BIKEPACKING
KE BALI DAN LOMBOK
Billion thanks from
me to Ranz who planned and prepared everything we need to make this big dream
of ours come true.
Sejak awal memang
kita berdua berencana bahwa bikepacking kita kali ini tidak hanya akan explore
Bali, namun sekaligus ke Lombok. Ranz yang ternyata memiliki bakat untuk
menjadi seorang event organizer traveling secara teliti mempersiapkan itinerary
– berdasarkan tempat-tempat yang ingin kukunjungi – dengan cara rajin browsing
mencari data dan informasi, mulai dari jarak dari satu kota ke kota lain,
penginapan, jarak dari penginapan ke destinasi wisata yang ingin kita kunjungi,
dll.
Kamis 25 Juni 2015
Kita memulai pagi
ini dengan berburu sunrise di pantai Sindhu, kawasan pantai Sanur. Menurut
catatan matahari akan terbit pukul 06.33, maka dengan masih setengah mengantuk
kita mengayuh pedal sepeda ke arah pantai pukul 06.10. Suasana masih agak
gelap.
Kurang dari lima
menit dengan mengendarai Austin dan Pockie dua sepeda lipat kita yang setia
menemani kita telah sampai di kawasan pantai dari Srideva guest house. Di ujung
jalan yang menuju pantai ini kita berbelok kiri, menyusuri trek yang memang
khusus dibangun untuk jalur sepeda.
Yang membedakan
kawasan Sanur dari kawasan Kuta, salah satunya, adalah di Sanur kita banyak
berpapasan dengan mereka yang berolahraga dengan naik sepeda, jogging, atau
berjalan-jalan santai. Kuta selalu penuh dengan restaurant & bar yang
hingar bingar, Sanur adem, tidak ramai.
Sayangnya di pagi
pertama ini kita tak berkesempatan menikmati indahnya sunrise. Langit Sanur
dirundung awan mendung, meski tidak tebal, tetap saja menggagalkan kita – dan
banyak wisatawan lain yang sudah siap nongkrong di pantai dengan kamera
masing-masing – mengabadikan keindahan sunrise.
Sekitar pukul tujuh
kita kembali ke penginapan, mandi, dan siap-siap melanjutkan penjelajahan. Jika
di hari Selasa kita tidak jadi ke pantai Pandawa yang kata teman-teman
spektakuler, kita berniat mewujudkannya di hari Kamis ini.
Kita meninggalkan
penginapan sekitar pukul setengah sembilan. Kita kembali menyusuri trek yang
sama dengan yang kita lewati dua hari sebelumnya. Ketika melewati gapura
Universitas Udayana, kita mulai menapaki tanjakan, dan ... kita harus melihat
indomaret dimana Ranz kehilangan kameranya.
Kita sudah cukup
tahu trek tanjakan hingga daerah GWK. Setelah itu, tanjakan terasa kian curam. Tak
hanya tanjakan kian curam, namun juga terus meneru rolling, naik turun, naik
turun. Masih mending jika kita bersepeda ke arah Umbul Sidomukti maupun Candi
Cetho dimana trek hampir 100% tanjakan, hingga pulangnya kita tinggal menikmati
‘bonus’ berupa turunan. Kalo rolling kan ya baik berangkat maupun pulang kita
tak terhindarkan melewati tanjakan. :D
Sesampai pantai
Pandawa yang treknya ajiiib, kita dibuat nganga melihat beningnya air laut yang
ada, warnanya berupa gradasi hehijauan dan biru. Karena tidak menyangka bakal
tergoda airnya yang bening, aku tidak membawa baju berenang, atau baju ‘spare’.
Sementara itu Ranz malah terus memprovokasiku untuk nyemplung. LOL. Akhirnya,
aku pun beli satu celana pendek dan satu tank top agar aku bisa ... canoeing!
Yuhuuuu!
Ranz yang sebenarnya
phobia dengan air luas seperti laut pun dengan suka cita menemaniku main canoe
bareng-bareng. Ketika di pantai Bama (TN Baluran) kita harus bayar seratus ribu
rupiah per orang untuk main canoe selama 2 jam, di pantai Pandawa kita cukup
membayar empat puluh ribu rupiah untuk satu canoe. Tentu kita berdua cukup
mengendarai satu canoe.
Canoeing is indeed
fun! Rasanya pingin sampai ke tengah-tengah laut, jauh dari pantai. Tapi karena
Ranz phobia air luas, kita ga jauh-jauh mengayuh canoe kita, muter-muter doang
di lokasi itu. LOL.
Sekitar pukul dua
belas siang kita meninggalkan kawasan pantai Pandawa. Selanjutnya kita ke arah
kawasan tempat membeli oleh-oleh (ada toko JO**R). Ga lama kita melanjutkan
perjalanan ke Ubud. Ranz ingin membandingkan monyet yang ada di Goa Kreo dengan
yang di Sangeh. :D
Seingatku ketika ke
Ubud tahun lalu bersama anak-anak, seusai makan di kawasan Ubud, kita
melanjutkan perjalanan kurang dari 15 menit kita telah sampai di destinasi
wisata yang banyak monyetnya. Kukira itu Sangeh. Maka aku setuju saja ketika
Ranz mengajak ke Sangeh. Ubud kan tidak terlalu jauh dari Sanur, tempat kita
menginap. Kita mengandalkan GPS di hp, selain petunjuk lalu lintas yang kita
lihat di jalan-jalan.
Maka alangkah
herannya aku ketika kita tak kunjung sampai Sangeh setelah melewati daerah
Ubud. Terus menerus kita mengikuti petunjuk arah di jalan-jalan yang kita
lewati, selain sesekali bertanya pada orang, sekaligus membandingkan dengan GPS
di hp. Puluhan kilometer dari Ubud telah kita lewati but where is Sangeh?
Lebih dari pukul
empat sore aku melihat petunjuk arah “Desa Sangeh”. Ah ya benar, kita menuju
Sangeh. Pukul 16.15 kita pun sampai di “Taman Wisata Sangeh” yang ternyata
berbeda dari yang kukunjungi tahun lalu. NAH!
Mungkin karena telah
terlalu sore, ketika kita sampai, tak kulihat satu pun pengunjung lain. Kelelahan
malah justru membuat kita kehilangan excitement untuk menikmati destinasi satu
ini. Dan karena terlalu sore para monyet pun telah banyak yang bersembunyi. Meskipun
begitu, aku menikmati pohon-pohon yang ada yang tingginya sampai puluhan meter,
entah jenis apa pohon-pohon itu namun kata para ‘fotografer’ amatiran yang
mengikuti kemana pun kita jalan, umur pohon-pohon itu ada yang sampai ratusan
tahun. Pohon-pohon itu tak ada yang ditebang, dibiarkan terus tumbuh, baru
dipotong-potong, jika telah tumbang dengan sendirinya.
Kita butuh waktu
sekitar tiga jam untuk sampai Sangeh, dan kita disana hanya sekitar 45 menit!
LOL.
Pulangnya Ranz tak
mau memperhatikan petunjuk-petunjuk arah yang ada di jalan-jalan. Dia ngikutin
GPS di hp yang ternyata memang benar memberi kita jalan yang lebih ‘lurus’
tidak mutar-mutar, meski kadang melewati kawasan rumah penduduk dan bukan jalan
raya, namun lebih pendek.
Pukul 18.15 kita
telah sampai di Sanur untuk menikmati jagung bakar dan sate ikan. Sekitar pukul
19.00 kita kembali ke hotel. Rencananya setelah mandi Ranz mau menemaniku ngopi
di ‘Kopi Kiosk’. Namun ternyata setelah mandi aku teler! LOL. Dengan sangat
terpaksa, aku bilang ke Ranz ga jadi keluar jalan-jalan.
Jarak tempuh hari
ini kurang lebih 110 km.
Jumat 26 Juni 2015
Setelah empat malam kita
lewatkan di Kuta dan Sanur, hari ini kita melanjutkan perjalanan ke Pulau
Lombok!
Ranz yang salah satu
hobinya adalah packing, (yuhuuu, I really appreciate her for this!) telah
packing barang-barang kita semalam. Sebelum meninggalkan Sanur, kita kembali
mencoba peruntungan untuk menangkap momen sunrise. Pukul 06.15 kita telah
menuju pantai Sanur.
Kali ini kita beruntung karena alam bersahabat dengan kita yang ingin memotret sunrise. Setelah sehari sebelumnya kita gagal, hari ini kita berhasil mendapatkan foto-foto sunrise dengan menggunakan hape kita. Yay!
Kembali dari pantai,
kita mandi dan packing untuk yang terakhir. Pukul 08.15 kita telah menyusuri
jalan Danau Tamblingan untuk meninggalkan kawasan Sanur. Kita ke arah Timur, ke
Padang Bai, pelabuhan tempat kita akan menyeberang ke Pulau Lombok.
Trek yang kita
lewati rolling, meski tak se’ganas’ trek di kawasan Tabanan. Kekuatan dengkulku
mulai menurun karena membawa pannier (meski yang kecil) di rak boncengan
Austin. Melihat aku yang selalu keteter di belakang, Ranz ga tega maka dengan
setengah memaksa dia meminta tas pannier di rak boncengan Austin dipindah ke
Pockie, ditumpuk di atas tas pannier besar yang telah nangkring disana. Jika
dilihat orang, betapa unfair aku padanya, rak boncengan Austin kosong (tas
pannier kecil tetap kubiarkan nempel di setang Austin karena malas memindahnya)
sedangkan rak boncengan Pockie penuh tas pannier yang mungkin baju satu lemari
bisa masuk semua. LOL.
Namun memang setelah
tas pannier dipindah, aku bisa terus menempel Ranz, ga ketinggalan di belakang
mulu. Dengan begini, kita bisa lebih cepat mencapai Padang Bai, satu hal yang
diinginkan Ranz: ga pake lama nyampe Padang Bai. :)
Buta trek memang
membuat perjalanan rasanya panjaaaang dan lama. Meski telah ngecek di google
map bahwa jarak Sanur – Padang Bai 40 kilometer, rasanya jarak 40 kilometer itu ‘unbearable’.
LOL. Mana tidak ada petunjuk kilometer di pinggir jalan.
Akhirnya kita sampai
di Padang Bai pukul 12.15 WITA. Yeayyy! Sportstracker di hapeku menunjukkan
jarak yang kita tempuh 45 km. Ranz yang excited langsung membeli tiket ferry,
tanpa memotret terlebih dahulu. (Shhhttt ... semenjak kehilangan Shane, Ranz
jadi jarang motret. Pablebuat? L ) Untuk satu orang plus sepeda kita harus membayar Rp.
64.000,00.
Ada sedikit incident
yang tidak mengenakkan ketika kita akan naik ferry. Mendadak ada seseorang
datang, langsung mengambil tas pannier besar yang akan diangkat Ranz (aku telah
naik ke dek lantai 2 dengan membawa tas pannier kecil). Namun begitu sampai dek
lantai 2, dia langsung meminta bayaran Rp. 20.000,00! Karena ga mau
ribut-ribut, Ranz langsung membayar. Namun ada sepasang turis manca yang
backpacknya juga dibawakan orang yang itu ngeyel ga mau bayar. Orang (yang
ternyata porter, namun cara kerjanya langsung ambil tas turis tanpa meminta
persetujuan turis yang bersangkutan) itu berulang kali mengatakan, “Two bags,
one bag twenty five. Two bags fifty thousand.” Si bule dengan heran mengatakan,
“You took our bags without our permission and now you ask us to pay you that
much money? I don’t get it!” Si porter tidak peduli, dia mengulangi
kata-katanya, “two bags, one bag 25, two bags 50 thousands.” Si bule bilang,
“Why is it so expensive? It is not our mistake. Besides, the distance is not
far.”
Hasil akhirnya si
bule memberi uang dua puluh ribu rupiah ke porter. Fiuuuhhh.
Ferry yang kita
tumpangi meninggalkan Padang Bai pukul 13.00. Keadaan ferry tidak penuh
sehingga kita bisa leluasa memilih tempat duduk. Perjalanan lancar dan kita
sampai di pelabuhan penyeberangan Lembar pukul 17.00, tepat 4 jam.
Pukul 17.20 kita
baru turun dari ferry karena kita harus menunggu semua truk di dalam ferry
turun. Seli kita terletak di ‘space’ yang tertutup badan truk.
Sempat ketar-ketir
apakah trek akan rolling lagi dari Lembar ke kota Mataram. LOL. Namun ternyata
trek lumayan bersahabat. Beberapa ratus meter dari Lembar, Ranz baru ngeh kalau
sendal gunung yang dia tali di rak depan setang diambil orang! Hadeeehhh ...
Kita bersepeda dalam
diam. Ranz yang di depan sesekali ngecek hape untuk melihat rute di google map.
Lepas pukul 18.15 saat keadaan mulai gelap, kita pun memelan memacu sepeda.
Untunglah jarak yang semula dikira 30 kilometer, di kilometer 20 kita ternyata
telah memasuki pusat kota Mataram. Jika kita sempat booking hotel di Kuta dan
Sanur, kita tidak booking hotel di Mataram. Meskipun begitu, Ranz telah
browsing alamat beberapa penginapan yang harganya di bawah dua ratus ribu
rupiah per malam.
Dalam perjalanan
mencari penginapan, ban belakang Pockie kehabisan udara. Setelah cari-cari
tambal ban, mendapatkan satu tambal ban, kita tahu bahwa ban dalam belakang
Pockie tak lagi layak pakai. Untunglah Ranz membawa ban dalam cadangan. Setelah
diganti yang baru, kita melanjutkan hunting penginapan.
Kita menginap di
Wisma Nusantara 2, yang harga sewa kamarnya Rp. 160.000,00 dengan fasilitas AC.
Setelah menaruh barang-barang, kita keluar untuk makan malam.
Malam itu kita
kedatangan tamu – Mba Ely yang nama efbenya “Namaku Felie” – yang kebetulan
sedang menengok rumahnya di Lombok. Dia pun menawari kita untuk menginap di
rumahnya di malam kedua kita di Mataram. Deal! J Kita berteman di efbe belum lama, seingatku, namun dia telah
berbaik hati menawari kita menginap. Waaahhh ... pantang menolak rejeki! :)
jarak tempuh gowes
hari ini 45 km (Sanur – Padang Bai) plus 22 km (Lembar – penginapan di pusat
kota Mataram.
Rekapitulasi rute
& jarak
Day 1 Gilimanuk –
Negara – Tabanan – Denpasar – Kuta 142 km, trek rolling ala Jambu Ambarawa –
Secang, hanya jarak rollingnya 2,5 kali lebih panjang
Day 2 Kuta – Kampus
Univ Udayana – GWK pp 50 km, nanjak mulai dari kampus Unud
Day 3 Kuta – Pulau
Serangan – Sanur 35 km (tidak termasuk gowes sore di kitaran pantai Sanur –
pantai Sindhu pp)
Day 4 Sanur – GWK –
Pantai Pandawa – Kuta – Sangeh – Sanur 110 km
Day 5 Sanur – Padang
Bai plus Lembar – Mataram kota 67 km
Rekapitulasi
penginapan
Night 1 & 2
Tamansari hotel di Legian – Kuta Rp. 365.000,00 untuk 2 malam, fasilitas:
double bed, AC, kamar mandi dalam + bath tub + shower, TV, no breakfast
Night 3 & 4
Srideva Guest House – Sanur Rp. 300.000,00 untuk 2 malam, fasilitas: double
bed, AC, kamar mandi dalam (shower), no breakfast
Night 5 Wisma
Nusantara – Mataram Rp. 160.000,00 untuk 1 malam, fasilitas, 2 single bed, AC,
kamar mandi dalam (shower), plus 2 pop mie untuk sarapan
To be continued
Gili Trawangan 23.23
28 June 2015
salut aku sama mbaknya,,,, jelajah bali dan lombok dengan sepeda,,,, siapa tahu bisa seperti mbaknya,,, salam kenal
BalasHapus