Tanggal 25
Januari 2020 tiba pada hari Sabtu, libur Imlek alias Chinese New Year. Setelah
berdiskusi kita mau bersepeda kemana, akhirnya Ranz memutuskan untuk ke
Semarang, karena pada hari Minggu 26 Januari aku harus mengikuti survey rute
event "Back to Dahon 09022020" di pagi hari, dan di siang hari aku
dan Ranz menghadiri acara istimewa di rumah Tami.
Sabtu 25 Januari 2020
Pukul
06.30 kita mulai meninggalkan kawasan Banjirkanal Barat; aku naik Cleopatra
sedangkan Ranz naik Austin. Pagi itu cuaca mendung jadi enak buat bersepeda.
Seperti biasa kita meilih rute Lapangan Kalisari ke arah RSUP Dr. Kariadi, di
pertigaan kita belok ke arah Jl. S. Parman, kemudian kita belok ke arah Jl.
Rinjani yang kemiringannya bisa kita anggap layak untuk pemanasan. :)
Selanjutnya
kita ke arah pertigaan Kaliwiru, belok kanan ke Jl. Teuku Umar kemudian mendaki
bukit Gombel. Kita berhenti di taman Tabanas untuk memotret Austin dan
Cleopatra, sembari istirahat lah menata nafas. Lol. Sesampai ujung tanjakan
Gombel, (aku sempat naik Austin, sedangkan Ranz menaiki Cleopatra), dua orang
laki-laki yang mungkin usianya di atas 60 tahun (nebak2 sajaaa) menaiki road
bike menyalipku pelan-pelan sambil mengacungkan jempol, "Wahhh … ibu
hebat! Kuat nanjak Gombel!" duh … aku ngikik dalam hati. Ga tahu dia,
sudah sejak tahun berapa aku mendaki bukit Gombel? Ternyata, waktu mereka
menyalip Ranz yang berada di belakangku dan memotretku dari belakang, juga
disapa oleh mereka, "Wah … istrinya kuat nanjak Gombel ya pak!"
eaaaah … kapokmu kapan ndaaaaaaaa. Lol. Setelah Ranz bercerita tentang itu ke
aku, kita pun terkekeh-kekeh. Lol.
But,
honestly, mengapa perjalanan mendaki Gombel kali ini terasa jauh lebih ringan
ketimbang waktu aku mendakinya sendiri tanggal 10 Januari lalu? Apa karena aku
naik Cleopatra (sampai taman Tabanas) atau karena aku ga sendirian nanjak yak?
Kita
mampir di satu warung soto di daerah Banyumanik, tempat kita juga beberapa kali
mampir sarapan disini sebelumnya (waktu bikepacking ramai2 awal tahun 2015,
kemudian waktu bareng cewe2 pelor gowes ke Curug Gending Asmoro awal Juli 2018.
sebelum sarapan, kita sempat bertemu dengan rombongan Federal Semarang yang
akan bersepeda ke Museum Sangiran.
Setelah
itu semua berjalan lancar. Ranz sudah tahu jalan ke arah Watu Gajah Park karena
dia telah melihat papan petunjuk ke WGP waktu kita dolan ke Curug Gending
Asmoro. Entah mengapa perjalanan kali ini terasa lebih ringan ketimbang waktu
bersepeda ke Curug Gending Asmoro, karena tahu-tahu kita sudah melewati jalan
dimana jika kita belok kiri kita akan sampai ke curug itu. Kita masih terus
lurus. Tak jauh dari pertigaan itu, kita melewati tanjakan yang lumayan
killing, padahal badan jalan sempit plus saat kita lewat, traffic lumayan
padat. Dari pengalaman bersepeda ke Srambang Park bulan Desember 2019, aku
berpikir mungkin orang-orang yang memenuhi jalan 'desa' itu juga akan menuju
Watu Gajah Park. Hihihi …
Tak lama
kemudian kita sampai hutan karet, yang dikenal dengan nama Alaska Ngobo. Dengan
suka cita, kita pun mampir untuk berfoto-foto. Maklum, orang kota, kalau
bertemu dengan hehijauan hutan, kita akan sangat suka berfoto ria lah. Waktu
itu suasana masih cukup sepi, belum banyak orang yang lewat dan mampir. Saat
akan meninggalkan hutan karet ini, tab-ku jatuh. (baca kisahnya disini)
Mungkin
kita sampai di 'gerbang' menuju destinasi wisata Watu Gajah Park sekitar pukul
10.45. gerbangnya berupa patung gajah dengan ukuran cukup besar, di kiri dan
kanan. Aku berhenti disini, ingin ngecek strava, sudah berapa kilometer kita
bersepeda. 2 tahun lalu waktu bersepeda ke Curug Gending Asmoro, kita menempuh
jarak 52 kilometer pulang pergi. Saat ingin ngecek strava ini aku baru ngeh
kalau tab tidak lagi berada di tas pannier yang nangkring di rak pannier yang
menempel di seatpost Cleopatra. :( aku sempat menuduh Ranz menyembunyikan tab
-- untuk nggodain aku -- (dan Ranz juga berpikir aku menggodanya, lol) namun
ternyata tab memang tak lagi berada di tas pannier. Dengan buru-buru Ranz
langsung menaiki Cleopatra, kembali ke arah Alaska Ngobo untuk ngecek,
barangkali tab terjatuh disana dan belum diambil orang.
Sekitar
pukul 11.00 Ranz sampai di Alaska, melihat celingukan kesana kemari ngecek
apakah tab-ku tergeletak somewhere disana, atau jika diambil orang, ada orang
yang bisa dia 'curigai' untuk mengambil dan menyimpannya untuk dikembalikan ke
aku. Ranz tidak melihat penampakan tabku somewhere, namun dia melihat ada satu
orang yang berulang kali memandangnya dengan sorot mata heran. Suasana Alaska
sudah ramai saat Ranz sampai sana. Karena tidak menemukannya, Ranz kembali ke
gerbang masuk WGP tempat aku menunggunya sambil berharap semoga tab masih
rezekiku.
Panik,
lemas, menyesali kecerobohan sendiri membuatku linglung waktu ditanya apakah
aku akan tetap ingin masuk ke WGP atau lanjut pulang saja. Namun, hal pertama
yang harus kita lakukan adalah 'menyelamatkan' akun media sosial yang ada di
tab agar tidak disalahgunakan si penemu tab. Maka, kita berdua duduk-duduk di
tembok rendah yang ada disitu, aku mengganti password facebook dan instagram,
menulis pengumuman di facebook tentang kehilangan itu. Saat itu, Ranz ngecek
hp-nya dan terkejut waktu menerima voice message di WA-nya, message itu dikirim
dari nomor WA-ku yang ada di tab. Voice message dikirim sekitar pukul 10.30.
message itu berbunyi, "maaf mbak/mas, saya menemukan hp ini di karetan
Ungaran, tapi ga tahu ini milik siapa." dengan penuh harapan, Ranz
membalas message itu, namun tidak berbalas. Aku mencoba menelpon nomorku di tab
itu, namun malah jawaban yang kuterima, "panggilan dialihkan".
Beberapa saat kemudian, malah nomor sudah tidak bisa kutelpon, nampaknya tab
mati.
Antara
berharap bahwa si penemu benar-benar beriktikad baik untuk mengembalikan tab,
namun juga pesimis apakah benar-benar si penemu mau melakukannya, akhirnya Ranz
memutuskan untuk menghindari hal-hal yang tidak bisa kita antisipasi, dia
me-reset tab itu dari jauh, setelah aku mengizinkannya. Meski aku sudah
mengganti password facebook dan instagram, nomor WA di tab itu masih bisa
digunakan.
Kebetulan
saat ini, hujan turun dengan deras. Kita pun berlindung ke satu warung makan
yang ada di luar kawasan WGP. Ranz memesan satu porsi mie ayam, satu gelas es
teh, aku memesan satu gelas teh hangat. Kita berlindung dari hujan sekitar satu
jam, hingga hujan berhenti dan sinar matahari terlihat. Setelah meyakinkan
bahwa mood-ku sudah membaik dan aku masih mau masuk ke WGP, Ranz mengajakku ke
pintu masuk WGP. (duh, menulis ini mendadak jadi ingat kejadian kamera Ranz
dicuri orang saat kita mbolang ke Bali. Saat itu Ranz juga masih mau
melanjutkan perjalanan gowes ke GWK, padahal kesana tanjakannya lumayan curam
dan jarak masih jauh dari gapura masuk ke Univ Udayana tempat kamera Ranz
dicuri orang.)
Tiket
masuk WGP Rp. 15.000,00. WGP ini nampaknya cocok buat arena main anak-anak
selain spot spot instagrammable buat para remaja dan dewasa. Sayangnya saat ini
mendung menggayut di langit sehingga gunung Ungaran dan gunung-gunung lain yang
seharusnya terlihat anggun tertutup awan.
Ranz dan
aku meninggalkan lokasi sekitar pukul 14.45 setelah kita rasakan gerimis tipis
kembali menyentuh kulit kita. Kita tidak mengambil jalan yang sama dengan jalan
kita datang. Kita langsung menuju jalan raya yang menghubungkan Ungaran -
Bawen. Saat sampai di jalan raya, di seberang kulihat ada halte Trans Jateng
Ngobo. Jadi kalau kesini lewat jalan raya, itulah petunjuk kita belok kiri
menuju WGP. :)
Saat
melewati satu minimarket, Ranz mengajak mampir. Dia butuh membayar online
shopping yang dia lakukan (shhhttt … out of the blue, dia beliin aku satu tab
pengganti tab yang hilang di Alaska)
disini gerimis masih terasa hanya menggoda, tipis tipis saja. Namun tak lama
setelah kita melanjutkan perjalanan, mendadak hujan melebat. Kita pun buru-buru
mencari tempat berteduh. Kita bawa mantel tapi hujan terlalu lebat sehingga
kita memilih menunggu. Mungkin waktu menunjukkan pukul 15.50.
Jam 16.15
hujan tetap deras. Ranz mulai gelisah; dia paling tidak suka kita masih di
jalan raya jika cuaca telah gelap. Mana kita berada di jalan yang memungkinkan
kita disalip kendaraan-kendaraan besar, seperti bus dan truck. Pukul 16.25 kita
meninggalkan lokasi. Kita berdua sama-sama mengenakan mantel. Hujan yang lebat
ternyata dengan mudah membuat kita menggigil kediginan. Perutku pun kian
keroncongan.
Kita
sampai di resto SS Ungaran sekitar pukul 16.45. hujan sudah menipis tinggal
gerimis. Karena kelaparan membuatku ga mampu terus melaju :D namun ternyata
kata Ranz tanjakan dari situ tinggal sedikit. Tak jauh dari situ kita akan
sampai gapura selamat jalan. Ya sudah, kita makan saja dulu. But to our
disappointment, kita harus menunggu lama. Sampai pukul 17.30 belum ada tanda2
pesanan kita datang, minuman yang kita pesan pun belum datang. Ranz pun
gelisah. Minuman kita (aku pesan segelas jeruk nipis panas, Ranz segelas es
the) datang pukul 17.35. aku pun mengultimatum jika makanan belum diantar pukul
17.45 kita akan cancel pesanan. Untunglah ga lama kemudian makanan kita datang.
Pukul
18.20 kita keluar resto. Meski langit masih terlihat sedikit terang, Ranz sudah
ngomel; kita bakal nyampai Semarang kemalaman. Karena hujan sudah berhenti,
kita melanjutkan perjalanan tanpa mengenakan mantel. Namun, sesampai kita di
sekitar pagoda Buddhagaya, Ranz komplain: kampas rem Austin habis! Jika dia
mengerem, velg ban belakang Austin akan tergerus. She did NOT like such a
situation. Dia kian ngomel. Hihihi. Dia bilang sesampai Banyumanik dia akan
memesan go box yang akan membawa kita
turun ke arah BKB.
Benar,
sesampai area Banyumanik, Ranz mengajak berhenti, mencoba memesan go box. Aku
sempat memintanya naik bus Taruna/Safari saja, kan sudah melebihi maghrib, bus
itu masuk kota, sementara aku terus melaju naik Cleopatra. Ranz tidak mau. Dia
tidak membolehkanku menuruni Gombel dalam kondisi gelap gulita dengan jalan
basah yang mungkin bakal licin. Akan tetapi setelah panggilan go box-nya tidak
ada menyambut, Ranz mengalah, kita lanjut gowes.
Sesampai
Srondol, hujan melebat lagi. Kita pun mengenakan mantel lagi.
Alhamdulillah
kita sampai kosnya Ranz pukul 20.00 safe and sound.
Dan Ranz
bilang andai aku mengajak gowes ke WGP lewat Alaska Ngobo, dia bersedia
menemani lagi. Aku masih penasaran andai tab tidak hilang, jarak di strava akan
menunjukkan berapa kilometer dan berapa mdpl elevasi gain yang kita hasilkan.
Ohh … maklum, aku ini pengabdi strava. Hohoho …
LG 12.12
28-Januari-2020