Cari Blog Ini

Senin, 21 Januari 2013

Gowes ke Gedung Batu Sam Po Kong


Setelah dua hari gowes yang lumayan menguras tenaga – Jumat 4 Januari 2013 ke Tinjomoyo, sementara Ranz gowes dari Solo ke Semarang dilanjut explore Tinjomoyo dan Sabtu 5 Januari 2013 ke Umbul Sidomukti – hari Minggu 6 Januari 2013, aku dan Ranz sedikit nyantai. Kita hanya gowes ke Gedung Batu Sam Poo Kong yang terletak kurang lebih satu kilometer dari kos Ranz. Meski sangat dekat dan Ranz lumayan sering lewat kawasan ini, baru kali ini aku berkesempatan menemani Ranz masuk ke GB SPK. 

di gerbang depan :)
tulisannya memangnya dobel 'o' ya di Poo?
Kelenteng Sam Po Kong – yang di saat aku kecil dulu lebih dikenal dengan nama ‘Gedung Batu’ karena bentuknya berupa Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu – merupakan bekas tempat persinggahan dan pendaratan Laksamana Cheng Ho (Zheng He) beberapa abad yang lalu dalam perjalanannya keliling dunia. (Konon ekspedisi Cheng Ho pada waktu itu sampai ke kerajaan Spanyol dengan membawa oleh-oleh berupa rempah-rempah dari bumi Nusantara. Bisa disimpulkan karena rempah-rempah ini kemudian membawa Christopher Columbus menemukan daratan Amerika dalam perjalanannya menuju bumi Nusantara untuk mencari asal muasal rempah-rempah ini. Bisa juga disimpulkan karena rempah-rempah ini pula lah Portugal mengirim ekspedisi menuju Nusantara, yang di kemudian hari ‘berkembang’ menjadi kolonialisasi.)



Dari cerita yang kudapatkan ketika melakukan riset untuk karya tulis yang kutulis di bangku SMA, Laksamana Cheng Ho beragama Islam. Ketika mampir di kawasan Simongan ini, dia membangun masjid sebagai petilasan, dengan arsitektur Cina yang kental. Karena ketidaktahuan rakyat di sekitarnya, masjid ini di kemudian hari lebih terkenal – atau mengalami perubahan fungsi – sebagai kelenteng, tempat pemujaan/sembahyang orang-orang berdarah Cina kepada para leluhurnya (agama Kong Hu Chu). Konon pada waktu itu, beberapa awak kapal Cheng Ho ada yang tinggal dan menikah dengan penduduk setempat.
Aku membayangkan pada waktu itu, sungai Banjirkanal (Barat) sangat lebar sehingga kapal Cheng Ho bisa masuk dari perairan laut Utara, untuk kemudian singgah di kawasan Simongan. 

Ranz sedang kumat narsisnya :D
warna helm-ku matching yaaa? :)

Ranz yang sok cool :P

Terakhir kali aku ke GB SPK tahun 2007, waktu itu telah banyak dilakukan pembangunan disana sini. Untuk masuk, belum diberlakukan membeli tiket. Pengunjung masih boleh menginjakkan kaki ke bangunan klenteng satu ke klenteng yang lain. Hanya memang tidak boleh mendekati altar pemujaan jika tidak akan melakukan sembahyang. 

taman baru di pinggir sungai Banjirkanal Barat :)

Sekarang, pengunjung (baca => turis) diharuskan membeli tiket masuk. Untuk turis dalam negeri dikenakan tiket Rp. 3000,00, untuk turis manca negara dikenakan tiket Rp. 10.000,00. Namun berbeda dengan di tahun-tahun sebelum ini, para turis sudah tidak bisa leluasa memasuki klenteng. Dengan membeli tiket seharga Rp. 3.000,00 turis bisa masuk ke kawasan GB SPK, berfoto ria di halaman yang luas dengan klenteng sebagai latar belakang. Ada sebuah kolam panjang dengan taman di pinggirnya untuk membatasi halaman luas dengan kawasan klenteng. Untuk mendekati kawasan klenteng, pengunjung diharuskan membeli tiket lagi yang cukup mahal, yakni Rp. 20.000,00 per orang. 
wajah lama GB Sam Po Kong *)

Aku memutuskan untuk tidak membeli tiket yang mahal itu untuk masuk ke kawasan kelenteng untuk melihat dari dekat; meski aku ingin menunjukkan pada Ranz tempat (konon) dimakamkannya salah satu kru kapal Cheng Ho yang meninggal ketika sampai di Semarang, replika kapal Laksamana Cheng Ho (yang bentuknya kecil dan sederhana, berbeda dari replika kapal yang terletak di kawasan Kelenteng Tay Kak Sie); juga Gua Batu yang dulu boleh dimasuki oleh semua pengunjung yang datang. 

GB SPK memang telah bersolek menjadi jauh lebih cantik. Namun semakin terasa eksklusif. :(
 
Dari GB SPK, aku dan Ranz mampir ke ‘taman kecil’ yang dibangun di pinggir sungai Banjirkanal Barat. 

Berikut adalah beberapa jepretan hasil narsis pada hari Minggu 6 Januari 2013. :)

GL7 10.45 16/01/03

Foto terakhir didonlot dari sini


Zheng He (Cheng Ho) adalah Laksamana dari China yang membangun petilasan ini

salah satu bangunan kelenteng di Sam Poo Kong

salah satu bangunan kelenteng di Sam Poo Kong

sungai buatan kecil nan memanjang yang memisahkan halaman dalam SPK dan kelenteng di sebelah kanan


halaman dalam SPK, di sebelah kanan adalah deretan kelenteng

Nana nunut narsis (always!) LOL



GOWES KE TINJOMOYO 4 Januari 2013


GOWES KE TINJOMOYO 4 Januari 2013 

Rasa penasaran yang masih tersimpan dengan erat di benak Ranz – juga aku – untuk mengeksplor kawasan Tinjomoyo – yang pada tahun delapan puluhan dan sembilanpuluhan merupakan lokasi Kebun Binatang di Semarang sebelum dipindah ke kawasan Mangkang – mengantarku dan Ranz gowes ke lokasi yang sama lagi. Kali ini, kita gowes tidak ramai-ramai namun hanya bertiga: aku, Ranz dan Tami. 

Pertigaan jalan Bendan Dhuwur - Tinjomoyo

Pemandangan dijepret dari titik pertigaan Bendan Dhuwur - Tinjomoyo

Aku bengong menatap Tami yang ga mau difoto Ranz :-D

Jumat 4 Januari 2013 Ranz telah sampai di GL7 – dia berangkat dari Solo paginya naik Shaun, sepeda dahon da bike 16” yang berwarna oranye – sebelum pukul 14.00. Kebetulan aku pulang dari kantor sekitar pukul 14.00 hari itu, lebih awal satu jam dari jam biasanya, karena anak-anak masih libur semester ganjil. 

Kita bertemu dengan Tami di pertigaan Bendan Dhuwur, yang sudah dekat dengan kawasan Tinjomoyo sekitar pukul 14.30. Waktu itu Tami berangkat sendiri dari Semarang bawah dengan memilih tanjakan Bendan Dhuwur (yang memang ‘duwur’, alias tinggi). Dari pertigaan itu, trek menurun dengan tajam. Sekitar 300 – 400 meter di turunan tajam itu, kita langsung melihat bahwa jembatan klasik tempat kita bernarsis ria tanggal 9 Desember 2012 lalu telah dirubuhkan! :( Memang telah disediakan jembatan ganti yang jauh lebih kokoh – namun tidak seartistik jembatan yang klasik itu – untuk menghubungkan kawasan Bendan dengan Tinjomoyo. Jembatan klasik yang sudah tua itu memang harus dihancurkan agar tak lagi dilewati oleh orang-orang karena dikhawatirkan akan patah ketika dilewati orang banyak karena sudah rapuh. Ketika kita sampai disana, 


aku dan Tami menuruni jalanan menuju jembatan Tinjomoyo

ini setang sepeda Ranz dan tangan kanannya, yang kiri untuk njepret :-D

jembatan yang hanya tinggal kenangan :(

Kali ini kita ‘hanya’ foto-fiti di bawah jembatan baru, yaitu di pinggir sungai. Setelah itu, Tami mengajak kita explore masuk ke kawasan hutan wisata Tinjomoyo. Namun karena sudah sore, kita tidak berani benar-benar explore :) melainkan Tami langsung mengajak kita ke lokasi dimana ada sebuah jembatan lain yang tak kalah artistik dari jembatan yang telah dirubuhkan. Jembatan yang terdapat di dalam kawasan hutan wisata ini sering disebut sebagai ‘jembatan merah’ mungkin karena warna kayu yang digunakan untuk kerangka jembatan warnanya merah. Ketika kita tiba disana, ada empat orang lain yang juga sedang bernarsis ria. A ha! Memang jembatan yang satu ini lumayan terkenal di kalangan para pehobi fotografi di Semarang untuk lokasi pemotretan. 

sebagian kerangka jembatan yang telah dirubuhkan

sebagian prajurit yang ditugaskan untuk merubuhkan jembatan

separuh kerangka jembatan yang masih 'nangkring' :)
mejeeeeng :-P
 
Ketika kita asyik foto-fiti, ada tiga orang lain lagi yang datang dengan tujuan yang sama: berfoto-ria! :) Namun karena jembatan – yang tidak begitu lebar – ini adalah satu-satunya jembatan yang menghubungkan kawasan Tinjomoyo dengan kawasan Gombel maka bisa dipastikan jembatan ini lumayan ramai dilewati oleh mereka yang butuh mondar mandir dari Tinjomoyo ke Gombel, dan sebaliknya. Maka, kita para narsiswan-narsiswati harus minggir di pinggiran jembatan ketika ada orang-orang yang lewat dengan naik motor, sepeda, maupun jalan kaki. 

Tami, aku dan tiga sepeda :)

Shaun yang selalu tak pernah lupa dipotret oleh sang pemilik :D

Tami berpose karena diminta sang tukang potret :D

gerbang masuk kawasan hutan wisata Tinjomoyo

salah satu trek yang (kebetulan) mudah dilewati
Untuk pulangnya, karena penasaran dengan cerita Tami bahwa kalau kita melanjutkan perjalanan – dan bukannya balik ke arah Tinjomoyo – akan membawa kita ke kawasan Gombel, kita bertiga gowes ke arah Gombel. Dan, ternyata ... trek-nya terus menerus menanjak, dimana permukaan jalannya bukan merupakan aspal yang sudah halus, melainkan paving block yang tidak rata. Percayalah, jika engkau melewati tanjakan dimana permukaan jalannya berupa paving block yang tidak rata dengan naik sepeda lipat, maka trek akan terasa lebih sulit dilewati; maka tanjakan akan terasa dua kali lebih tinggi dari seharusnya. LOL. Lumayan ngos-ngosan lah pokoknya. LOL. 

Ranz dengan Shaun dengan narsisis lain sebagai latar belakang :P

Tami in action :)

in action berdua :)
jembatan merah yang tak kalah eksotis dengan jembatan yang telah dirubuhkan
helm Ranz baru lhoooo :D

ini jelas in action :D
no comment yaaa? :)

Keluar dari kawasan bertrek yang tidak bersahabat dengan sepeda lipat, kita masuk ke jalan Gombel Lama, yang terletak tidak jauh dari GL7, lokasi sekolah tempat aku berbagi ilmu pengetahuan dengan anak-anak penerus generasi bangsa. :)

trek menuju jalan Gombel Lama

trek menuju jalan Gombel Lama 2

Pulangnya kita lewat turunan Tanah Putih karena Ranz tidak mau melewati tanjakan (meski sedikit) yang mau tidak mau harus kita lalui jika memilih jalur menuju AKPOL. Dari kawasan Bangkong, kita belok ke arah Jalan Ahmad Yani – Simpanglima kemudian masuk ke Jalan Gajahmada. Kita akhiri gowes sore ini dengan makan malam di sebuah rumah makan S***r P****t. Malam itu, hujan turun dengan sangat lebat! 

makan malam :)

Silakan menikmati foto-foto hasil jepretan Ranz, maupun aku dan Tami. (Eh, aku ikut njepret atau engga ya? hihihi ...) Tetap menggunakan kamera kesayangan Ranz. :)
GL7 08.44 16/01/13

Kamis, 10 Januari 2013

INCREDIBLY FUN BIKING TO UMBUL SIDOMUKTI : KOLAM RENANG ALAM DI NEGERI AWAN


INCREDIBLY FUN BIKING TO UMBUL SIDOMUKTI : KOLAM RENANG ALAM DI NEGERI AWAN

Setelah melewatkan libur akhir tahun 2012 tanpa kisah gowes yang ‘mendebarkan hati’ (lebay!), akhirnya pada tanggal 5 Januari 2013 aku dan Ranz berkesempatan menorehkan kisah baru: gowes ke Umbul Sidomukti. YAY!
Umbul Sidomukti yang terletak di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang merupakan salah satu wisata alam pegunungan di Semarang yang menawarkan berbagai fasilitas yang sangat memadai, selain pemandangan alam yang spektakuler. Fasilitas yang bisa ditemukan disana di antaranya Pondok Wisata plus Meeting Room, Pondok Lesehan (Ikan Bakar yang yummy), taman renang alam, plus outbound (flying fox, marine bridge, rapeling) dan permainan yang meningkatkan adrenalin (misal: ATV). Bagi mereka yang menyukai trekking, ada kawasan hutan pinus. 

Meski telah googling untuk browsing bagaimana mencapai lokasi ini dari Semarang, dan mengetahui bahwa Umbul Sidomukti terletak sekitar 1200 meter di atas permukaan laut, tak urung aku dan Ranz tetap kaget juga melihat kemiringan jalan menuju kesana, yang mungkin mencapai sektar 75 derajat. 

Sabtu pagi 5 Januari 2013 itu Semarang diguyur hujan rintik-rintik sejak malam sebelumnya, membuat hawa cukup dingin bagi warga Semarang yang biasanya kepanasan. Itu sebabnya bisa dimaklumi jika kemudian aku dan Ranz sempat (hampir) membatalkan rencana gowes ke Sidomukti. Jam lima pagi, aku dan Ranz ragu-ragu untuk segera bangun maka kita lanjutkan molor. J Jam enam, Ranz berbisik, “Hujan sudah reda. Bagaimana? Jadi ga?” Jam tujuh, akhirnya kita berdua sudah mandi. Ranz mengulang pertanyaan yang sama, “Jadi ga gowes ke Umbul Sidomukti?”

Akhirnya, setelah sarapan di warung sebelah gang, packing dan tetek bengeknya, kita meninggalkan kos Ranz sekitar menjelang pukul 08.30. Cuaca cukup bersahabat karena mendung tanpa hujan tanpa terik sinar mentari. Sangat cocok untuk menemani kita gowes ke arah Ungaran yang ‘mungkin’ sekitar 90% berupa tanjakan. 

Istirahat pertama (untuk ke toilet, beli air mineral, dll) di SPBU Lemah Abang sekitar pukul 11.15. Suasana cukup ramai disana karena banyak orang yang (nampaknya) dalam perjalanan jauh mampir untuk beristirahat pula. Untuk meyakinkan diri arah yang benar, Ranz membeli bakpau dan bertanya kepada sang penjual arah menuju Bandungan. Sebelum meninggalkan area SPBU, Ranz bertanya lagi ke penjaga toilet. Dari SPBU, kita menyeberang, dimana di seberang ada jalan masuk yang akan membawa kita ke arah Bandungan. Di tengah perjalanan, kita akan menemukan Pasar Jimbaran. Di daerah pasar itu, kita akan menemukan jalan masuk yang menuju Umbul Sidomukti. 

“Siap-siap dengan tanjakan yang ‘tidak manusiawi’ ya?” kata Ranz menggodaku, menjelang kita menyeberang. 

Beberapa ratus meter setelah meninggalkan ‘gerbang’ penanda arah ke Bandungan, di sisi kiri aku melihat tanda lalu lintas ‘tanjakan curam’. Lhah, dari tadi tanjakannya belum termasuk curam ya? Hadeeehhh ... 

Tak perlu banyak cerita ya? Mereka yang sudah pernah ke Bandungan tentu tahu trek yang full rolling. Oh no. Lebih banyak tanjakan lah dibanding turunan. J Tentu paham dong ya kalau di sana sini aku dan Ranz butuh berhenti untuk berfoto-ria, plus istirahat, mengumpulkan nafas yang ngos-ngosan. Hohoho ... Kali ini Ranz dengan baik hati (dan tidak sombong) memberiku kesempatan untuk merasa (lebih) perkasa karena sepeda yang dia naiki – dahon da bike dengan roda 16” – hanya bergear tunggal. Maka aku lebih sering berada di depannya, dan memotretnya dari depan (menggunakan hapeku). LOL. Sedangkan Ranz lebih sering memotretku dari belakang (menggunakan kameranya). Satu kali, ketika aku sedang menunggu Ranz, ada sebuah truk lewat, sopirnya tersenyum centil kepadaku. LOL. Tak lama kemudian, ketika Ranz sampai di tempatku menunggunya, dia bercerita, si sopir itu bilang ke dia, “Ayo cepet Dik. Tuh ditunggu Maminya di atas!” wkwkwkwkwk ... 

Sekitar pukul 12.30 akhirnya kita sampai juga di Pasar Jimbaran. Karena ga yakin akankah kita menemukan mini market di jalanan menuju Umbul Sidomukti, di pasar itu kita masuk ke sebuah toko kelontong untuk membeli air mineral. Aku bertanya kepada si ibu penjual untuk memastikan kita berada di jalur yang tepat. 

“Mau ke Umbul Sidomukti Mbak? Lihat gang itu kan? Yang ada gapura bertuliskan ‘Umbul Sidomukti’? Nah, belok saja di situ. Terus saja ikuti jalannya yang menanjak.”

Ya ampyuun. Kenapa juga perlu diberitahu kalau jalannya menanjak? Apa dikira dari Semarang menuju Pasar Jimbaran kita ga nanjak? LOL. Setelah kita foto-fiti, dan mulai masuk ke gang ... OUCH!!! Tanjakannya memang lebih tidak manusiawi dibanding tanjakan-tanjakan yang telah kita lewati sebelumnya. LOL. Baiklah. Don’t worry. Be happy. Kita masih penuh semangat kok. Meski t-shirt yang kupakai sudah basah kuyup kena keringat. LOL. 

Sayang dalam perjalanan Ranz menerima kabar yang kurang menggembirakan dari teman kuliahnya mengenai dosennya yang killer (baca è hobinya ngiler. LOL). L Hal ini agak mengurangi mood Ranz. Waktu menunjukkan sekitar jam 13.00 waktu itu. Kita berada di posisi yang tidak enak. Mau pulang, nanggung, paling juga Ranz ga bisa mengejar kuliah hari itu. Mau lanjut, mood Ranz terganggu, meski akhirnya kita tetap melanjutkan perjalanan. 

Semakin tinggi tanjakan yang kita daki, pemandangan tentu semakin menakjubkan. Kita bisa memandang Rawapening dari kejauhan, juga kota Semarang. 

“Kejutan” terakhir yang menunggu kita: tanjakan yang paling curam sepanjang 900 meter (tertulis di papan penunjuk 900 meter, namun jarak yang terekam di sports tracker di hapeku lebih dari 1 kilometer) dan jalannya sempit. Di awal tanjakan di kiri dan kanan jalan berupa pemukiman penduduk yang lumayan padat. Ini sebabnya, bus badan besar tidak akan bisa mencapai Umbul Sidomukti. Untuk mobil pribadi pun dibutuhkan pengemudi yang mahir mengemudikan mobil yang dikendarai. 

Sekitar pukul 14.30 akhirnya kita sampai di Umbul Sidomukti. Pemandangan yang menakjubkan langsung menghilangkan pegal-pegal di tubuh. :) Di antara beberapa pilihan tujuan, kita menuju kawasan kolam renang alam dimana di kawasan yang sama juga ada fasilitas outbound, gazebo dan sebuah kantin. Untuk masuk ke dalam kawasan ini, kita perlu membeli tiket masuk terlebih dahulu. Harganya waktu itu, Rp. 8000,00 per orang, sudah termasuk berenang. Sebelum sampai pintu masuk, ada beberapa orang yang menawarkan sewa kuda untuk berkeliling kawasan Umbul Sidomukti. 

Kolam renang yang ada terbagi menjadi beberapa tingkat. Airnya konon diambil dari air asli pegunungan sehingga airnya dingin, namun tentu segar. Aku yang semula berencana ingin berenang tidak jadi karena airnya dingin. Selain itu, karena Ranz menolak ajakanku untuk menginap di penginapan yang tersedia (pikirannya terfokus pada kuliah dan dosennya yang unhelpful pada mahasiswa), dan membayangkan waktu untuk menikmati pemandangan yang indah itu harus dikurangi dengan mandi setelah berenang, akhirnya aku hanya bermain-main air saja. 


Ranz dan aku meninggalkan tempat sekitar pukul 16.30, agar tidak terjebak kabut yang mungkin sewaktu-waktu turun. Menjelang turun, gerimis tipis mulai menetes, sehingga kamera Ranz pun langsung dimasukkan ke dalam tas pannier, setelah dibungkus oleh tas plastik terlebih dahulu agar aman dari curahan air hujan.
Dari kawasan kolam renang Umbul Sidomukti sampai Pasar Jimbaran tercatat jaraknya kurang lebih 3,5 km; untuk berangkat (full nanjak), kita butuh sekitar 2 jam, untuk turun (full turun), kita hanya butuh sekitar 15 menit. J Untuk turun, dibutuhkan rem yang pakem tentu saja karena turunan curam.
Dalam perjalanan menuju Semarang, hujan datang dan pergi berulang kali sehingga kita pun berulang kali berhenti untuk mengenakan mantel, melepas mantel dan melipatnya dengan rapi untuk dimasukkan ke dalam tas pannier; kemudian berhenti untuk mengenakan mantel lagi, melepasnya lagi ketika hujan berhenti. Akhir perjalanan kita mengenakan mantel di pertigaan Tembalang hingga sampai kos Ranz, sekitar pukul 19.00.

Perjalanan gowes yang menambah pengalaman bermain-main di tanjakan. Both Ranz and I were proud of ourselves. Hihihihi ...

Semoga kita ada waktu dolan ke Umbul Sidomukti lagi, untuk memuaskan keingin explore tempat-tempat yang belum terjamah kaki, misal trekking di hutan pinusnya. :)

GL7 13.25 10/10/13
P.S.:
Untuk foto-foto klik link ini ya? :)