aku memotret Pockie dan Austin ketika Ranz membeli jajanan |
Aku sudah lupa kapan aku punya ide ini:
bikepacking Solo – Purwokerto. Alasannya apa ya mengapa ke Purwokerto? Mungkin
karena aku punya seorang sobat yang tinggal disana, yang bisa kukunjungi
sekaligus menyediakan kita tempat menginap. :) Namun ‘sayangnya’ dia masih bermukim di
negeri Paman Sam sono untuk menimba ilmu. Itulah sebabnya ide ini tetap ngendon
di pikiranku; tidak kucetuskan pada Ranz, my biking soul mate.
Sekitar akhir Februari aku mengatakan ide ini ke
Ranz. As usual, dia langsung antusias untuk segera merealisasikannya. Kebetulan
aku libur satu minggu tanggal 18 – 23 Maret 2013 (libur mid semester). Ketika
aku mengatakan hal ini ke Ranz, dia ngecek jadual di tempat kerjanya; dan ...
ternyata dia pun bisa meliburkan diri. LOL. Nah, jadilah kita merealisasikan
rencana bikepacking Solo – Purwokerto, much sooner than I expected.
Aku dan Ranz berangkat ke Solo pada hari Senin
18 Maret – mundur satu hari dari rencana semula karena pada hari Minggu 17
Maret kita mengikuti gowes latihan atau seleksi (calon) Srikandi #3 perwakilan
Jawa Tengah. (Check postingan sebelum ini disini.) Hari Senin ini kita gunakan untuk
beristirahat, checking sepeda, packing, dan ... kulineran di kota Solo. (I love
‘selat Solo’ a lot, selain soto seger Mbok Giyem.)
selat Solo yang yummy! |
Day 1 :
19 Maret 2013 Biking as well as shopping (Solo – Wates)
Kita meninggalkan rumah Ranz di daerah Laweyan
Solo sekitar pukul 06.30. Bisa dikatakan ini adalah perjalanan napak tilas
gowes Solo – Jogja yang kita lakukan pertama kali di pertengahan bulan Juni
2011. Hanya, jika pada waktu itu Ranz menaiki Snow White, sepeda lipat urbano
3.0 warna putih milikku dengan tas pannier fully loaded di rak boncengan, aku
menaiki Pockie, sepeda lipat pocker rocket milik Ranz tanpa tas pannier, kali
ini Ranz naik Pockie dengan tas pannier fully loaded di rak boncengan; aku naik
Austin, sepeda lipat downtube nova warna oranye dengan tas pannier mungil di
rak boncengan. :)
(Kenalkan, pasangan bikepacking baru: Austin
dan Pockie. :)
)
Ketika berangkat cuaca sangat mendung, meski
tidak ada tanda-tanda bakal turun hujan. Cuaca yang sangat membantu kita
mengadakan perjalanan jauh. Rencana rute yang akan kita jalani hari ini adalah
Solo – Jogja – Purworejo, sekitar 116 kilometer. Ranz yang sudah pernah
menapaki rute ini – ketika gowes Srikandi # 2 tahun lalu – kupercayai sebagai
penunjuk jalan. Kita sengaja tidak sarapan agar nanti bisa mampir ke rumah
makan Djatayu yang berlokasi di dekat candi Prambanan, tempat kita had brunch
bulan Juni 2011 dulu. Sebagai pengganti sarapan, Ranz membeli beberapa jajanan,
seperti pukis, sosis dan capcay (ala Solo) dalam bungkusan kecil. Ranz juga
sudah menyediakan pisang rebus untuk bekal. Kita bisa ngemil sekaligus minum
dari atas sepeda sehingga bisa mengirit waktu. Btw, untuk minum, kita hanya
bawa satu bidon yang nangkring di Austin, sehingga jika Ranz butuh minum, aku
harus menyerahkan bidon ke tangan Ranz, setelah selesai, Ranz menyerahkannya
kembali kepadaku yang akan segera meletakkannya di frame Austin.
Ranz iseng :D |
di perbatasan masuk kota Klaten |
Ketika melewati kota Klaten, Ranz melihat sebuah
toko sepeda dan kita mampir untuk membeli gembok sepeda, karena kita lupa
membawa gembok. (shopping pertama.) Keluar
dari Klaten, Ranz yang telah kelaparan – namun belum juga sampai ke RM yang
kita tuju langsung ngebut. Lah, kelaparan, yang berarti butuh tenaga, naik
Pockie yang ‘terbebani’ fully-loaded pannier, Ranz bisa ngebut lho. Wkwkwkwk
... Aku sih yang sibuk ngemil sepanjang perjalanan (lha makanan nangkring di
tas plastik yang nggantung di setang Austin LOL), ga begitu kelaparan, naik
Austin yang ringan, tanpa beban berarti, dengan suka cita mengejar Ranz yang
ngebut. Aku tahu dia pasti lapar, tapi kuanggap aja dia ngajak aku ‘racing’.
xixixixixi ...
our yummy brunch :) |
Sampai di satu titik, Ranz sudah tak mampu lagi
menahan lapar, akhirnya dia berhenti. Aku heran, karena aku yakin jarak dari
titik itu ke RM yang kita tuju paling tinggal 3 – 4 km lagi. But, ya gapapa
lah, dari pada Ranz pingsan. (lebay. hahahaha ...). Ranz langsung ngemil capcay
yang dia beli pagi harinya. Setelah selesai, kita melanjutkan perjalanan.
Benarlah, tak lama kemudian, sekitar 3 kilometer lagi, kita sampai ke RM
Djatayu, kita langsung mampir, to take a rest as well as to have brunch.
Sembari makan, Ranz ngecek google map untuk
mencari rute menuju Purworejo. Jika tahun lalu dia dan rombongan Srikandi # 2
muter ke arah Wates, google map memberi alternatif lain, yakni dari Jalan Solo,
masuk kota Jogja, kita lurus saja hingga masuk ke Godean. Dari arah Godean
lurus terus, kita akan sampai Purworejo. Karena tertarik dengan jalur ini, Ranz
menyarankan untuk memilih lewat Godean, aku manut saja.
Keluar dari RM, mendung yang menggayuti langit
sejak pagi telah tersaput bersih. Matahari bersinar sangat terik. Aku pun
memaksa Ranz untuk membeli ‘arm warmer’ untuk melindungi lengannya dari
sengatan matahari. Kita memang butuh sinar matahari, namun jika terlalu banyak,
justru sinar yang mengandung ultraviolet ini bisa menyebabkan kanker kulit,
bukan? Untung tak jauh dari RM, kita melewati sebuah toko yang berjualan
alat-alat perlengkapan kaum muslim. Kita pun mampir. (shopping kedua).
dengan latar belakang Candi Sari |
ruang dalam Candi Sari |
Setelah melewati kawasan Candi Prambanan, Ranz mengajakku mampir ke Candi Sari yang terletak di sebelah kanan, jika kita dari arah Timur. Candi ini terletak tak jauh dari jalan raya, bangunannya bisa terlihat dari arah jalan raya. Candi Sari ini sekilas bentuknya seperti candi-candi yang ada di Dieng, yakni candi Hindu, namun uniknya ada bentuk stupa di atasnya yang menunjukkan ada asimilasi dengan agama Buddha. Candi Sari terdiri dari tiga ruangan. Meski bangunan candi sedang dalam perbaikan, bagi seorang Nana, kemegahannya tetaplah menarik untuk dikunjungi.
di ruang tunggu pesepeda |
Meninggalkan Candi Sari, kita terus masuk kota Jogja, lurus
dari Jalan Solo, dimana kita mampir ke sebuah mini market untuk membeli minuman dingin, untuk membasahi kerongkongan. Saat berhenti inilah, aku ingat kalau aku meninggalkan tas kresek berisi belanjaan kita sebelum ini di kawasan Candi Sari. Wew. Maka, Ranz pun berinisiatif balik untuk mengambil barang kita, dengan naik Austin yang tak terbebani tas pannier. Hmmm ... Ranz gowes ekstra 4 kilometer lebih untuk bolak-balik ini. :P
masuk kota Ngayogyakarta |
Dari mini market ini, kita terus gowes ke arah Tugu, Pingit, lanjut ke arah Barat. Ketika memasuki
daerah Godean, aku melihat ada sebuah toko berjualan sarung tangan, mantel, dan
perlengkapan para ‘peturing’, kita mampir lagi, aku butuh membeli sarung
tangan. (shopping ketiga).
jembatan di atas Kali Code - Jogja |
Beberapa kilometer dari shopping ketiga, di
ujung Barat kita melihat mendung yang sangat tebal; sinar mentari mulai
melemah. Beberapa kali kita berpapasan dengan beberapa ‘motorists’ dari arah
Barat yang telah mengenakan mantel: di kawasan Barat hujan sudah turun. Sementara
itu untuk memastikan kita berada on the right track, kita berulang kali
bertanya pada orang yang kita lewati, apakah rute yang kita pilih akan membawa
kita ke Purworejo. “Ya betul sih mbak. Tapi, kalau lewat rute ini, mbak akan
melewati daerah pegunungan.” Meski telah diberitahu ‘lewat daerah pegunungan’,
aku tetap saja tidak ‘ngeh’ bahwa nanti trek yang akan kita lewati bakal naik
turun. khas trek pegunungan.
mendung di ujung Barat |
Sebelum memasuki areal yang telah dicurahi hujan
lebat, kita sempat menepi untuk menyelamatkan kamera dan tetek bengek lain,
termasuk memasang cover bag untuk ‘menyelimuti’ tas pannier. Ranz pun berganti
mengenakan sendal jepit dan ‘mengamankan’ sepatu kets-nya dalam tas plastik
agar tidak basah. (Ini berdasarkan pengalaman waktu gowes ke Candi Cetho,
dimana dalam perjalanan turun hujan yang sangat lebat, hingga Ranz terpaksa
gowes dengan telanjang kaki karena sepatu kets diamankan dalam tas plastik.
pegunungan di depan mata! |
Seperti biasa, kita selalu menarik perhatian
orang-orang yang kita lewati maupun yang berpapasan dengan kita. Alasan utama
jelas: tas pannier fully-loaded yang nangkring di rak boncengan Pockie. :) Dan
... Kita terus keukeuh melanjutkan perjalanan di trek yang menuju pegunungan,
hingga Ranz dengan matanya yang awas melihat trek di depan: kita harus membelah
gunung. Dan, gunung yang ada di hadapan tidak hanya satu, melainkan banyak.
Gunung-gunung itu dari kejauhan nampak bertumpuk-tumpuk. Waktu itu sudah
sekitar pukul 14.30. Untuk kesekian kali kita berhenti untuk bertanya pada
seseorang. Kali ini si Bapak yang kita tanyai (yang nampaknya juga kadang
bersepeda), menyarankan kita untuk memutar balik, lewat Wates. “Ini sudah sore mbak, sudah jelang jam tiga.
Dari pada nanti kemalaman di jalan, dan di sana (sambil menunjuk arah
pegunungan), tidak ada rumah penduduk, tidak ada penerangan. Apalagi setelah
sampai puncak, nanti jalan menurunnya sangat curam. Saya sendiri ga berani
lewat pegunungan itu jika naik sepeda. Kalau naik motor sih gapapa. Mbak
mending kembali dan ambil arah ke Wates saja. Disana malah lebih aman, melewati
rumah-rumah penduduk, juga melewati jalan propinsi yang tentu akan selalu ramai
orang lewat. Kalau sekarang masih jam
8 pagi, misalnya, dan njenengan mau tetap lewat pegunungan itu, ya monggo. tapi
ini kan sudah sore?”
ketika hujan agak mereda, hp tak perlu diselimuti plastik :) |
Akhirnya kita pun menggunakan akal sehat. LOL. Kita
memutar balik, mengikuti petunjuk si Bapak untuk menuju kota Wates. Trek
ternyata tidak semudah yang kita bayangkan. (FYI, kita tidak kembali melewati
arah yang kita lewati semula, namun langsung memutar, belok ke arah Selatan.)
Hujan tetap tercurah, kadang rerintik, kadang menderas. Kita berulang kali
harus bertanya pada orang untuk memastikan jalan yang kita pilih benar-benar
akan membawa kita ke arah Wates kota. Syukurlah orang-orang itu dengan ramah
menunjukkan arah. Trek terus menerus rolling. Satu kali kita dilewati seorang
motorist yang menyapa, “Akhirnya ga jadi lewat pegunungan mbak? Balik ke arah
Wates?” HAH!!! Ternyata benar, kita selalu menarik perhatian orang yang
berpapasan maupun kita lewati dalam perjalanan. LOL.
Sekitar pukul lima sore, kita yakin kita telah
berada di kawasan kota Wates, kita mampir ke sebuah RM Padang untuk mengisi
perut. Hujan semakin deras diluar. Kita pun mencari informasi tentang
penginapan di google. Untunglah ada satu penginapan yang terletak tak jauh dari
tempat kita makan sore itu. Untuk meyakinkan diri letak penginapan itu, kita
bertanya pada pegawai RM tersebut. Lepas Maghrib, kita sudah sampai di Wisma
Kusuma yang terletak di belakang pasar Wates. Lega.
Jarak yang kita tempuh sekitar 100 km.
To be continued.
seperti biasa, kamu lebih sabar dalam menulis :D i love to read it.
BalasHapusetape belanja .. belanja teruus
lebih detil ya? :)
Hapus