BIKEPACKING
LIBUR LEBARAN 2012 : GOWES AKAP SEMARANG KE TUBAN
Bikepacking (baca è kegiatan bersepeda yang membutuhkan lebih
dari satu hari) sebenarnya mudah dilakukan oleh siapa saja, terutama bagi
mereka yang telah terbiasa mengayuh pedal sepeda sejauh puluhan atau ratusan
kilometer per hari. Akan tetapi, bikepacking tidak mudah dilakukan bagi mereka
yang tidak punya waktu luang. Mungkin karena mereka tidak bisa mendapatkan cuti
dari kantor tempat mereka bekerja, atau mungkin mereka tidak mudah mendapatkan
izin dari keluarga. Hal ini biasanya penyebabnya adalah dalam keluarga tidak
ada yang memiliki ‘passion’ yang sama dalam bersepeda.
jelang berangkat, dengan Lawangsewu sebagai background |
Maka, bikepacking adalah satu hobi yang mewah bagi sebagian orang. Pun buatku dan Ranz, soul mate sepedaanku. Libur lebaran tahun 2012 kita pilih untuk merealisasikan salah satu rencana bikepacking kita, meski itu berarti kita menghabiskan libur lebaran dengan keluarga masing-masing hanya 3 hari (pertama) 19 – 21 Agustus. Bahkan buat Ranz hanya 2 hari, karena pada hari Selasa 21 Agustus Ranz telah memulai bersepeda dari Solo menuju Semarang. Tanggal 22 Agustus kita akan memulai bikepacking kita : bertamasya dari Semarang ke Tuban dengan naik sepeda lipat (gegara obsesi gowes antar kota antar propinsi! :) )
Hari pertama Rabu 22 Agustus target kita adalah mencapai kota Rembang
yang terletak sekitar 125 kilometer dari Semarang. Kita bertemu di dekat
Tugumuda – salah satu landmark kota kelahiranku – pukul 06.00. Setelah
membetulkan tas pannier yang beratnya mencapai 25 kg di rak boncengan Pockie –
seli pockrock 20” – beberapa jepret untuk dokumentasi, kita berangkat menuju
Demak. Dalam perjalanan ini aku naik Snow White – seli urbano 3.0 20”.
Jalur pantura
lumayan ramai. Pemberhentian pertama adalah alun-alun Demak, 30 kilometer dari
Tugumuda. Kita mampir ke sebuah mini market untuk beli beberapa botol air
mineral dan istirahat. Entah mengapa Ranz terlihat kurang fit dalam mengayuh
Pockie, meski dia tetap terlihat excited. Kurang lebih setengah jam kemudian
kita melanjutkan perjalanan, setelah foto-foto di depan masjid agung Demak yang
dibangun oleh Sunan Kalijaga. Selain kita berdua, banyak orang lain (yang
mungkin juga pemudik yang sedang lewat) juga menggunakan kesempatan untuk bernarsis
ria.
bersama beberapa polisi yang bertugas di alun-alun Kudus |
aku berdua Cipluk di teras rumahnya - Kudus |
Kurang dari 10
kilometer setelah itu Ranz kuajak mampir ke sebuah rumah makan yang berjualan
menu utama ayam bakar untuk sarapan karena kulihat Ranz sangat kepayahan
menggowes Pockie, kupikir tentu karena dia lapar. (Sesampai Tuban hari Jumat
baru ketahuan kalau Ranz ternyata tidak sehat.)
Sesampai Kudus kita
mampir ke rumah Cipluk, seorang teman gowes. Waktu menunjukkan pukul 11.45.
Ternyata Cipluk telah menyiapkan makan siang yang lezat buat kita berdua: sup
sosis dan nugget kesukaan Ranz. Inilah nikmatnya bersilaturrahmi. J Usai makan sembari ngobrol, beristirahat dan
shalat Dzuhur, kita melanjutkan perjalanan ke Pati pukul 13.00. Matahari
bersinar panas, namun posisinya sekarang berada di belakang kita karena kita
menuju Timur.
Rezeki berikutnya
adalah secangkir kopi lezat! Dalam rangka libur lebaran, pabrik kacang Dua
Kelinci yang berlokasi di Pati menyediakan rest area yang nyaman dan secangkir
kopi bagi para pemudik yang mampir. Ini adalah cara pemasaran yang jitu karena
tentu banyak dari para pemudik itu akan membeli merchandise atau pun kacang
yang disediakan di sebuah ‘counter’ di rest area tersebut.
Usai menikmati
secangkir kopi dan beristirahat sepuluh menit kita melanjutkan perjalanan.
Lepas dari alun-alun Juwana sayangnya jalannya rusak: berupa makadam sejauh 20
kilometer! Perbaikan jalan yang dilakukan sejak beberapa bulan sebelum lebaran
belum selesai.
Kita sampai di pusat
kota Rembang selepas waktu Isya. Malam pertama ini kita menginap di Hotel
Kencana yang terletak tak jauh dari Pantai Dampo Awang (Kartini Rembang).
Hari kedua Kamis 23 Agustus kita putuskan sebagai
hari santai untuk berwisata. Usai menikmati sarapan lezat yang disediakan
hotel, kita berkunjung ke Pantai Dampo
Awang yang amat ramai pengunjung. Kata resepsionis hotel Rembang memang
selalu ramai semenjak lebaran hari pertama hingga perayaan ‘Kupatan’ yang jatuh
tepat seminggu kemudian. Banyak penjual tiban mengais rezeki di luar maupun di
dalam kawasan pantai. Mereka berjualan mulai dari pakaian, mainan anak,
berbagai macam camilan ringan hingga peralatan dapur.
Dari pantai, kita
berkunjung ke Museum Kartini. Museum
ini sangat layak dikunjungi bagi mereka yang tertarik dengan sejarah kehidupan Ibu
Kartini terutama setelah beliau menikah. Di museum ini kita bisa melihat kamar
tidur, tempat tidur dan meja riasnya, kamar mandi dan bathtub, juga peralatan
dapur yang dulu dipakai Kartini. Juga banyak foto diri, baik yang sendirian
maupun dengan keluarganya.
Setelah puas
menjelajahi museum kita melanjutkan gowes ke arah Lasem. Dalam perjalanan kita
melihat penunjuk arah ‘wisata pantai’ yang ketika kita ikuti, kita sampai ke Pantai Gedong Berseri Caruban. Pantai
berpasir putih ini nampak masih perlu dipublikasikan karena waktu kita mampir
kesana, suasana sangat sepi. Pasir putihnya sangat lembut sehingga akan sangat
nyaman jika berkunjung kesini di sore hari untuk menikmati angin sepoi-sepoi
dan pemandangan laut lepas. Pantai ini terletak kurang lebih 4 kilometer dari
jalan raya pantura. Sepanjang perjalanan kita akan menikmati hamparan tambak
garam.
Sekitar pukul 14.00
kita sampai di hotel Wijaya Lasem dimana kita akan menginap semalam. Setelah
meletakkan tas pannier, kita keluar lagi untuk menikmati kota Lasem yang juga
dikenal sebagai “Le Petit Chinois” alias kota Tiongkok kecil. Kita berkunjung
ke Kelenteng Tjoe An Kiong dan Gie Yong Bio yang konon adalah
kelenteng yang paling tua di Pulau Jawa. Kita juga eksplor jenis pintu yang ada
di kota ini yang menunjukkan ‘sisa-sisa’ bukti kejayaan pengaruh budaya China.
Jika di hari pertama
kita gowes sejauh 125 kilometer, di hari kedua kita gowes kurang dari 30
kilometer demi memenuhi hasrat berwisata.
Hari ketiga Jumat 24 Agustus kita meninggalkan
hotel pukul enam pagi. Target jarak yang akan kita tempuh adalah 90 kilometer. Tanpa
sarapan – kita hanya diberi segelas kopi dan segelas teh – kita melaju ke arah
Timur. Tempat wisata pertama yang kita kunjungi adalah “Pasujudan Sunan Bonang” dimana di lokasi yang sama kita juga akan
menemukan “Makam Putri Cempo”.
Salah satu enaknya
berbikepacking di musim libur lebaran kita mudah menemukan tempat untuk
beristirahat. Banyak pom bensin maupun kantor polisi atau perusahaan yang
menyediakan rest area yang nyaman. Maka, perjalanan agak ‘tersendat’ untuk istirahat
sekaligus foto-foto narsis! Ini karena dalam perjalanan berikutnya kita terus
dimanjakan dengan pemandangan pantai di sebelah kiri. Indah sekali!
Setelah melewati
gerbang perbatasan Jawa Tengah – Jawa Timur yang terletak tak jauh dari pantai
berpasir putih, kita mampir ke sebuah rumah makan yang lumayan besar untuk
‘brunch’. Jelang masuk kota Tuban, kita mampir lagi di sebuah rest area yang
disponsori oleh sebuah perusahaan mie instan karena tergoda umbul-umbul mie
instan tersebut. hahaha ... Lucky us
karena setelah itu trek sedikit rolling naik turun. :)
masuk ke Propinsi Jawa Timur |
pantai di dekat gerbang perbatasan |
selamat datang di kota Tuban! :) |
saat melewati hutan nan meranggas gegara kebakaran |
rest area dengan sponsor produk mie instant |
Sekitar pukul empat
sore kita memasuki kota Tuban dimana kita tergoda untuk mampir (lagi!) ke
pantai yang terletak di pinggir jalan, meski pasirnya tak seputih Pantai Gedong
Bersinar. Banyak pemudik juga yang mampir menikmati suasana pantai sore hari. Sekitar
pukul lima kita telah memasuki Kelenteng
Kwan Sing Bio yang konon adalah kelenteng terbesar se Asia Tenggara. Keistimewaan
kelenteng ini selain bangunannya yang besar, juga letaknya tepat di hadapan
laut lepas, dan di atas gerbang masuk kita akan menemukan patung kepiting besar
dan bukannya ular naga seperti di kelenteng-kelenteng lain.
trek yang rolling |
pantai di senja hari, di dekat terminal lama Tuban |
siluet pantai senja hari, di lokasi yang sama |
pantai di seberang Kelenteng Kwan Sing Bio |
mejeng dulu di depan gerbang Kelenteng Kwan Sing Bio, meski dengan wajah lusuh :P |
Malam ketiga ini
kita menginap di hotel Basra yang terletak di Jalan Basuki Rahmat. Malam ini
suhu tubuh Ranz meninggi. Terjawab sudah mengapa di hari pertama gowes Semarang
– Rembang Ranz nampak kurang bersemangat gowes Pockie: tubuhnya sedang
berperang melawan virus!
Hari keempat Sabtu 25 Agustus jatah kita menjelajah Tuban
yang dikenal sebagai “kota seribu goa”. Yoni – rekan gowes yang sedang pulang
kampung – bersedia mengantar kita keliling. Untunglah pagi itu suhu tubuh Ranz
telah turun setelah minum obat dan istirahat semalam penuh. J
berdua Ranz di depan pintu masuk ke kawasan wisata Goa Akbar |
di lorong, antara pintu masuk ke Goa Akbar |
Setelah berdiskusi,
kita setuju untuk berkunjung ke Goa
Akbar. Goa ini terletak di tengah kota, dimana lokasinya ada di bawah
tanah. Dan di atas goa ada bangunan pasar. Pemerintah kota Tuban telah memoles
Goa Akbar sebagai salah satu tempat layak kunjung untuk memperoleh pendapatan dari
sektor pariwisata. Sesampai disana, banyak pengunjung yang datang berombongan.
Harga tiket hanya Rp. 5000,00.
Di pintu masuk goa,
telah dibangun tangga dan pagar di sisi kiri kanan sehingga memudahkan
pengunjung masuk ke goa. Di dalam goa kita bisa melihat keindahan stalagtit
stalagmit. Sudah ada jalan setapak di dalam goa sehingga kita mudah menyusuri
goa. Pengunjung tidak perlu membawa senter karena di sana sini telah disediakan
lampu temaram warna warni hingga suasana tidak gelap gulita. Di beberapa titik
atap goa ada air yang menetes. Dan di beberapa titik lain ada sumber air yang
mengalir deras yang oleh pengelola diatur dengan memasang kran. Di dekat pintu
keluar, ada sebuah musholla yang disediakan bagi pengunjung yang ingin
beribadah.
Goa ini cukup akbar (alias
besar) karena kita bertiga butuh waktu satu jam untuk mengelilinginya, sambil
foto-foto tentunya.
Kita meninggalkan
Goa Akbar pukul satu siang. Yoni mengajak kita mampir makan di sebuah warung
sederhana yang harganya murah! Untuk makan kita bertiga
siang itu dengan menu nasi pecel, mendoan, telur ceplok (untukku), ikan pindang
(untuk Ranz), dua gelas es teh, satu gelas es kacang hijau, dan satu gelas teh
panas, kita hanya bayar Rp. 17.000,00. Wah!
Karena waktu yang
tidak memungkinkan kita tidak mampir ke tempat lain. Pukul empat kita
meninggalkan Tuban naik bus. Seli kita lipat rapi, kita dudukkan di bangku
bagian belakang. Kita sampai Semarang pukul sepuluh malam dengan hati gembira!
What a memorable
bikepacking!
PT56 20.04 030713
P.S.:
Ditulis ulang untuk mengikuti Lomba Menulis "Kisah Perjalanan Bersepeda" yang diselenggarakan oleh www.nationalgeographic.co.id
Kisah yang lebih lengkap dan beserta foto-foto bisa diklik di hari pertama, hari kedua, hari ketiga, dan hari keempat. Suwun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.