalkan pool pukul
11.00, aku sampai di rumah Ranz sekitar pukul 12.45. lumayan cepat, karena
travel lewat jalan tol.
Siang itu
Ranz mengajakku makan di warung makan adiknya yang terletak di area pasar
oleh-oleh Jongke, tak jauh dari traffic light. Soto ayamnya enak pol lho, ga
kalah sama soto ayam di RM Soto Hj. Fatimah. Sama-sama enak, tapi tentu aku
lebih memilih ngelarisi jualan adiknya Ranz yang mantan chef hotel bintang 4.
dia terpaksa dirumahkan gegara pandemi.
Sorenya
aku mengajak Ranz ke 'Omah Lowo/Lawa' yang sekarang diubah menjadi museum/toko
batik keris. Cuma lihat-lihat doang, ga berniat beli. Work from home membuatku
merasa ga perlu beli baju baru. (ssshhhttt … alasan utama sih karena harga
baju2nya mihil! Lol.) kita sempat mampir di café yang terletak di dalam situ
juga. Aku memesan cappuccino hangat, Ranz ga pesan minum apa-apa karena ga ada
coklat. (Kalau kita berdua ke café, biasanya aku pesan kopi, Ranz pesan coklat.
She doesn't drink coffee.)
Dari
sana, kita mampir ke Wedangan Pak Basuki, angkringan wajib kunjung karena teh
nasgitelnya super ngangenin! Harga cemilan/jajanan yang lain memang mahal
disini, tapi aku kesini hanya demi teh nasgitelnya, bukan yang lain. :D
Sebenarnya dari Omah Lowo, Ranz menawariku mampir ke café Nue atau Pak Basuki.
(Dia pingin minum coklat di café Nue itu.) Tapi, aku beralasan, "Café ada
dimana-mana. Semarang juga buanyaaak. Tapi teh nasgitel yang super enak hanya
ada di Pak Basuki." dan … yes, tentu saja Ranz mengalah. Hohoho …
Sekitar
jam 22.00 kita balik ke rumah Ranz.
Kamis 29
Oktober 2020
Semalam
Ranz bertanya kita mau berangkat jam berapa. Kujawab, "Santai, sebangunnya
kita." (Dia suka ngeluh kalau pas hari libur, dia terpaksa bangun pagi
karena di hari kerja dia sudah harus bangun pagi setiap hari, lol.) Ternyata
jam lima pagi dia sudah memulai ritual paginya di kamar mandi. :)
Sekitar
pukul 06.30 kita mulai mengayuh pedal meninggalkan area Jongke - Laweyan.
Sengaja Ranz memilih jalan yang menuju Baki - Sukoharjo dan tidak lewat
Kartasura agar kita tidak perlu terlalu sering berdampingan dengan bus di jalan
raya. Ini adalah napak tilas pengalaman kita bersepeda Solo - Jogja 9 tahun
lalu, Ranz juga mengajak lewat rute ini.
Bedanya waktu itu Ranz naik Snow White -- sepeda lipatku polygon urbano
3.0 buatan tahun 2010 -- karena di rak boncengan ada tas pannier yang berisi
baju-bajuku -- sedangkan aku naik Pockie -- sepeda lipat pocket rocket buatan
tahun 2009 -- tanpa pannier karena di Pockie tidak ada rak boncengan. Kali ini
aku naik Austin -- sepeda lipat downtube nova buatan tahun 2011 -- dengan tas
pannier mungil di rak boncengan, Ranz naik Petir sepeda lipat bazooka 14"
yang dia buat jadi single speed.
Jika 9
tahun lalu Ranz sempat mengajakku beli jajanan sebelum meninggalkan pasar
oleh-oleh Jongke, kali ini tidak, kebetulan juga tidak ada yang jualan jajan di
pinggir jalan. Semalam aku tidak melakukan carbo loading padahal, hanya minum
cappuccino di café Omah Lowo dan teh nasgitel di Wedangan Pak Basuki. Terakhir
mengkonsumsi carbo ya Rabu siang, waktu maksi soto ayam.
Kita
terus melaju tanpa berhenti sampai sekitar 15 menit, dimana di satu perempatan
Ranz bilang jika kita belok kiri kita akan sampai di warung makan ayam goreng
Mbah Karto - Sukoharjo. Loh, kok malah kita ke Selatan banget yak? Dan,
ternyata memang benar, Ranz memilih rute yang membawa kita terlalu ke Selatan,
hingga untuk 'kembali' ke jalan utama Solo - Jogja kita harus bersepeda ke arah
Utara hingga kurang lebih 7 kilometer. Hohoho … Dalam hati sih aku sudah siap
jika sampai harus mengayuh pedal sejauh 100 kilometer hari ini. Sekalian
nge-grandfondo sajaaa. :D
Ketika
akhirnya kita sampai di jalan propinsi Solo - Jogja, aku berpikir, kira-kira
batas kota Solo - Klaten sudah kelewat belum ya? Secara aku sudah sengaja
mengenakan sweater yang sama dengan yang kukenakan 9 tahun lalu je, untuk
berfoto di perbatasan kota, untuk membandingkan tubuhku yang kian melar selama
9 tahun berlalu, lol. Jika sampai sudah kelewat, duuuuuh, musproooo keinginanku
berfoto di titik sama mengenakan sweater yang sama. Lol.
Saat
berpikir-pikir apakah kira-kira perbatasan kota telah lewat, mak jegagik yang
kucari ada di depan mata! Horreeeee! Maka, dengan suka cita aku meminta Ranz
memotretku disitu. Saat kubandingkan dengan fotoku 9 tahun yang lalu, hmmm …
memang yang paling mencolok terlihat berbeda adalah tubuhku yang melebar ke
samping, lol, namun senyumku tetap mempesona laaah. Lol.
Setelah
berfoto -- Ranz menolak kufoto disitu -- kita melanjutkan perjalanan. Perutku
mulai keroncongan. Tak lama kemudian kita mulai memasuki area pusat kota
Klaten. Di Jalan Veteran, Ranz melihat ada sebuah warung makan sop ayam Klaten
di seberang, Ranz menawariku mampir kesana. Aku langsung setuju. (Semula aku
bilang ke Ranz ingin sarapan di RM Djatayu yang terletak tak jauh dari Candi
Prambanan, tapi dia menolak. "Kejauhan! Keburu kelaparan!"
komplainnya, lol.)
Selama
sarapan, kita melihat banyak sekali pesepeda yang melintas, baik dari arah Solo
ke Jogja, maupun sebaliknya, Jogja ke Solo. Ah … ini pas tanggal merah 29
Oktober 2020, Maulud Nabi. Apalagi semenjak pandemi, banyak orang yang mendadak
bersepeda. :D
Usai
sarapan, kita langsung melanjutkan perjalanan.
Alhamdulillah
perjalanan lancar sampai kita masuk kota Jogja. Menjelang masuk Jalan Solo, aku
mengajak Ranz belok kanan untuk masuk ke area Jalan Gejayan yang berubah nama
menjadi Jl. Affandi. Di pertigaan sebelum sampai Universitas Sanata Dharma,
kita belok kiri, masuk Jalan Colombo.
Kita mampir di satu angkringan karena Ranz merasa haus. Aku yang sudah
tahu sebentar lagi akan sampai kawasan Bulaksumur, maka ga lama lagi akan
sampai di hotel tempat kita menginap manut saja.
"Dari
sini ke hotel masih seberapa jauh?" tanya Ranz.
"Di
ujung jalan itu sudah RS Panti Rapih lho. And you know, ga jauh dari situ
adalah Bunderan UGM. Dari situ ke hotel masih sekitar 1 - 2 kilometer
lah." jawabku.
"Di
ujung jalan itu, seberapa jauh kita ini dari ujung jalan itu?" tanya Ranz,
penasaran, lol.
Kita
hanya minum es teh, masing-masing segelas, kemudian kita lanjutkan perjalanan.
Aku heran waktu melihat sebuah hotel yang cukup besar di sebelah kanan jalan,
tidak jauh dari gerbang masuk UNY. Gile, ada hotel baru disini! Besar pula!
Kira-kira target marketnya siapa? Keluarga wisudawan UGM/UNY? Wow.
Aku
memilih lewat Jalan Kaliurang. Dari Bunderan UGM, kita masih melaju ke Barat,
kemudian di perempatan yang di sebelah kiri ada Mirota Kampus dan di sebelah
kanan ada KFC, aku mengajak Ranz belok kanan, ke arah Utara. Langsung jalan
terasa nanjak halus. :D
Menjelang
traffic light di Selokan Mataram, jalanan mulai terasa padat merayap.
Menyeberang Selokan, jalanan kian padat. Ranz sudah booking kamar di hotel
Sellinan OYO di Gang Megatruh, jarak satu gang dari kosku zaman kuliah dulu,
Gang Mijil. Meski jalanan padat, baik dari arah Selatan maupun Utara, untung
kita tidak kesulitan menyeberang untuk kemudian masuk ke Gang Megatruh.
Sekitar
pukul 13.30 kita sudah check in. Hotel Sellinan ternyata fully-booked,
untunglah Ranz sudah booking seminggu sebelumnya. Saat kita akan check in, ada
dua orang datang bertanya apakah masih ada kamar kosong. Dijawab oleh resepsionis,
semua kamar terisi. Ah iya, ini long weekend! Ga nyangka, tidak hanya
hotel-hotel yang terletak di kawasan Malioboro yang fully-booked, namun juga
hotel-hotel yang terletak di Jalan Kaliurang km. 5.
Setelah
check in, memasukkan barang-barang kita di kamar -- kita mendapat kamar nomor 9
di lantai 2 -- kita keluar lagi. Kita makan siang gudeg di satu RM gudeg yang
cukup terkenal yang terletak di pinggir Selokan Mataram. Setelah makan siang,
kita mengayuh pedal menyusuri Selokan Mataram sampai Jalan Gejayan, kemudian
belok kanan, Ranz mencari 'tempered glass' untuk hapenya yang baru. Dari sana,
kita masuk ke area UNY, untuk kemudian keluar di Jl. Colombo, kita mampir ke
Mirota Kampus. Ranz bilang dia lupa bawa celana pendek untuk ganti, in case
hujan.
Ternyata
ketika keluar dari Mirota, malah aku yang belanja celana pendek untukku dan
Angie. Hahaha … Ranz didn't get any. Dari Mirota, kita mampir ke satu
angkringan lagi, Ranz haus, dia pingin minum es the. Setelah itu, kita kembali
ke penginapan.
Malamnya
kita nongkrong di Sembari Café, yang terletak kira-kira 1,5 kilometer dari
penginapan. Radit yang memberi tahu kita lokasi café itu kemudian menyusul kita
untuk ngobrol bareng. Pukul 21.30 kita meninggalkan café.
Sekitar
pukul 22.15 aku dan Ranz sudah (mencoba untuk) tidur. :)