Below is the vlog of our biketrekking to Semirang waterfall :) Enjoy it
while the writing can be viewed here.
Cari Blog Ini
Selasa, 31 Oktober 2017
Selasa, 17 Oktober 2017
Menjemput Minul
Menjemput Minul
Latar
belakang
Hari Minggu 8 Oktober 2017 aku menemani Ranz
membawa kembali dua sepeda lipatnya ke Solo, yang dia bawa ke Semarang beberapa
minggu sebelumnya untuk dipakai dalam 7amselinas. Pockie – sepeda lipat pocket
rocket 20” – dipakai oleh Dwi karena Oddie – sepeda lipat miliknya – telah dia
bawa ke Tangerang. (Dwi pindah ke Tangerang sejak Juli 2017 demi menyongsong
masa depan.) Astro – sepeda lipat terbaru milik Ranz; polygon urbano 3.0 –
untuk dinaiki Ranz sendiri. Ternyata ketika tahu kita berdua akan ke Solo pagi
itu, Avitt ngikut, mengajak Minul, sepeda lipat urbano 2.0.
Ternyata hari Minggu malam waktu kita NR, ban
depan Minul bocor. L
ketika kita memutuskan tetap berangkat NR : aku naik Pockie, Ranz naik Jean
Grey, dan Avitt naik Shaun, ternyata hujan kembali turun. Terpaksa kita tidak
jadi keliling Solo. Kita hanya makan malam ayam geprek, kemudian mampir ke
wedangan Pak Basuki yang kelezatan teh nasgitel-nya tidak ada duanya. Keasyikan
ngobrol disini lah – bersama dua kawan pesepeda dari Solo, Awan dan Fuad – kita
pulang terlalu malam, dan tukang tambal ban tempat kita menambalkan ban depan
Minul sudah tutup. Akhirnya Senin pagi aku dan Avitt balik ke Semarang tanpa
membawa sepeda. J
Jumat
13 Oktober 2017
Ranz berinisiatif membawa Minul ke Semarang, dan
tidak menunggu Avitt menjemput ke Solo. Dan, kita ngedate di Kampung Kopi
Banaran. J
Ketika aku bilang ke Ranz ingin naik Cleopatra dari Semarang, dia menahanku
melakukannya. Sebagai ganti, dia minta aku loading saja, dan ini berarti aku
membawa Austin. Aku setuju, sekalian aku ingin ‘berdandan ala’ peserta
7amselinas. J
Sejak mendapatkan goodie bag berisi pernak-pernik peserta 7amselinas, jersey
peserta 7amselinas belum kupakai. Ranz pun setuju mengenakan jersey peserta
7amselinas. DEAL!
Austin di Gombel |
Aku berangkat dari kawasan Banjirkanal Barat
sekitar pukul 06.30. Perjalanan lancar sampai Sukun, sekitar satu jam kemudian.
Di Gombel tidak ada kemacetan. Sesampai Sukun, kebetulan ada sebuah bus jurusan
Solo yang sedang ngetem, aku langsung naik. Sedikit ketidaknyamanan karena
mendadak Austin sulit dilipat ternyata tidak membuatku kesulitan; sang
kondektur malah memintaku tidak usah melipat Austin, kecuali setangnya.
Akhirnya Austin pun naik ke dalam badan bus (bukan di bagasi) dan diletakkan di
antara deretan kursi paling belakang dengan kursi yang ada di depannya. Aku pun
duduk di bangku di deretan belakang. Aku cukup membayar Rp. 10.000,00. Wah ... J
FYI, suasana bus cukup sepi. Mungkin karena sudah
bisa mengira bahwa bus bakal sepi, sang kondektur menyuruhku langsung menaikkan
Austin ke dalam bus, tanpa perlu melipatnya.
Bus sampai di terminal Bawen sekitar pukul
setengah sembilan. Setelah turun dari bus, aku melihat 2 bus Trans Jateng
sedang ngetem. Wah ... andai boleh membawa sepeda lipat ke dalam bus Trans
Jateng, para lipaters dari kota Semarang bagian bawah ga perlu repot menaiki
sepedanya ke Sukun yak? J
Setelah keluar dari terminal Bawen, trek turunan
menyambutku, menuju Kampung Kopi Banaran. J
ini berarti aku harus siap-siap menanjak waktu meninggalkan KaKoBa nanti. J
Aku sampai di KaKoBa sebelum jam sembilan. Ranz
datang sebelum jam 10. Dan ... ternyata dia tidak loading! Dia naiki Minul dari
Solo ke KaKoBa. Hmft ... curang dia! Aku ga dia bolehin nyepeda dari Semarang,
dia sendiri ngonthel. Hadeeeeh ...
Kita meninggalkan KaKoBa sekitar pukul satu
siang. Perjalanan menuju Semarang kita disuguhi cuaca yang sangat variatif:
mulai dari panas, mendung, hingga hujan. Untunglah hujan tidak pernah turun
terlalu lama, hingga kita tak perlu repot-repot merasa perlu mengenakan mantel.
Kita memang harus berhenti, namun agar Ranz bisa menyelamatkan kamera yang dia
bawa ke dalam tasnya yang water proof.
Kita sampai kos Ranz sekitar pukul setengah empat
sore, sempat mampir ke angkringan dua kali. Yang pertama di Ungaran, yang kedua
di jalan Suyudono.
LG 13.48 17/10/2017
Ini dia penampakan Minul :)
Rabu, 11 Oktober 2017
Video 7amselinas 2017
Di bawah ini bisa kita saksikan video resmi dari panitia, Komunitas Sepeda Lipat Semarang.
Jika tidak anda temukan wajah anda di video ini, jangan putus asa. Carilah di video-video lain yang diunggah oleh para peserta 7amselinas 2017. Search ajah di youtube. :)
Jika tidak anda temukan wajah anda di video ini, jangan putus asa. Carilah di video-video lain yang diunggah oleh para peserta 7amselinas 2017. Search ajah di youtube. :)
7amselinas 2017 Day 3
Day 3 Minggu 17 September 2017
Khusus di hari
ketiga ini, panitia menyediakan dua pilihan acara. Yang pertama, gowes Minggu
pagi nyantai ke Maerakaca
miniatur Jawa Tengah yang pernah sangat terkenal di pertengahan dekade
sembilanpuluhan, namun kemudian terbengkalai sepuluh tahun kemudian. Syukurlah
setelah para pesepeda kembali dolan kesini, membuat foto-foto ngehits – thanks
to sosial media – membuat pemerintah kota Semarang kembali melirik tempat ini
lagi. (Ge-er boleh dong ya? LOL.) Tahun 2017 ini Maerakaca kembali bersolek.
Area mangrove yang telah ada pun dihiasi dengan jembatan bambu yang nampak
artistik jika difoto.
Pilihan kedua adalah
bersepeda 7up, alias 7 tanjakan. Adalah satu kebetulan jika angka 7 ini pas
dengan penyelenggaraan jamselinas ketujuh di Semarang. J 7 tanjakan itu yakni Jalan Kawi, Jalan Siranda, Jalan Sumbing,
Jalan S. Parman
(yang juga dikenal sebagai jalan Gajahmungkur), Jalan Bendan yang melewati Stikubank,
Jalan Bendan
yang melewati Unika, dan terakhir
yang paling terkenal yakni Gombel. Di antara ketujuh tanjakan ini, yang
terkenal paling curam adalah jalan Sumbing. Khusus untuk pilihan kedua ini,
peserta hanya dibatasi sejumlah 125 orang, karena akan ada reward khusus bagi
yang lulus 7up.
Karena pilihan kedua
ini diusulkan oleh om Ariyanto, maka dia lah yang mengurusi hal ini. Dan karena
waktu pelaksanaan ini tidak meminta bantuan dari panitia lain, selain
fotografer (Om Budenk dan Om Agung Tridja menyediakan diri menjadi fotografer).
Panitia lain pun tumplek bleg menuju Maerakaca. Meskipun yang lain tumplek
bleg, jumlah kita jauh lebih sedikit ketimbang ratusan peserta yang ikut ke
Maerakaca. Jadi, jika di antara peserta yang merasa kurang dibantu dalam hal
difoto maupun diberitahu titik-titik bagus mana untuk berfoto ria di dalam
Maerakaca, mohon maaf.
Setelah Maerakaca,
kita kembali melanjutkan perjalanan, menuju Kota Lama, untuk memberi kesempatan
mungkin ada yang belum sempat berfoto-foto waktu night ride Jumat malam, bisa
memuaskan diri untuk foto-foto kali ini.
Peserta bubar di
Kota Lama. Mereka pun kembali ke hotel masing-masing untuk persiapan check out
dan kemudian kembali ke kota tinggal masing-masing.
Setelah meninggalkan
Kota Lama, aku dkk sempat mampir ke hotel Novotel dimana Om Mada menginap,
untuk melihat kondisinya. Dari sana, sebagian dari kita mampir ke hotel Amaris,
untuk melihat kondisi terakhir Shabrina.
‘Pesta’ naik haji
para lipaters Nusantara yang ketujuh telah selesai digelar. Semoga
kenangan-kenangan indah terus dikenang. Jika ada yang mengganjal di hati, mohon
dimaafkan. Seperti kata pepatah, tak ada gading yang retak; sekuat apa pun
panitia mencoba mempersiapkan acara ini, tentu ada bolong disana sini.
Thanks a million all
folding bike lovers. WE ROCK!
LG 15.07 10 / 10 /
2017
7amselinas 2017 Day 2
Day 2 Sabtu 16 September 2017
Gowes Bareng Sikil Kemeng Ati
Seneng
Para seksi repot
dari pihak Komselis telah sampai di venue – Balaikota Semarang – pukul 05.30. demikian
juga banyak lipaters dari banyak kota. Namun karena EO belum datang, sound
system juga belum berfungsi, suasana nampak belum begitu terkendali. Untunglah
peserta bisa menikmati suasana itu untuk berswafoto, maupun foto rame-rame
dengan komunitas masing-masing. Untunglah (2) warna jersey peserta yang didominasi warna ungu itu
super keren sehingga tentu foto-foto yang dihasilkan nampak cerah ceria. J
Sementara menunggu
sound system difungsikan, om AB menggunakan toa ketika memberikan briefing pada
para marshall, toa juga kita gunakan untuk memberikan instruksi pada para
peserta untuk bergabung dengan komunitas dari masing-masing kota dan menempati
lokasi-lokasi yang telah kita tentukan.
Di antara kerumunan
itu, masih banyak peserta yang baru datang dan melakukan registrasi ulang di
lokasi yang telah kita tentukan.
Hampir pukul
setengah 7, setelah beberapa personil EO datang, sound system mulai berfungsi.
Suasana mulai nampak terkendali. MC nampak mulai menempatkan diri di atas
panggung.
Menjelang pukul
tujuh yang mewakili pak Hendi Walikota datang. Beliau lah yang melepas
keberangkatan pasukan “Gowes Bareng Sikil Kemeng Ati Seneng”. Pasukan
dibagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan kota. Satu pasukan diisi sekitar
30 orang dengan 1 orang marshall. Peserta dari Jabodetabek yang paling banyak –
hampir 300 orang – dibagi dalam 10 kelompok dengan 10 orang marshall.
Mengabaikan
kenyataan bahwa beberapa hari menjelang the big day aku hanya bisa tidur 2 – 3
jam, dikarenakan kesibukan seksi repot yang super, yang berarti tubuhku tidak
begitu fit, aku ngeyel ingin ikut bersepeda, dan Ranz pun menemaniku gowes.
Astro sudah dibawa ke Semarang je, mosok dianggurin? LOL. Hanya kita berdua
dari seksi repot yang bersepeda. Yang lain, sadar diri bahwa tubuh (juga
pikiran dan mental) telah lelah, mereka naik sepeda motor membantu kerja para
marshall, atau naik mobil membawa konsumsi untuk dibagikan di sepanjang jalan,
atau naik mobil sambil memantau situasi. Pak Budenk yang juga ikut repot
membantu beberapa minggu menjelang the big day menyediakan diri menjadi
fotografer.
Rute pilihan panitia
sangat memanjakan mereka yang hobi nanjak, jadi mohon maaf bagi mereka yang
kurang begitu menikmati gowes di tanjakan jika rute terasa begitu melelahkan. J Dari balaikota Jalan Pemuda, kita menuju
Tugumuda. Untuk mengurangi penumpukan peserta di traffic light sebelum RSUP Dr.
Kariadi, pasukan dibagi menjadi dua tujuan. (1) dari Tugumuda lurus ke Jalan
Dr. Sutomo, menuju traffic light RSUP Dr. Kariadi (2) dari Tugumuda belok ke
arah Barat, masuk Jalan Sugiyopranoto, kemudian menuju Jalan Suyudono ke arah
kali Banjirkanal Barat, lanjut hingga Jalan Simongan. Setelah melewati Sam Poo
Kong, lurus ke arah Timur, seusai jembatan, belok kanan, ke arah Jalan Kelud. Di
Jalan Kelud ini, pasukan dari rute (1) dan rute (2) kembali menyatu.
Semarang sudah
telanjur terkenal dengan jalanan yang penuh tanjakan, maka tanjakan lah yang
kita pilih. Jika di event tahun 2012 Komselis memilih Gombel, event tahun 2014
Komselis memilih BSB lanjut ke arah Mijen, kali ini kita memilih di tengah,
yakni Gunung Pati.
Setelah menyusuri
Jalan Kelud, pasukan terus hingga jembatan besi (orang-orang sekitar
menyebutnya sebagai ‘Kretek Wesi’) kita belok kanan, Jl. Dewi Sartika, yang
merupakan penghubung antara kawasan Sampangan dengan kawasan Kalipancur, demi
menghindari satu tanjakan, yakni Panjangan. J
Trek masih cukup
bersahabat sampai perumahan Grand Greenwood. Di kawasan perumahan yang cukup
elit ini, panitia menempatkan mobil pickup maupun truk untuk membantu mereka
yang memilih loading, ketimbang menapaki tanjakan yang cukup curam.
Di tanjakan selepas
Greenwood ini lah pasukan Gowes Bareng Sikil Kemeng Ati Seneng kocar kacir.
LOL. Pehobi tanjakan akan terus ngacir, yang tidak begitu menyukai tanjakan
akan menerima keadaan dengan menuntun sepeda lipat bersama peserta lain yang
memilih ttb (alias tun tun bike). Namun tidak perlu khawatir, jumlah peserta yang
ttb ratusan kok, jadi ga perlu malu. J
Setelah tanjakan
yang cukup curam selepas Greenwood, trek sedikit datar beberapa meter. Setelah
itu disusul tanjakan berikutnya, cukup curam juga, mana jalannya meliuk ke kiri
kemudian ke kanan, dan cukup panjang.
Setelah beberapa
tanjakan, menjelang sampai gapura masuk Goa Kreo maupun gapura selamat datang
Waduk Jatibarang, trek menurun. Waktu menuruni trek turunan ini, aku melihat om
Mada terbaring di sisi kiri jalan, dikerumuni beberapa kawan. Aku kaget, lhah
barusan dia menyalipku di tanjakan sambil bersiul-siul gembira. Kupikir dia
mendadak kakinya kram disebabkan trek yang menanjak, seperti yang kulihat di
beberapa lokasi tanjakan sebelum itu. Beberapa saat kemudian aku tahu bahwa Om
Mada terpeleset jatuh karena menghindari seorang anak yang mendadak
menyeberang. Untung tak lama kemudian ambulans datang, Om Mada pun segera
dimasukkan ke dalam ambulans dan dibawa ke rumah sakit.
Sore harinya aku
mendengar kabar lagi bahwa Shabrina – putri nte Tia dari B2W Surabaya – juga
jatuh di lokasi yang tak jauh dari lokasi Om Mada jatuh. Sementara Om Basuki
jatuh di turunan Trangkil. Shabrina jatuh karena terpeleset, roda sepedanya
menapaki pasir yang licin. Sementara di turunan Trangkil memang sebagian jalan
itu sedang dalam kondisi pengecoran. Om Budenk kebetulan pas lewat lokasi,
sehingga dia bisa langsung lihat kondisi Om Basuki. Seorang penduduk membantu
dengan mengeluarkan kotak P3K-nya untuk memberikan pertolongan pertama.
Di gapura selamat
datang Waduk Jatibarang, banyak peserta menumpuk disitu. Melihat trek yang ala
roller coaster di depan mata, menurun panjang kemudian diikuti tanjakan panjang
lagi membuat sebagian peserta malas melanjutkan perjalanan. Padahal panitia
menyediakan kudapan berupa es kelapa muda dan gorengan di dekat pintu masuk Goa
Kreo.
Ketika aku dan Ranz
sampai di lokasi dimana panitia menyediakan kudapan, kulihat masih banyak es
kelapa muda disitu, meski gorengan dan jajanan yang lain telah habis. Ini pasti
karena banyak peserta yang enggan menapaki trek ‘roller coaster’ selepas waduk
Jatibarang. J
Waktu menunjukkan
pukul 11.00. Sudah sangat siang. Padahal perjalanan masih jauh. Aku dan Ranz
sempat meminta izin ke Tayux untuk memandu peserta yang masih berkumpul disitu
untuk kembali ke Balaikota lewat jalan datang, dan tidak perlu memutar ke
Kandri dan turun lewat Unnes. Tayux mengizinkan. Maka kita mengajak peserta yang
‘tersisa’ disana.
Namun ketika kita
keluar lewat gapura Goa Kreo, para peserta yang sedianya akan kita pandu
kembali lewat jalan semula, diminta Tami untuk melanjutkan perjalanan ke arah
Kandri, mengikuti jalur yang telah dipilih oleh panitia. Kebetulan di seberang
gapura Waduk Jatibarang masih ada satu truck yang bisa dipakai loading peserta
yang mungkin bakal bermasalah. Para peserta tersebut ternyata tidak keberatan
untuk terus mengikuti jalur, lewat Kandri, kemudian turun lewat Unnes. Yuniar,
ketua panitia 7amselinas memintaku dan Ranz untuk mengawal peserta yang berada
di garis paling belakang ini, sambil naik truck. Kawasan Gunung Pati sebenarnya
tidak terlalu jauh dari Balaikota, namun trek yang naik turun dan banyak jalan
belok kiri kanan dan perempatan-perempatan yang ada membuat kita khawatir jika
peserta tersesat. Meski, well, sehari sebelumnya Avitt dan Tami telah memasang
petunjuk arah di perempatan-perempatan yang kita pikir crucial membuat orang
tersesat.
Maka, aku dan Ranz
pun duduk dalam truck, sambil mengawai para peserta yang tetap memilih gigih
mengayuh pedal sepeda lipat masing-masing. Jika mereka berhenti untuk minum
atau istirahat, truck yang kita tumpangi pun berhenti menunggu mereka bergerak
lagi.
Dalam perjalanan
selanjutnya, akhirnya beberapa peserta yang kita kawal ada yang kemudian
memilih loading. Beberapa peserta yang masih tercecer, akhirnya dikawal
beberapa marshall yang naik sepeda motor.
Truck yang kunaiki
bersama beberapa peserta lain sampai di Balaikota sekitar pukul 13.00. Meski
ketika masuk ke Jalan Pemuda aku telah melihat beberapa peserta naik sepeda
lipat menuju hotel masing-masing untuk beristirahat, halaman balaikota yang
cukup luas itu masih penuh dengan ratusan peserta lain. Di atas panggung utama
terlihat MC sedang sibuk menghidupkan suasana. Mereka membagikan beberapa door
prize. Aku juga melihat MC memanggil pihak United Bike untuk memperkenalkan
produk terbaru mereka è sepeda lipat
trifold. United pun membagi dua sepeda lipat untuk peserta yang beruntung siang
itu.
Aku dan beberapa
kawan seksi repot stay di pojok seksi konsumsi sampai sekitar pukul 15.00.
Setelah foto-foto dengan background ‘wall of fame’ 7amselinas, kita pulang.
GALA DINNER
Aku dan Ranz kembali
ke Balaikota sekitar pukul 18.30 untuk menghadiri gala dinner sekaligus malam
puncak membagikan door prize. Masing-masing peserta resmi mendapatkan 3 kupon
makan, masing-masing kupon makan bisa ditukarkan dengan berbagai jenis kudapan yang
disediakan: nasi ayam, mie kopyok, tahu gimbal, nasi kebuli, garang asem, sate
sapi, sate ayam. Untuk jajanan, panitia menyediakan kue mochi, ganjerel (ganjel
rel), lumpia, dan wingko babat; semua khas jajanan Semarangan. Untuk minuman,
peserta bisa memilih susu (disediakan oleh susu Karangdoro, langganan
kawan-kawan pesepeda), es gempol, wedang tahu, dan air mineral.
Selain booth yang
menyediakan berbagai jenis makanan, gratis untuk para peserta 7amselinas, juga
ada booth yang menjual berbagai jenis makanan lain, selain booth sponsor, misal
blibli.com dan zuna sports.
EO yang bertanggung
jawab mengisi acara di panggung utama, dibantu oleh Om Duryanto yang
penampilannya selalu menghebohkan itu.
Acara malam ini
sedikit terganggu ketika ada sekelompok siswa sebuah sekolah negeri yang bikin
suara memekakkan telinga dari mesin sepeda motor yang terus menerus digas
selama puluhan menit di luar balaikota. Usut punya usut ternyata mereka sedang
berusaha menarik perhatian masyarakat sekitar dalam rangka mempromosikan acara
di sekolah mereka. L
Satu info penting
yang disampaikan oleh pengurus id-fb dalam acara gala dinner ini adalah bahwa
jamselinas kedelapan akan diselenggarakan di Makassar, tahun 2018. Sementara
jamselinas kesembilan akan diselenggarakan di Palembang, tahun 2019. Duh, luar
Jawa terus selama 2 tahun berturut-turut nih.
MC menutup acara
sekitar pukul 22.00. aku dan kawan-kawan seksi repot lain baru meninggalkan
lokasi menjelang tengah malam karena masih banyak hal yang harus kita beresi.
Rasa lega memenuhi rongga dada kami: acara utama telah selesai; tinggal satu
hari lagi. Rasa lelah jelas juga kita rasakan, namun kita tak boleh patah
semangat.
To be continued
7amselinas 2017 Day 1
Day 1 Jumat 15 September 2017
Pagi hari beberapa
dari ‘seksi repot’ benar-benar repot: memasang umbul-umbul di sekitar Wisma
Perdamaian yang kita gunakan sebagai tempat pendaftaran ulang, sekaligus ngecek
lokasi itu. Avitt dan Tami memasang petunjuk arah di kawasan Gunung Pati
sekaligus survey rute terakhir sebelum rute itu benar-benar terpilih untuk
acara utama hari Sabtu 16 September. Kita terpaksa melakukan sedikit modifikasi
karena di satu jalan yang sebelumnya kita pilih ternyata telah dipasangi tenda
biru, akan ada acara disitu pada hari Sabtu 16 September. Sebagian seksi repot
lain di Jl. Menteri Supeno, melanjutkan mengurusi goodie bag. Sebagian yang
lain sibuk membawa barang-barang yang harus berada di Wisma Perdamaian
menjelang pukul 15.00; waktu yang telah kita tentukan kita mulai menerima
pendaftaran ulang.
Pendaftaran Ulang
Usai shalat Dzhuhur,
sekitar pukul 12.30 aku telah sampai di Wisma Perdamaian. Lokasi terlihat telah
cukup ramai dengan para tamu peserta, baik yang dari luar kota, maupun dari
dalam kota. Untuk memudahkan para lipaters mendaftar ulang, 1000 lebih peserta
kita bagi menjadi 10 ‘booths’. 1 booth melayani sekitar 100 peserta.
Menjelang pukul
16.30 Avitt dan Tami baru balik dari tugas memasang petunjuk arah di kawasan
Gunung Pati. Mereka langsung bergabung dengan seksi repot di Wisma Perdamaian;
tugas utama Avitt mengurusi para peserta yang memesan merchandise 7amselinas
untuk cod.
Night Ride
Prakiraan kita untuk
night ride ini adalah tidak semua peserta 7amselinas akan ikut; dengan alasan
(1) bagi mereka yang memilih berangkat ke Semarang dengan bersepeda tentu lelah
sehingga mereka akan memilih beristirahat mengingat trek pilihan panitia
7amselinas keesokan hari cukup menantang (2) sebagian peserta belum sampai
Semarang. Ini sebab kita tidak memilih rute yang jauh, cukup untuk sedikit
mengenal Kota Lama Semarang, terutama bagi mereka yang baru kali ini berkunjung
ke Semarang. Bagi yang sudah pernah ikut dua event tingkat Nasional yang
diselenggarakan oleh Komselis (Semarang
Seline Banjir, dalam rangka
ultah Komselis yang ketiga di tahun 2012; dan Joglosemar 2
bulan Maret 2014), Kota Lama selalu menjadi salah satu tujuan utama untuk night
ride.
Kritik untuk diri
sendiri: dengan alasan yang tertulis di paragraf di atas, kita panitia memang
tidak begitu mempersiapkan diri untuk, misal, membagi peserta dalam kelompok-kelompok,
kemudian menugasi rekan-rekan tertentu untuk menjadi marshall di
kelompok-kelompok itu.
Setelah melihat
beberapa vlog yang beredar di dunia maya, aku baru ngeh ternyata yang ikut
night ride 7amselinas banyak juga ya? Banyak dari mereka yang ternyata telah
mengenal Semarang, sehingga meski mungkin sempat nyasar di jalan-jalan tertentu
yang waktu itu super padat, tidak ada kabar seorang peserta pun yang hilang di
tengah jalan. J
Juga banyak peserta
yang sengaja memisahkan diri dengan komunitas masing-masing untuk menikmati
suasana malam hari kota Semarang, sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
Menghadapi fenomena ini kita panitia tidak bisa melakukan apa-apa kecuali ikut
bersenang diri bahwa para peserta tahu apa yang mereka inginkan dan melakukannya
dengan orang-orang yang membuat mereka secara penuh menikmati Semarang.
To be continued
7AMSELINAS : SEKSI REPOT
7AMSELINAS
KOMSELIS : FINALLY,
WE DID IT!
Ketika menengok Om
Mada – mantan orang pertama di id-fb a.k.a indonesia folding bike – di hotel Novotel tempat
dia menginap selama perhelatan akbar para pecinta sepeda lipat 7amselinas, aku
mendengar Om Mada berbicara betapa lega dia akhirnya Komselis menjadi tuan rumah event
naik hajinya lipaters di Indonesia alias jambore sepeda lipat nasional. Om Mada
yang pernah tinggal di kota Semarang tahun 2005 hingga tahun 2012, pernah
bergaul akrab dengan para Komselis-ers, bertekad tidak akan merasa lega jika
Semarang belum jadi tuan rumah event tahunan ini.
Meskipun kelegaan
ini harus disertai satu kecelakaan yang (tidak) kecil yang menimpa Om Mada,
beliau jatuh di turunan jelang pintu gerbang Goa Kreo di kawasan Sadeng, karena
menghindari menabrak seorang anak yang tiba-tiba nyelonong menyeberang dari
satu sisi jalan ke sisi yang lain.
SEKSI REPOT
Ikut serta dalam
kepanitiaan event terbesar ini membuatku sadar betapa tidak mudah
menyelenggarakan event seperti ini. Selama ini, aku dan Ranz terutama, terbiasa
hanya menjadi peserta yang nyaman, yang tidak perlu mikir apa-apa, kecuali
membayar biaya pendaftaran, memikirkan berangkat menuju lokasi penyelenggaraan
naik apa, pulangnya naik apa, dan akan menginap dimana.
Plus, setelah
penyelenggaraan jamselinas keenam di Bangka sehingga banyak yang absen karena
lokasinya jauh sehingga jelas butuh uang transport yang tidak sedikit,
7amselinas Semarang menjadi tumpuan harapan banyak lipaters. Tidak mengherankan
jika di bulan Mei lalu, saat Komselis membuka pendaftaran peserta 7amselinas,
kurang dari 2 hari, telah terdaftar 1000 peserta.
Sekitar September
para seksi
repot sempat mengadakan rapat di angkringan di kitaran Tugumuda. Setelah
akhirnya om Yuniar Wahyu Gunawan terpilih sebagai ketua panitia 7amselinas
2017, rapat kita adakan di kediaman om Yun, di Jalan Menteri Supeno.
Sekian bulan sebelum
the big day, aku mengajak para personil Semarang VeloGirls
untuk menghadiri rapat, menawarkan Ranz, Tami, Dwi, Hesti, dan Avitt untuk ikut berepot-repot menjadi seksi repot
7amselinas. Om Tayux yang
hingga penyelenggaraan 7amselinas 15 – 17 September 2017 masih menjabat sebagai
ketua Komselis menerima dengan tangan terbuka. Ranz yang sering harus pulang
pergi Solo – Semarang – Solo tentu tidak bisa secara full membantu langsung,
hanya sesekali ketika berada di Semarang. Dwi yang di bulan Juli 2017 hijrah ke
Tangerang demi masa depan membantu seksi repot sebagai marshall di hari Sabtu
16 September 2017, berboncengan dengan Tami yang diserahi tugas sebagai salah
satu PIC marshall yang sebagian diambil dari kawan-kawan KOMPAL (Komunitas Pancal Pedal) Gunung Pati. Di antara
kita berenam yang paling sibuk adalah Avitt, si makhluk nocturnal, dengan
dibantu oleh Hesti, terutama ketika Avitt diserahi tugas untuk mengurusi
merchandise 7amselinas.
Tahun 2015 di event
Gowes Asix Tweed Ride, ulang tahun keenam Komselis, yang dihadiri oleh kurang
lebih 40 – 50 orang, sempat kuutarakan harapan bahwa 7amselinas ini bukan hanya
tanggung jawab Komselis yang diserahi tugas oleh id-fb, namun seluruh pesepeda
– terutama lipaters tentu saja – kota Semarang, hingga diharapkan kita bisa
bahu membahu bersama memanggul ‘beban’ sebagai tuan rumah. Namun ternyata
kenyataan di lapangan tidak semudah yang kita ucapkan. Dalam perjalanan menuju
7amselinas September 2017 ada duri-duri dalam daging yang merongrong, sehingga
jika on the D day terlihat ada pihak-pihak yang sibuk bekerja, ada sekelompok
orang yang menikmati kesempatan itu untuk berpesta, kemudian memprotes pihak
yang bekerja, seperti yang terlihat oleh tamu-tamu 7amselinas dari luar kota,
ya mohon dimaklumi.
Dalam tulisan ini,
mewakili teman-teman di seksi repot, saya mengucapkan beribu-ribu terima kasih
kepada para lipaters dari seluruh Nusantara atas partisipasinya, atas biaya,
waktu dan tenaga yang telah dilimpahkan untuk meramaikan acara naik hajinya para
lipaters Indonesia, atas pengertiannya jika di sepanjang event ditemukan
hal-hal yang mungkin tidak menyenangkan dan kurang memuaskan. Apa lah kami jika
tanpa kehadiran para tamu.
to be continued.
sebagian wajah-wajah seksi repot bisa ditonton di vlog di bawah ini :)
Gowes Batik 2017
GOWES
BATIK 2017
Pada hari Minggu 1 Oktober, bersama dengan (minimal) 20 kota
lain, B2W
Semarang mengadakan gowes Minggu pagi dengan mengenakan busana
batik, untuk ikut memperingati Hari Batik Nasional yang jatuh pada hari Senin 2
Oktober 2017.
Karena ketidaktahuanku bahwa Balaikota digunakan sebagai venue
upacara Hari TNI setiap tanggal 1 Oktober, aku tetap menetapkan Balaikota sebagai
titik kumpul GOWES
BATIK kali ini. Alhasil, di pagi hari itu, suasana sedikit chaotic.
Tidak ada penyelenggaraan CFd (car free day) di Jalan Pemuda, di balaikota
sangat ramai orang-orang yang akan ikut mengikuti upacara Hari TNI. Kita pun
tergusur karena tempat kita berkumpul, digunakan peserta upacara untuk
berbaris, sebelum mereka masuk ke halaman balaikota. Kita pindah ke trotoar di
depan SMA N 3 Semarang, yang ternyata bukan pilihan yang pas karena kita lihat
kawan-kawan yang lewat, mencari kita, tidak melihat kita yang di seberang. LOL.
Akhirnya kita harus berdiri di jalan raya, untuk melambai-lambaikan tangan agar
kita terlihat. J
Pukul 06.45 para peserta upacara TNI semua telah masuk ke
halaman balaikota. Maka trotoar di depan balaikota pun kembali kosong. Kita
kembali kesana, untuk foto-foto, sebagai dokumentasi, sebelum kita mulai
bersepeda bareng.
Aku meminta Dhany Sus yang tinggi besar untuk menjadi road
captain, agar mudah terlihat para pesepeda yang ada di belakangnya. LOL. Oh ya,
selain beberapa personil B2W Semarang a.k.a Semarang Velo Girls, ada
kawan-kawan Komselis, dan Bissec, para senior (karena usia mereka telah senior J), juga ada 3 tamu istimewa. Satu orang, yang
menaiki sepeda lipat brompton, kebetulan sedang dolan ke Semarang, mengetahui
event ini, beliau langsung gabung. Satu orang datang dari Kudus. Beliau orang
ROBEK (B2W ROmbongan BEKasi) yang kebetulan sedang bertugas di Kudus, langsung
cus menuju Semarang selepas shalat Subuh demi ikut bersepeda dengan mengenakan
baju batik. Satu lagi, tante Ais, yang asli Jakarta dan sedang ditugaskan di
Semarang sejak Lebaran, ikut bergabung.
Pukul 07.00, usai beberapa jepretan, kita mulai mengayuh pedal
sepeda masing-masing. Dari balaikota kita menuju Tugumuda, kemudian kita belok
ke arah barat, Jalan Sugiyopranoto. Sesampai Jalan Suyudono, Dhany Sus mengajak
kita belok kiri, menyusuri jalan itu, hingga sampai sungai Banjirkanal, kita
belok kanan, menyusuri Jalan Basudewa. Sesampai jembatan Banjirkanal Barat,
kita belok kiri, untuk kemudian masuk ke Jalan Jendral Sudirman.
Setelah melewati pasar Karangayu, beberapa puluh meter di
depan, di traffic light, kita belok kanan, masuk ke Jalan Anjasmoro. Lurus
hingga pintu gerbang PRPP, kita berhenti sejenak untuk merapikan barisan (agar
tidak ada yang tercecer), dan foto-foto. Om-om dan tante Bissec sebagian
pamitan akan memisahkan diri jika kita akan masuk ke Jalan Indraprasta.
Setelah meninggalkan Jalan Madukoro, kita belok ke Jalan
Indraprasta, Imam Bonjol, Kota Lama, dan kita mampir ke polder Tawang, untuk
foto-foto. Setelah itu, lanjut ke Jalan Cendrawasih, belok kiri, di perempatan
Sayangan, kita belok kanan, menuju Bubakan. Tujuan akhir kita adalah Kampung
Batik, sesuai dengan tema kita kali ini : GOWES BATIK.
Setelah foto-foto di kampung yang dinding-dindingnya dihiasi
mural bermotif batik, kita melanjutkan mengayuh pedal sepeda ke warung (susu)
Karangdoro. Bagi penyuka susu, mereka kesini tentu akan memesan susu. Bagi yang
bukan peminum susu – seperti aku – cukup pesan es teh saja. J
Kita berpisah disini. Setelah masing-masing cukup puas dengan
minuman pilihan masing-masing, dan ngemil secukupnya, sebagian dari kita melanjutkan
perjalanan kembali ke Jalan Dr. Cipto (sedikit contra flow dari warung susu
Karangdoro), sebagian lain lagi ke arah Kota Lama, om Robek
yang dari Kudus, (duh, lupa nanya namanya) ke arah stasiun Tawang karena
menitipkan mobilnya parkir disitu.
Sampai bertemu di kisah gowes bareng lain lagi. Terima kasih
partisipasinya nggih.
LG 12.56 02/10/2017
vlog karya Ranz
SEGOWANGI 44
SEGOWANGI 44
Penyelenggaraan segowangi di bulan September 2017 adalah
penyelenggaraan yang ke-44, sejak Februari 2014. Personally, I have been deeply
indebted to some people around me who have been very loyal in accompanying and
supporting me to hold this monthly event: the girls in Semarang Velo Girls,
especially Ranz and Tami.
Untuk bulan September tahun ini, tema yang kupilih adalah SHARE THE ROAD karena
aku ingin lebih memasyarakatkan Undang
Undang no 22 tahun 2009, terutama pasal 106 ayat 2 yang
berbunyi kendaraan bermotor
wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda. Undang
undang ini dibuat 8 tahun yang lalu, namun belum tentu seluruh lapisan
masyarakat mengetahuinya, terbukti dari cara pengguna jalan memperlakukan para
pejalan kaki dan pesepeda yang masih menganggap mereka hanya dengan sebelah
mata. J
29 September 2017
Sepanjang hari Jumat itu, matahari bersinar sangat garang,
hawa di kota Semarang cukup mudah membuat orang emosional gegara panas yang
menyengat. Padahal beberapa hari sebelum itu, kota Semarang sering tertutup
awan mendung. Kupikir hawa panas ini akan terus berjalan hingga malam hari.
Namun ternyata aku salah. Sore hari, menjelang pukul lima sore, titik-titik
gerimis mulai menghiasi jalan-jalan di kota Semarang secara merata. Menjelang
pukul enam sore, beberapa kawan mulai menulis status tentang hujan di akun
sosial media mereka masing-masing. Duh.
Menjelang puku setengah tujuh, Hesti mengirimiku WA,
memintaku untuk menghampirinya sebelum berangkat ke Balaikota, untuk
membantunya membawakan arem-arem yang akan dia bawa ke Balaikota. Tumben deh
ya. Saat mau ninggalin kos Ranz, Avitt datang, menjemput Monel yang dititipkan
di kos sejak 7amselinas karena dipinjam Evie. Avitt datang bersama Hemas, naik
mobil, Minul ada di dalam. Setelah mengambil Monel, Avitt buru-buru berangkat.
Sementara aku on the way menuju rumah Hesti, Ranz kuminta segera menuju
Balaikota saja, sehingga jika ada kawan-kawan lain yang telah datang, akan ada
Ranz yang “jaga gawang.”
On the way ke rumah Hesti, telah kurasakan angin bercampur
hawa hujan. Sesampai rumah Hesti, gerimis mulai menyapa. Nah lo. Ternyata Hesti
mengharapkanku datang naik Austin, sehingga satu dos berisi nasi bakar
(ternyata bukan arem-arem J) bisa
nangkring di rak boncengan Austin, sedangkan satu dos yang lain di rak
boncengan Rocky, sepeda lipat milik Hesti.
Gerimis menderas menjadi hujan. Aku memberikan ide, satu dos
yang akan kubawa dimasukkan ke dalam satu tas plastik saja, akan kugantungkan
di setang Orenj. On the way ke Balaikota, baik aku maupun Hesti, telah
mengenakan mantel.
Sesampai di Balaikota, ternyata sudah ada lebih dari 8 orang
kawan pesepeda yang berteduh di bawah gerbang, di antaranya ada om Tuhu yang
datang sendirian karena setelah segowangi akan menjemput sang istri tercinta di
stasiun Tawang. Juga ada Pakguru Primazan, dan satu siswanya, Hizkia yang
tinggal di kawasan Tembalang. Wuiiiih. Adik satu ini memang sangat antusias
jika ada undangan bersepeda. J
Dos yang kubawa segera kubuka karena ingin tahu isinya apa.
Seperti yang kutulis di atas, ternyata bukan arem-arem, melainkan nasi bakar,
dengan berbagai varian lauk, ada ayam, teri, tongkol, pindang, pedo, usus, ati
ampela, tempe telur asin. Yang mengejutkan adalah di tiap bungkus nasi bakar,
ada tulisan VOTE
AVITT FOR KOMSELIS1. Hahahaha ... Avitt yang tidak tahu apa-apa
tentang hal ini kulihat langsung wajahnya memucat, dengan sorot mata tidak
percaya, ada seseorang yang melakukan hal tak terduga ini. LOL.
Nasi bakar kubagikan pada mereka yang telah ada di lokasi,
enak langsung dimakan, mumpung masih hangat, meski kita hanya berdiri saja, di
bawah gerbang keluar balaikota. Ada beberapa orang lain – pemotor yang takut
kehujanan karena tidak membawa mantel – yang berteduh di tempat yang sama pun
mendapatkan rejeki yang sama.
Satu jam kemudian, pukul 20.00, hujan belum juga reda.
Akhirnya kita putuskan untuk pindah ke teras bangunan Balaikota. Disini kita
malah bisa leluasa duduk-duduk, tanpa takut terciprat air hujan. Ada 3 orang
pesepeda lain yang dari tadi duduk-duduk di teras bangunan sebelah Utara, akhirnya
pindah bergabung dengan kita. Kemudian disusul kedatangan Surya dan Arif Daeng.
Dilanjutkan dengan kedatangan om Soegy yang katanya dari tadi tertahan berteduh
di Jalan Tendean. J setelah
itu, kita justru bercengkrama, sembari menikmati nasi bakar. Masing-masing dari
kita bisa menikmati lebih dari satu bungkus karena jumlahnya banyak, sedangkan
kita hanya sedikit. J
Tak lama kemudian Dany Saputra dan Dhany Sus datang
bergabung. Waaah ... rekor nih, meski hujan lebat, yang datang hampir 20 orang!
Pukul 20.30 hujan berhenti, hanya tinggal gerimis tipis. Kubayangkan
masing-masing dari kita akan langsung pulang ke rumah masing-masing, toh kita
telah bersepeda dari rumah ke balaikota, kemudian dari balaikota ke rumah. LOL.
Namun ternyata, sebagian dari kita masih ingin tetap bersepeda, meski hanya
‘sebagai syarat’ bahwa kita bersepeda bersama di malam hari.
Akhirnya kita pun bersepeda. Dari Balaikota kita menuju Tugumuda,
belok ke Jalan Pandanaran, Simpanglima, berputar ke arah Jalan Gajahmada, untuk
berfoto bersama di ‘mabes Komselis’ atau mabes B2W Semarang juga sekitar 8
tahun yang lalu, setelah tergusur orang jualan. LOL.
Setelah foto-foto, kita masuk kawasan Undip, untuk kemudian
belok ke jalan Erlangga. Tak kita sangka ternyata di jalan itu, banjirnya
lumayan tinggi. Ketika kita mengayuh pedal, kaki otomatis masuk ke dalam air,
hingga semua mengeluh sepatu basah kuyup. Beruntunglah mereka yang hanya
mengenakan sendal jepit. LOL.
Meninggalkan kawasan Simpanglima, kita menuju Jalan
Gajahmada. Disini, Pakguru Primazan pamitan untuk langsung pulang, Om Puji
Widodo dan kedua temannya juga pamit pulang. Yang lain kembali ke arah
Balaikota. Di perempatan Gajahmada – Pemuda, Tami dan Surya pamit pulang.
Hampir pukul setengah sebelas malam, aku kembali ke rumah.
Oh ya, nasi bakarnya laris manis. J thanks
to Avitt’s secret fans. Kita ga perlu jajan di angkringan. Hahahahah ...
LG 11.56 02/10/2017
Sabtu, 07 Oktober 2017
Night Ride di Solo 19 Agustus 2017
Sehari setelah aku dan Ranz dolan ke Waduk Gajahmungkur Wonogiri (check this link, will ya?) hari Sabtu 19 Agustus 2017 kita diajak bersepeda malam a.k.a night ride bersama rekan-rekan #SoloNgepit yang sedang menerima tamu dari Bandung Eco Transport dan Subcyclist Surabaya.
Tikum di stadion Manahan - Solo, kita berputar mengitari Solo, kurang lebih 15 kilometer.
Vlog di bawah ini, seperti biasa, hasil besutan Ranz. :)
Tikum di stadion Manahan - Solo, kita berputar mengitari Solo, kurang lebih 15 kilometer.
Vlog di bawah ini, seperti biasa, hasil besutan Ranz. :)
Langganan:
Postingan (Atom)