Cari Blog Ini

Senin, 07 November 2022

Jamselinas XI - 2

 


 

Sabtu 22 Oktober 2022

 

Sekitar pukul 05.30 saya dan Ranz sudah menuju lobby hotel. Ternyata yang menginap di hotel ini bukan hanya kawan-kawan KomseliS namun juga ada beberapa kawan dari Jakarta dll. Hotel menyediakan sarapan nasi kuning yang dibungkus. Karena malamnya saya tidak makan (Ranz makan mie ayam, saya hanya menemani) saya makan nasi kuning itu, Ranz yang tidak suka nasi kuning, tentu tidak mengambilnya.

 

Menjelang pukul 06.00 kami serombongan meninggalkan hotel menuju titik kumpul: Menara Teratai. Disana sudah buanyaaaaak pesepeda, ribuan! Konon pesertanya lebih dari duaribu orang!

 


 

 

Secara keseluruhan, jarak yang saya tempuh dalam event gowes utama Jamselinas XI ini adalah 58,85 kilometer (ini plus ngepit dari hotel ke titik kumpul, kemudian dari venue tempat pembagian door prizes balik ke hotel lagi). Lumayan lah. Di awal-awal, jelas peserta diajak berputar area pusat kota, hingga akhirnya kami mlipir ke pinggiran. Trek dimulai jalan beraspal halus rolling (dalam kota) hingga melewati tengah-tengah sawah, bahkan masuk ke area 'hutan bambu'. :)

 

Alhamdulillah saat bersepeda -- mulai dari meninggalkan titik kumpul hingga menuju venue di Taman Andhang Pangrenan -- cuaca mendukung. Diawali dengan mendung, kemudian sedikit panas, hingga lumayan panas. Beda dengan event yang diselenggarakan seminggu sebelumnya di Jogja -- Plesiride -- dimana saya lihat foto-foto peserta yang sedang bersepeda diguyur hujan lebat. Duh, males banget jika baru mau berangkat saja sudah kehujanan. :D

 





 

 

Saya dan Ranz -- plus bebarapa kawan lain -- stay di venue sampai acara pembagian door prizes selesai. Ada lumayan banyak sepeda lipat yang dijadikan hadiah, dari yang merk united, tern, hingga 3sixty. Sayangnya, saya dan Ranz belum berjodoh dengan salah satu door prizes yang dibagikan itu, lol.

 


 

 

Hujan mulai turun sekitar pukul dua siang. Pembagian door prizes belum usai ini. Akhirnya, waktu bersepeda dari Taman ini balik menuju hotel Papillion, saya dan Ranz kembali kehujanan lebat. Dua hari berturut-turut kami dihujani.

 

Malam hari, hujan belum berhenti. Untuk makan malam, Ranz pun pesan via g-food. Saya tidak makan malam.

 

Minggu 23 Oktober 2022

 

Semula, menurut rundown jamselinas XI yang pertama beredar, hari ini panitia tidak menyediakan acara apa pun. Namun kemudian panitia menawari gowes ke Baturraden. Well, saya dan Ranz sudah pernah bersepeda kesana, di tahun 2013 dan tahun 2016. So? Hari ini, kami memutuskan santai saja.

 

Karena semalam saya tidur lumayan gasik (sekitar jam 10), saya bangun pagi, sementara Ranz masih molor. Saya memulai 'ritual' di kamar mandi jam enam, kemudian packing. Jam tujuh saya sudah siap pergi, sementara Ranz baru melek, dan kaget melihat saya sudah rapi, wkwkwkwk.

 

Sekitar jam delapan kami menuju lobby dan Ranz kaget tidak melihat satu buah sepeda pun disana. "Emang ada acara ngepit to hari ini?" tanyanya. Ya pastinya kawan-kawan sepedaan sendirian lah ya, berombongan lah ya, mungkin berburu oleh-oleh.

 

Saya semula ingin sarapan di hotel saja, tapi Ranz malas. Dia malah menawari saya sarapan soto di Jl. Bank, yang lokasinya dekat dengan stasiun. Saya sudah bilang mampir kesana pas otw ke stasiun saja, buat makan siang. Tapi Ranz keukeuh, ya sudah. Waktu lewat Rita supermall, Ranz melihat nte Maya dan om Erwin -- yang dulunya dari Surabaya, namun akhir-akhir ini lebih sering tinggal di Jakarta -- sedang ngopi di halaman mall itu. Kami mampir, dan om Erwin menawari kami ngopi. Ya alhamdulillah lah ya, saya pesan cappuccino, dan Ranz seperti biasa pesan coklat.

 


 

Usai ngopi dan ngobrol bareng nte Maya dan om Erwin, saya dan Ranz ke Jl. Bank: sarapan soto Banyumas. Usai sarapan, kami menuju pusat oleh-oleh kripik tempe Niti di Jl. Pramuka. Dari sana, kami langsung kembali ke hotel.

 


 

Sekitar pukul setengah 12 kami meninggalkan hotel, menuju stasiun. Mendung tebal sudah nampak menggelayut di langit. Dari pada kehujanan lagi, mending kami buru-buru ke stasiun. Kami akan naik KA Joglosemarkerto pukul 13.59.

 



Di stasiun kami bertemu banyak kawan sepeda dari Jogja, kami rupanya akan naik kereta yang sama. Oh ya, saya sengaja memilih naik KA Joglosemarkerto yang ini agar bisa bareng Ranz. KA Joglosemarkerto yang langsung menuju Semarang berangkat pukul 10.00. Sementara KA Kamandaka pukul 16.00. (saya tidak tahu ternyata beberapa kawan KomseliS naik KA Kamandaka yang berangkat jam empat sore ini.)

 

KA Joglosemarkerto masuk peron stasiun Purwokerto pukul 13.52! Kami hanya punya waktu kurang lebih 7 menit untuk membawa masuk sepeda dan menatanya di bordes. Dan, ternyata kawan-kawan dari Jogja booking gerbong nomor 2 untuk mereka bersama! Wow. Keren!

 

Perjalanan kami lancar. Ranz sampai stasiun Balapan sekitar pukul 17.30. saya sampai stasiun Tawang pukul 20.30.

 

NOTE:

Pendaftaran Jamselinas XI Rp. 400.000,00

KA Kamandaka Semarang - Purwokerto Rp. 120.000,00

KA Joglosemarkerto Solo - Purwokerto Rp. 125.000,00

KA Joglosemarkerto Purwokerto - Solo Rp. 125.000,00

KA Joglosemarkerto Purwokerto - Semarang Rp. 175.000,00 (karena memutar)

Hotel Papillon 2 malam Rp. 400.00,00 (untuk berdua)

 

PT56 10.56 08/11/2022

JAMSELINAS XI - 1

 


Akhirnyaaa … para pehobi naik sepeda lipat berkesempatan untuk bersilaturrahmi kembali!

 

Setelah jambore sepeda lipat nasional kesepuluh di tahun 2020 gagal diselenggarakan secara 'onsite', (terpaksa 'hanya' dilakukan secara 'virtual' di kota masing-masing peserta) dan di tahun 2021 tidak ada penyelenggaraan jamselinas (saat covid delta sedang ganas-ganasnya ini) akhirnya di tahun 2022 jambore sepeda lipat nasional berhasil diselenggarakan kembali! Yeay! Kali ini, kota Purwokerto yang ketiban sampun menjadi 'host'.

 

Bai de wei bas wei, 'meski' diselenggarakan di kota Purwokerto, yang menjadi tuan rumah bukan komunitas 'sepeda lipat Purwokerto, namun 'sepeda lipat Banyumas' ya gaes.

 

Saya ingat waktu menghadiri jamselinas kedelapan di Makassar  tahun 2018, komunitas 'indonesia folding bike' (id-fb) yang merupakan komunitas sepeda lipat pertama di Jakarta mengumumkan bahwa kota Purwokerto dipilih untuk menjadi host jamselinas di tahun 2020. Jamselinas tahun 2019 sudah diminta oleh komunitas sepeda lipat Palembang untuk diselenggarakan disana. Namun, entah mengapa yang jadi 'host' jamselinas X tahun 2020 malah komunitas sepeda lipat Magelang. (yang sayangnya gagal diselenggarakan secara onsite gegara pandemi.)

 

Meski dunia event sepedaan sempat terpuruk di tahun 2021 -- karena pandemi -- ternyata antusiasme para pesepeda lipat untuk bergabung dalam event bergengsi ini tidak berkurang sama sekali. Sejak awal tahun 2022 orang-orang ingin tahu apakah tahun ini akan ada jamselinas lagi. Jika ada, di kota mana? Host-nya siapa?

 

Awal bulan Juni 2022 -- selepas dampak covid omicron menurun -- akhirnya diumumkan di grup facebook 'id-fb' bahwa jamselinas kesebelas akan diselenggarakan tahun ini, di kota Purwokerto, pada bulan Oktober 2022. Begitu pendaftaran dibuka -- konon untuk 2000 peserta -- hanya dalam hitungan kurang dari 3 menit, jumlah pendaftar sudah terpenuhi! Namun, jumlah 2000 ini sebagian telah terisi sekian ribu peserta terlebih dahulu. 'id-fb' memberikan kesempatan pada komunitas-komunitas sepeda lipat yang 'terdaftar' di id-fb mendaftarkan 55 peserta untuk 1 komunitas. Misal ada 25 komunitas yang 'terdaftar' di id-fb, sudah ada lebih dari 1200 peserta sendiri kan ya.

 

In short, saya mendapatkan slot untuk bergabung di jamselinas tahun ini, tanpa lewat Komselis, yang berarti lewat rebutan di link pendaftaran! (karena saya tidak tahu ada 'short cut' seperti ini, hihihi.) awal Juli panitia membuka pendaftaran lagi, biasanya ini karena peserta yang telah terdaftar namun tidak membayar uang pendaftaran di saat yang telah ditentukan dianggap batal ikut. Saya mencoba mendaftarkan Ranz. Eh, gagal lagi, lol. 'Untung'lah ada kawan Komselis yang ga jadi berangkat karena ada keperluan penting di kuliahnya. Rezeki Ranz: dia tetap bisa ikut jamselinas tahun ini. Rezekiku juga, karena Tyas -- yang 'seat'nya dijual ke Ranz -- sudah booking kamar buat menginap, bareng kawan-kawan Komselis. Ya aku dan Ranz ga perlu berburu kamar hotel lagi. Lumayan.

 

Jumat 21 Oktober 2022

 



 

Saya berangkat ke Purwokerto, naik KA Kamandaka yang meninggalkan stasiun Tawang pukul 07.00, harga tiket Rp. 120.000,00. Ranz berangkat dari stasiun Balapan naik KA Joglosemarkerto pukul 06.00.  Ranz sampai stasiun besar Purwokerto pukul 10.00, sedangkan kereta yang saya naiki baru masuk peron stasiun Purwokerto pukul 11.40. ada untungnya juga sih: begitu kereta yang saya naiki masuk peron, dengan sigap Ranz langsung menuju gerbong 1, untuk menyambut Austin turun dari gerbong dan membawanya ke pintu keluar stasiun.

 


 

Kami berdua sampai pendopo Kabupaten Banyumas untuk mengambil 'ride pack' sekitar pukul 12.00, karena memang lokasinya tidak jauh dari stasiun. Di pendopo, terlihat ada booth-booth sponsor yang berjualan barang-barang milik mereka. Saya langsung masuk ke joglo berukuran besar dan mengambil 'ride pack' milik saya, peserta nomor J1080. Milik Ranz belum bisa diambil karena dimasukkan ke kelompok Komselis.

 

Setelah mengambil 'ride pack' saya bisa menikmati makan siang dan hidangan yang ada, karena saya diberi 'kupon makan siang'. Ranz belum bisa karena belum dapat ride pack. Hihihi … selain makan siang yang bisa kita ambil secara prasmanan, juga ada cemilan khas Purwokerto -- gethuk goreng -- yang rasanya manis itu. Saya sangat familiar dengan cemilan ini karena istri (pertama) kakak dulu orang Purwokerto. Ranz kepengen mendoan hangat, namun panitia menjelaskan hidangan mendoan hangat baru akan ada di sore hari, di pendopo situ juga.

 

Mulai pukul 2 siang ada beberapa acara di pendopo yaitu berupa talk show dengan berbagai macam topik. Saat itu juga mulai turun hujan, semula hanya gerimis, lama-lama deras. Ranz yang sudah ogah berada di tengah hiruk pikuk orang -- tentu pendopo kian lama kian penuh karena semakin sore semakin banyak peserta yang datang -- mengajak saya segera menuju hotel tempat kami menginap.

 

Di bawah guyuran hujan yang cukup deras, saya dan Ranz tertatih-tatih mengayuh pedal sepeda kami mencari lokasi hotel Papillon tempat kami dan kawan-kawan KomseliS menginap.

 

Ternyata hujan tidak berhenti sama sekali sampai malam. Sore hari rencana mau balik ke pendopo Sipanji -- demi mendoan yang lezat -- gagal. Bahkan untuk mencari makan malam, saya dan Ranz berjalan kaki dengan meminjam payung dari hotel. :)

 

To be continued.

Senin, 03 Oktober 2022

SAMORI: KE WADUK GAJAHMUNGKUR (LAGI!)

 


Perjalanan ini adalah 'bayar utang'nya Ranz ke aku: akhir bulan Juli aku ke Solo dan Ranz berjanji menemaniku bersepeda ke Waduk Gajahmungkur. Namun ternyata kita tidak jadi bersepeda ke Wonogiri. Instead, aku diajak ke Sidoarjo demi menghadiri acara kondangan salah satu keponakan Ranz. :)

 

As usual, aku berangkat ke Solo naik travel Cit***ans pukul 09.00 hari Jumat 30 September 2022. biasanya sesampai Solo, aku akan nyamperin Ranz ke fitness center tempat dia latihan fisik, tapi hari itu beda. Ranz yang nyamperin aku ke pool travel: pagi itu dia harus masuk kerja. (biasanya dia libur di hari Jumat.) dari sana, kami makan siang -- yang kegasikan, lol -- di tempat 'biasa' aku memesan selat Solo.

 

Usai having 'brunch' kami langsung pulang ke rumah Ranz.

 

Sekitar pukul lima sore, aku menemani Ranz fitness sampai pukul setengah delapan. Oh ya, kebetulan di fitness center baru ini sedang ada event 'open house': satu member boleh mengajak seseorang untuk latihan disitu di hari itu, aku bisa ikut 'nyicipi' latihan gratis. Pukul 18.00 - 19.00 kebetulan ada 'kelas' yoga untuk pemula, so aku ikutan. :)

 

Pulang dari fitness center, aku tak kuasa menolak ajakan Ranz untuk makmal. Well, sekali-sekali 'cheating' deh, lol. FYI, sejak akhir Juli aku mencoba 'intermittent fasting': aku memberlakukan 16 jam puasa dari pukul 15.00 sampai pukul 07.00 keesokan hari. Jam makan dari jam 07.00 sampai jam 15.00. malam itu aku menemani Ranz yang kepengen makan penyetan: aku memesan satu potong ayam dan segelas es the. Hasilnya? Perutku rasanya langsung menggendut dengan sukses! Lol.

 

Sabtu 01 Oktober 2022

 

Sejak awal kami berdua sudah sepakat untuk naik KA BATARA KRESNA untuk berangkatnya, sama dengan kisah kami setahun yang lalu. Kalau yang tahun 2020 kami full gowes karena KA BATARA KRESNA sedang berhenti operasi dikarenakan pandemi covid.

 

Ranz: "Kok mau-maunya aku ngikutin keinginanmu ngepit full bolak-balik? What spell did you put on me?" tanya Ranz kemarin, wkwkwkwkwk.

 

Ranz memulai ritual paginya pukul setengah lima pagi. Aku setelahnya tentu saja. Kami sudah sampai stasiun Purwosari sekitar pukul 05.45. setelah Ranz mengisi kartu e-tolnya, kami melipat sepeda (aku naik Austin, Ranz naik Shaun), dan masuk ke dalam peron. Ternyata KA BATARA KRESNA sudah 'nangkring' di peron 1, jadi kita langsung membawa Austin dan Shaun masuk ke dalam gerbong.

 



 

 

KA berangkat sesuai dengan jam keberangkatan yang ditentukan, pukul 06.00. jarak kurang lebih 38 kilometer ditempuh dalam waktu kurang lebih 100 menit karena memang KA BATARA KRESNA meluncur dengan pelan, tak lebih dari 20km/jam.

 

Kami sampai stasiun Wonogiri pukul 07.45.

 

Setelah mampir sarapan ala kadarnya di satu warung makan tak jauh dari stasiun, (aku pesan kopi hitam agar tidak ngantuk) kami langsung mengayuh pedal sepeda masing-masing. Sesampai Jalan Jendral Sudirman, kami mampir satu minimarket untuk membeli air mineral.

 

Ranz tetap terlihat perkasa meski dia pernah mengaku sudah tak kuat ngonthel, lol. Di tanjakan, dia terus menerus berada di depanku. Aku sendiri menganggap ini sebagai latihan nanjak karena semenjak cedera kaki di akhir tahun 2021, aku ga berani ngepit di tanjakan.

 

Sekitar pukul 09.20 kami sampai di jembatan tempat kami berdua biasa pepotoan, lol. Otw juga lah, trek menuju waduk Gajahmungkur cukup cantik untuk diabadikan! Meski kami berdua sepakat untuk tidak perlu masuk ke area waduk, kami lanjut ke gerbang masuk waduk, untuk foto-foto disana. :) setelah foto-foto, balik lagi ke arah jembatan, untuk makan di RM Bu Tr**.

 





 

 

Karena saat kami tiba di rumah makan itu baru jam 10.00, dan mungkin karena itu hari Sabtu, tempat makan lesehan itu sepi, 'hanya' ada satu rombongan tamu yang sedang makan, 1 orang guru dan 6 muridnya yang mengenakan seragam SMP. Seperti biasa, Ranz memesan paket ikan nila bakar dan botok ikan, 1 gelas es jeruk, 1 gelas es teh dan 1 porsi es kelapa muda.

 

Kami meninggalkan rumah makan itu sekitar pukul 12.00, saat cuaca sedang panas-panasnya. :D dan seperti saat berangkat, Ranz tetap berada di depanku. Sampai di patung Nyi Rara Kidul, penanda bahwa kita sudah keluar kota Wonogiri, hingga trek tinggal datar hingga masuk area Solo Raya. Ternyata, benar yang dikatakan Ranz: dia perkasa di tanjakan, namun tidak bisa ngebut di trek datar. Sejauh kurag lebih 30 kilometer aku harus terus menerus mengayuh pedal Austin pelan, dan kadang menekan rem agar aku selalu berada di belakang Ranz. Kalau aku berada di depannya, kemudian 'lengah' ngebut, meninggalkan Ranz di belakang, bisa ngamuk dia, lol.

 

Memasuki kabupaten Sukoharjo, cuaca berubah: mendung dan angin sangat kencang! Kadang terasa tetesan halus gerimis. Aku bawa mantel sih, tapi rasanya aku lebih memilih kepanasan deh ketimbang kehujanan, lol.

 

Syukurlah hujan tak jadi menyapa kami. Saat kami masuk area Solo Baru, tiba-tiba sang mentari 'tersenyum' kembali. Waaah. Ga jadi hujan!!! Kukira Ranz mau ngajak mampir angkringan di seberang mall yang ada di area Solo Baru itu, ternyata tidak. Dia terus mengayuh pedal Shaun, hingga masuk Jl. Dr. Radjiman. Dia mengajak mampir di angkringan mas Kholil, tak jauh dari rumahnya. Kami pesan 2 gelas es the. Aku minum satu setengah gelas sendiri, lol. Karena kekenyangan, dan aku khawatir aku langsung tergoda berbaring di kasur karena kelelahan, aku bilang ke Ranz aku masih butuh ngepit kurang lebih 3 kilometer lagi, lol.  Ranz bilang sudah ga mampu menemaniku ngepit, ya wis aku lanjut bersepeda sendiri.

 

Aku sampai rumah Ranz pukul 17.00. aku jadinya bersepeda sejauh 13 kilometer lagi, lol. Dan … Ranz uring-uringan karenanya. Wkwkwkwkwk …

 

Minggu 2 Oktober 2022

 

Aku mengajak Ranz bersepeda ke CFD, untuk melihat keriuhan area CFD pada Hari Batik. Terlihat banyak event diselenggarakan untuk merayakan Hari Batik, tapi tak satu pun yang membuatku tertarik untuk bergabung.

 

Setelah sarapan nasi liwet, Ranz nawarin, "Ke Jogja yuk? Naik KRL? Tanpa sepeda ya?" ok. Deal. Gpp. Aku kangen Jogja. Meski yang kukangeni tuh kelayapan di Jakal km 5, tapi jalan-jalan di Malioboro ya gpp deh, lol.

 

Kami ke Jogja naik KRL jam yang 09.00. Sampai stasiun Tugu Jogja pukul 10.00. kami jalan-jalan ke Teras 2 Malioboro, kemudian lanjut jalan-jalan sampai Teras 1 Malioboro. Foto-foto, jajan, jalan balik lagi ke arah stasiun. Foto-foto di jalan, lol. Sesampai Slasar Malioboro, jajan lagi, foto-foto lagi.

 



 

 

Kami pulang ke Solo naik KRL yang berangkat jam 14.50. karena ternyata kereta sudah sampai di stasiun sebelum pukul dua siang, aku mengajak Ranz segera masuk peron, agar bisa dapat tempat duduk, sekitar pukul 14.10. eh, ternyata, meski jam keberangkatan masih lama, gerbong sudah penuh! Tempat duduk sudah nyaris penuh, dan sudah ada yang berdiri-diri. Untunglah aku masih bisa menyelipkan pantatku di satu tempat duduk, lol.

 

Malam itu, aku pulang ke Semarang naik travel Citi***** pukul 19.00. aku sudah sampai rumah sebelum jam 21.00. alhamdulillah.

 

Next time dolan lagi yuuuk. :)

 

PT56 15.32 3 October 2022

 

Rabu, 20 Juli 2022

14 tahun berbike-to-work

 


Sebagai seseorang yang tidak bertangan dingin dalam berkebun, namun ingin membantu mengurangi polusi udara yang kian menggerogoti Bumi yang kita huni bersama, maka bersepeda ke tempat beraktifitas adalah satu langkah yang paling tepat, bagi saya.

 

Bersepeda semula hanyalah satu cara berolahraga yang lumayan menyenangkan bagi saya sekian puluh tahun yang lalu. Olahraga yang paling saya sukai sendiri sih berenang. Berkenalan dengan beberapa orang yang hobi bersepeda di tahun 2008 dan mereka memiliki keinginan untuk turut serta membantu pemerintah mengurangi ketergantungan pada konsumsi bahan bakar minyak selain juga membantu mengurangi polusi udara akhirnya membuat saya berpikir ulang: sepeda ternyata bukan melulu merupakan alat olahraga, sepeda juga bisa menjadi moda transportasi yang bisa diandalkan. Pada tanggal 26 Juni 2008 saya dan beberapa kawan bersama-sama membentuk Komunitas Bike to Work Semarang. Konsekuensinya? Ya saya harus mengaplikasikannya dalam kehidupan saya, meski tidak mesti setiap hari.

 


 

 Awal Juli 2008 adalah titik mula saya mempraktekkan gaya hidup sehat -- tanpa polusi tanpa konsumsi bahan bakar minyak -- dengan naik sepeda ke tempat saya bekerja. Tentu ada kendala di awalnya; satu hal yang sekarang saya anggap sepele namun 14 tahun lalu itu membuat saya berpikir berkali-kali sebelum melakukannya: ja-im pada siswa-siswa saya. Mosok gurunya datang ke tempat bekerja naik sepeda? Hahahaha … Namun, seperti hal-hal lain, jika yang pertama kali telah kita lakukan, yang berikutnya menjadi mudah. Apalagi setelah saya memasang bike tag "BIKE TO WORK" di bawah sadel sepeda, saya pun mendadak merasa menjadi pahlawan lingkungan. Hahaha …

 

Kebetulan waktu itu jarak rumah ke kantor tempat saya bekerja di tahun itu dekat, hanya sekitar 2,5 kilometer, dengan trek datar, jadi sama sekali bukan masalah. Mulai bulan September 2008 saya bekerja di satu sekolah yang terletak di lereng bukit Gombel, jarak dari rumah kesana sekitar 8 kilometer, namun dengan tanjakan yang cukup bikin nyali ciut, apalagi saya waktu itu masih newbie, belum berani nanjak.

 


 

Satu tahun kemudian saya baru berani bersepeda ke tempat saya bekerja yang terletak di lereng bukit Gombel itu. Mengapa saya nekad tetap bersepeda kesana? Toh, meski saya mendaku sebagai seorang bike-to-worker, saya tidak wajib melakukannya. Alasan saya dua: pertama, penasaran apakah saya mampu tetap bersepeda ke tempat kerja meski lokasi bekerja saya jauh dan saya harus 'ngoyo' nanjak beberapa bukit sebelum sampai lokasi. Kedua: saya benar-benar ingin mempraktekkan hal yang membuat saya tetap mengurangi polusi udara dan ketergantungan pada BBM. Awalnya sih sebulan sekali saya bersepeda ke lereng bukit Gombel ini. (Di tempat bekerja saya yang satunya, saya tetap berangkat naik sepeda. Waktu itu ada jeda 2 jam bagi saya untuk pulang ke rumah dulu dari Gombel baru berangkat ke tempat bekerja saya yang satunya.) setelah saya lancar bersepeda di tanjakan, saya bersepeda ke lereng bukit Gombel minimal seminggu sekali, kadang tiga kali seminggu. FYI, untuk bersepeda kesini saya harus berangkat dari rumah pukul lima pagi, karena saya butuh kurang lebih 45 menit perjalanan, kemudian 15 menit untuk mandi di kantor dan ganti baju, sarapan, dan memulai bekerja pukul 07.00. :)

 

---------

 

Sekitar tahun 2015 Bike to Work Indonesia melakukan 'redefinisi' istilah 'bike to work' tidak hanya sebagai bersepeda ke tempat bekerja, namun meluas sebagai bersepeda ke tempat beraktifitas. Apa pun dan dimana pun kita melakukan aktifitas, jika kita berangkat dan pulang naik sepeda, kita bisa dikategorikan sebagai pelaku bike to work. Misal, kita bersepeda untuk pergi belanja ke pasar, beli makan di warung, pergi ke toko buku, ke apotik, hingga mungkin mengurus perpanjangan STNK/ SIM, dll. Maka, ketika pandemi covid 19 melanda dunia, dimana banyak orang 'terpaksa' work from home, orang tetap bisa mengklaim diri sebagai praktisi bike to work saat mereka tetap menggunakan sepeda sebagai moda transportasi. Ini saya banget.

 

 

Tentu saja jika yang melakukan 'bike to work' ini hanya satu dua orang saja di satu area, pengurangan polusi maupun konsumsi BBM tidak akan begitu terasa.  Bumi akan tetap kian rusak dengan polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor yang tak pernah berhenti melaju di jalanan. Butuh kerja sama jutaan orang di dunia untuk meninggalkan kendaraan bermotor mereka agar Bumi tak lagi nelangsa dipenuhi karbon dioksida sepanjang hari/tahun.

 

So, jika berkebun bukanlah passionmu, bergabunglah bersama saya menjadi praktisi bike to work, demi kualitas udara agar lebih baik.

 

PT56 10.10 2 Juli 2022

 

Jumat, 15 Juli 2022

Solo Sunmori ke Demak

 


19 Juni 2022

 

'keberhasilan' ngikut event ultah Seli Solo yang ke-12 membuatku tergerak untuk berani bersepeda 'keluar kota' sendirian lagi. (FYI, sejak aku cedera kaki akhir Desember 2021, terapis yang menangani tidak membolehkanku bersepeda. Sebagai ganti, aku disarankan untuk berenang. Dia sempat heran waktu dengar aku cerita di tahun 2021, aku sama sekali tidak pernah absen berolahraga selama 365 hari, mostly sepedaan, kadang jalan kaki.) karena itu, sekitar dua bulan, blas aku tidak keluar sepedaan. Ketika mulai sepedaan lagi, paling hanya ke pasar krempyeng dekat rumah, hanya sekitar 3-4 kilometer, ini pun sudah plus muter. Tapi, aku berani sepedaan Solo - Jogja di bulan Mei karena ada Ranz yang menemani, hihihi. Kalau ada trouble on the way kan ada Ranz.

 

Nah, seminggu setelah ngikut event ultah Seli Solo, (Ranz tidak mendampingiku setelah sampai check point 1 hingga Bale Rantjah), I tried my luck to bike to Demak. Kebetulan waktu itu aku juga merasa kakiku lumayan mendukung. :)

 

Aku berangkat dari rumah sekitar pukul 05.30, tanpa ada persiapan apa pun. Bangun tidur, pipis, ganti baju, langsung keluar rumah. Sempet mempertimbangkan mau naik Austin atau Cleopatra, akhirnya aku memilih ditemani Austin. Entah mengapa. Hahahah …

 

Rasanya rada ngoyo sih awal-awal. Rasanya Austin kok lelet banget yak. Hihihi … tapi, aku mikir, aku tergantung mood saja deh. Jika sesampai Kaligawe moodku ngepit ke Demak pupus, ya sudah entar belok ke Jalan Wolter Monginsidi saja. :) 

 

Ternyata aku 'lulus' dari godaan rasa malas, wkwkwkwk … sesampai pertigaan Genuk itu, aku memilih mengayuh pedal Austin untuk lanjut menuju Demak. Selepas kawasan Sayung, menuju daerah Karang Tengah, aku melihat kemacetan di jalur yang menuju Semarang. Gile, ini masih pagi, tapi kok sudah macet seperti itu ya? Nampaknya pembangunan jalan tol yang sedang dilakukan membuat titik-titik kemacetan di tempat-tempat tertentu.

 

Aku tidak berniat untuk 'memaksa diri' untuk grand fondo (terakhir grand fondo Mei 2021, aku belok ke arah Karangawen kemudian tembus sampai pertigaan Gubug), kakiku masih harus kueman soalnya, lol, so, aku memantapkan hati dalam perjalanan balik ke Semarang aku akan 'bergabung' dengan kendaraan-kendaraan berbadan besar yang harus merayap.

 

 


 

Sekitar pukul 07.30 aku sampai Simpang Enam. Situasi ramai seperti sebelum pandemi. Well, aku sudah mengantisipasinya sih. Setelah memotret Austin di depan Masjid Agung Demak, aku langsung menuju tempat biasa aku dkk sarapan soto ayam jika lewat Demak.

 

 


Perasaan aku ga nongkrong lama di warung soto ayam 'langganan' itu, tapi ternyata ketika ngecek jam berapa setelah aku selesai sarapan, waktu menunjukkan pukul pukul 08.40. lama juga. Hihihi …

 

As predicted, memasuki kawasan Karang Tengah, aku langsung 'bergabung' dengan deretan kendaraan-kendaraan berbadan besar yang melaju lambat sekali. Alhamdulillah meski tidak bisa mengayuh pedal Austin dengan leluasa, aku ga sampai harus berhenti tanpa bisa melaju sama sekali sampai bermenit-menit.

 

Sekitar pukul 11.00 aku sudah sampai rumah. Alhamdulillah.

 

Kapan-kapan diulangi lagi ah. Siapa tahu mendadak aku tergoda grandfondo. Hihihi …

 

PT56 14.14 8 Juli 2022

 


Jumat, 01 Juli 2022

Bikepacker's Lifestyle

 


 

Sekian waktu lalu ada seseorang mengunggah fotonya yang sedang naik sepeda lipat dimana di boncengannya nangkring sebuah tas pannier. Si Om menulis status yang 'sialnya' diksinya nampak provoking, lol. Kalau tidak salah redaksinya begini, "Kenapa sih orang-orang yang naik sepeda lipat tidak membawa tas pannier? Apa karena ATM-nya tebal ya jadi ga perlu membawa bekal barang2 yang dibutuhkan dalam perjalanan?"

 

Bukan hanya aku yang terprovokasi, lol, banyak orang lain lagi juga, yang membuat mereka menulis komen sambil mengunggah foto sepeda lipat plus pannier. Aku juga lah, meski yang kuunggah foto Pockie, sepeda lipat Ranz yang (duluuu) biasa membawa tas pannier yang cukup besar, saat kita dolan antar kota (plus antar propinsi).

 

Kemudian, di bawahku, si penulis status menulis komen, "kok ternyata banyak yang memahami status saya dengan salah ya? Maksud saya, banyak orang kaya disini, jadi hanya cukup bawa ATM yang tebal, maka perjalanan pun lancar." (kata-kata persisnya aku sudah lupa, tapi ya mirip2 begini lah.)

 

Si 'thread starter' bukan seseorang di friendlist-ku ya. Aku baca ini di satu grup sepeda lipat di facebook.

 

Membaca komen berupa ralat dari si Om itu, aku jadi teringat satu status yang menurutku juga cukup provoking di satu grup sepeda lain. Seseorang menulis status, "Belajar hidup sederhana dari bersepeda jarak jauh." Satu komen yang sangat menarik perhatianku adalah, "Cukup hanya dengan uang limaratus ribu rupiah saya bisa bersepeda dari Malang ke Palembang."

 

Gile, murah amat yak? Si penulis komen bercerita dia butuh waktu sekitar 10 hari bersepeda dari Malang ke Palembang, dan dia cukup mengeluarkan dana sejumlah Rp. 500.000,00. Karena penasaran, aku membahas hal ini dengan Ranz. "Mosok sehari dia hanya mengeluarkan duit limapuluh ribu perak?" bagaimana mungkin? Makan tiga kali berapa duit? Menginap? Beli air mineral? Dll.

 

Ternyata oh ternyata, di komen2 di status itu, si TS menulis dalam perjalanan dia sering bertemu orang baik yang menraktir dia, yang memberinya penginapan gratis, bahkan kadang ada yang memberinya uang saku tambahan.

 

Aku pun lanjut ngerumpi dengan Ranz, lol. Beberapa tahun lalu pernah muncul keluhan di medsos tentang kelakuan oknum2 tertentu yang mereka lakukan saat 'turing'. Mereka melakukan sepedaan dari satu kota ke kota lain, bahkan dari satu pulau ke pulau lain, demi 'passion' mereka, tapi dalam perjalanan bergaya ala orang miskin.

 

You can guess, di status yang kumaksud di atas, komen2 yang muncul adalah orang2 yang saling bersaing memamerkan betapa 'murah' perjalanan yang mereka lakukan karena 'kebaikhatian' orang-orang yang mereka temui di jalan.

 

Di tengah-tengah obrolan orang yang saling 'pamer' itu, muncul satu komen dari seseorang. "Setiap saya melakukan perjalanan jauh dengan naik sepeda, saya hanya butuh uang tigaratus ribu rupiah."

 

Seseorang pun bertanya, "Uang tigaratus ribu rupiah itu untuk perjalanan berapa lama? Dari mana kemana?"

 

Orang ini menjawab, "Pokoknya, uang di dompet saya maksimal ada tigaratus ribu rupiah. Jika uang itu sudah habis, saya mampir ATM, ambil uang sejumlah tigaratus ribu rupiah lagi. Begitu terus. Cukup tigaratus ribu rupiah saja."

 

Isn't it hilarious? Lol.

 

Dua grup sepeda yang berbeda. Dua gaya hidup yang berbeda pula, lol. Meski sama-sama tentang melakukan perjalanan bersepeda dari satu kota ke kota lain, atau dari satu propinsi ke propinsi lain.

 

18.00 24/11/2020