Cari Blog Ini

Rabu, 25 November 2020

Penginapan

 

hotel Patria Blitar


Sekitar 6 tahun yang lalu saat dolan Blitar, aku mengunggah foto hotel tempat aku dan Ranz menginap. Ketika melihat penampakan hotel ini, seseorang komen, "Kalau hotelnya mewah seperti ini namanya bukan 'bikepacking' dong tant, tapi bike-traveling."

 

Well, aku lupa awal mula bagaimana aku dan Ranz menyebut kegiatan kita dolan antar kota dengan istilah 'bikepacking'. Tapi mungkin karena sejak kecil aku terpesona pada kisah-kisah para backpacker (yang dalam perjalanannya sering hitchhiking, dan bukan naik bus/kereta api), jadi karena kita bepergian dari satu kota ke kota lain dengan naik sepeda, ya kita sebut kegiatan kita 'bikepacking'. Bahwa kemudian seseorang yang sudah mumpuni bersepeda antar negara dan antar benua memberi definisi "bisa disebut bikepacking jika jarak yang ditempuh minimal 500 kilometer", dan tidak boleh menginap di hotel, ya silakan saja, aku dan Ranz tidak peduli pada 'syarat-syarat' seperti itu.

 

Sejak pertama kali aku dan Ranz dolan naik sepeda antar kota tahun 2011, kita tidak pernah menginap 'hanya' di pom bensin, atau masjid, atau kantor polisi. Selain karena kita berdua sama-sama perempuan (tentu menginap di hotel jauh lebih aman ketimbang hanya di pom bensin, misalnya) kita juga butuh tempat tidur yang nyaman agar keesokan hari bisa melanjutkan perjalanan dengan bugar. Di tahun 2013 waktu bersepeda ke Pantai Klayar, Ranz membawa tenda, berencana kita akan camping di pinggir pantai. Hal ini gagal karena Ranz jatuh sakit dalam perjalanan. Bahkan kita gagal mencapai Pacitan dalam waktu satu hari, kita terpaksa menginap di Baturetno semalam. Tatkala sampai di Pantai Klayar dan mendapati ada penginapan tak jauh dari pantai, ya mending menginap di penginapan lah, dan tidak jadi mendirikan tenda.

 

Waktu ikut Tour de Pangandaran tahun 2016, kita berencana mendirikan tenda di pinggir pantai Pangandaran, eh, tendanya ketinggalan di bus yang kita naiki dari Solo ke Tasikmalaya, lol.

 

Tapi, yang pasti, so far, selama 9 tahun ini, kita berdua selalu fully self-supported saat dolan naik sepeda antar kota/antar propinsi. Sebelum berangkat kita hitung seluruh kebutuhan untuk penginapan, makan, jajan air mineral, dan masuk destinasi wisata (kita selalu usahakan mampir satu destinasi wisata jika kita temui di jalan yang kita lewati). Sekarang dengan adanya chain hotel ala R*d D**rz, kita bisa mendapatkan hotel murah dengan fasilitas yang lumayan, dibandingkan di awal-awal kita dolan dulu. Kita bukan tipe pengembara yang mengandalkan 'kebaik hatian' orang yang menraktir kita, hohoho. (Adalah satu rezeki yang luar biasa ketika kita dolan di Lombok dan ditraktir 2 kawan fesbuk yang tinggal disana di tahun 2015. mungkin ini merupakan satu hiburan setelah Ranz kehilangan kamera saat kita bersepeda di Bali ya.)

 

PT56 09.17 25/11/2020

 

Dolan Blitar hari pertama

Rabu, 04 November 2020

Napak tilas bersepeda Solo - Jogja - Solo day 4-5

 Sabtu 31 Oktober 2020

 


 

Jika sehari sebelumnya Ranz memulai ritual paginya pukul enam, hari ini dia baru memulainya pukul setengah delapan, lol. Aku? Tentu setelah Ranz selesai. Tapi, eh, sebelum Ranz selesai urusan di kamar mandi, aku sudah packing, memasukkan barang-barang yang akan kubawa pulang (Ranz sudah packing semalam). Jadi setelah Ranz selesai, aku tinggal mandi, ganti baju, packing terakhir kali, ngecek kamar semoga tidak ada barang yang tertinggal, dan kita berdua siap meninggalkan kamar.

 

Jam 09.29 kita sudah turun dari lantai 2, check out, kemudian berfoto di depan hotel, dan mulai mengayuh pedal. Semalam, Ranz bilang dia ingin segera sampai Solo, dia beli komputer online dari Bandung, dan komputer sudah sampai rumah, dia ingin segera lihat mainan barunya! Maka? Dia bilang mau ngajak aku ngegrab saja. Aku jawab, "Mbok minimal kita bersepeda susur Selokan Mataram deh ya." Ranz diam saja. Kenyataannya?

 



Pagi itu kita kembali sarapan gudeg yang warungnya terletak di pinggir Selokan Mataram. Sempat ngomel2 karena harus ngantri lama karena 'bersaing' dengan mereka yang beli untuk dibungkus dibawa pulang (mereka bisa beli puluhan dos!) toh Ranz tetap memakan sarapannya. :D Menjelang pukul 11.00 kita baru melaju menyusuri Selokan Mataram.

 

Kita baru sampai Fakultas Peternakan ketika tiba-tiba aku ingat sesuatu: aku belum foto di Bunderan UGM! :D Aku mengajak Ranz memutar lagi ke arah jalan Kaliurang. Untung dia mau, hihihi. Setelah foto di salah satu spot favorite para wisudawan UGM, aku memilih rute ke arah Timur, kemudian belok kiri ke jalan "perbatasan" UGM + UNY sampai bertemu Selokan Mataram lagi.

 





 

Seperti hari Jumat saat bersepeda ke Kaliurang, perjalanan kali ini hanya kadang dihiasi sinar sang surya yang terik, lebih sering mendung. Dan, masih seperti biasanya, kita mampir angkringan yang terletak di depan pintu gerbang Candi Sambisari, meski sebenarnya kita sudah melewati belokannya, hihihi. Berulang kali lewat Selokan Mataram, kita ga kunjung hafal di jalan mana kita harus belok kiri untuk menuju Candi Sambisari.

 




Dari Candi Sambisari, Ranz sempat ngecek google map rute menuju Candi Sari. Aku sudah gembira Ranz bisa 'membacaku': aku pingin mampir berfoto di depan Candi Sari. Eh, ternyata oh ternyata, dia lewatkan begitu saja Candi Sari. Aku ga ngeh, tahu-tahu sudah sampai di depan masjid yang bentuk struktur menaranya ala masjid Rusia (konon). Ahhh … ya sudahlah, kita terus melaju ke arah Candi Prambanan, Candi Plaosan, dst.

 

Ranz sudah wanti-wanti tidak mau kuajak mampir Candi Plaosan karena jarak masuknya lumayan jauh dari jalan raya. Ya sudah. Dari area Candi Plaosan ini, mendung sudah nampak di depan mata. Aku yang terus menjaga kayuhan pedal Austin agar terus berada di belakang Ranz mengikuti Ranz saja. Dan, di kilometer 27,5 akhirnya Ranz memutuskan menepi, di bawah sebuah pohon, untuk berkemas, menutupi tas pannier dengan tas kresek (bag cover yang paling murah meriah dan jelas anti air, lol), mengenakan mantel, dan … melanjutkan perjalanan.

 




Tak lama setelah kita mengenakan mantel, hujan menderas, genangan air yang cukup dalam di sepanjang jalan yang kita lewati. Memasuki kota Klaten, kondisi tetap sama. Lah, padahal aku pingin berfoto di depan masjid megah di jalan yang kita lewati. Ga enak lah kalau hujan-hujan begitu berhenti untuk berfoto. Kita juga tidak bisa berfoto di depan ex pabrik gula Gondang. Hmmm … ya sudah.

 

Terus terang rada tidak nyaman bersepeda di bawah hujan deras di jalan yang penuh dengan kendaraan besar, bus antar kota. Hmft … (jadi mimpi ada jalur sepeda dimana para pesepeda bisa mengayuh pedal di jalur yang terpisah dari kendaraan bermotor) tapi, ya apa boleh buat? Maka, ketika sampai di satu area dimana Ranz mengajakku belok kanan dan memasuki kawasan persawahan (Pakis?) aku lega sekali.

 

Btw busway, aku baru beli sadel baru untuk Austin, yang tidak terlalu lebar, jadi sungguh menyiksa untuk pantatku yang ukurannya cukup lebar, lol. Aku ga ngeluh capek, tapi, duh pantatku perih banget! Lol. Maka, ketika kulihat Ranz tidak memberi tanda-tanda untuk mengajak berhenti istirahat, aku yang mengajaknya berhenti di satu minimarket yang kita lewati.

 

Ranz, "Minummu habis?" tanyanya inosen.

 

Aku, "Engga, masih sih, Cuma aku butuh 'jeda' untuk mengistirahatkan pantat yang perih."

 

Ngakaklah dia, lol. "Kamu beli sadel yang ga tepat. Harusnya beli yang lebih lebar dari ini." katanya. Hohoho … ya wis lah, mau gimana lagi?

 

Aku sudah mulai merasa bosan dengan rasa perih di pantat, tapi kulihat tanda-tanda kita kayaknya masih berada di area Klaten, dan aku terus menerus mengambil nafas panjang, lol, ketika akhirnya kita melewati sebuah jembatan kecil, dan … tataaaaa … kulihat nama 'Sukoharjo' terpampang di satu bangunan. Yeayyyy. Sudah sampai Sukoharjo kitaaaaaaaaaaa.

 

 

Sekitar pukul setengah enam kita sampai di Jongke, Laweyan. Alhamdulillaaah. Saatnya mandi, ganti baju yang kering dan bersih, plus istirahat.

 

 

Selepas jam 19.00, kita keluar makan malam di warung makan adiknya Ranz. Dari sana, kembali aku minta ke Wedangan Pak Basuki untuk menikmati teh nasgitelnya yang lezat.

 

Jam 21.30 kita sudah balik ke rumah Ranz. Saatnya istirahat.

 

 

Minggu 1 November 2020

 

Pagi ini aku super males bangun pagi, lol. Ranz juga. Hahahah … kebetulan memang kita tidak punya rencana mau dolan kemana. Akhirnya pukul 08.30 aku mandi, kemudian siap-siap keluar. Ranz mengajak ke Balekambang. Ah yaaa … sudah lama juga aku tidak dolan kesana.

 



Pukul 09.50 kita sudah sampai di rumah makan Tenda Biru, aku ingin makan Selat Solo. Dari sana kita ke Balekambang. But, to our disappointment, ternyata Taman Balekambang tutup karena sedang direnovasi. Kita jadinya foto-foto di halaman parkir mobil yang terletak di sebelah kanan pintu gerbang masuk taman. Dari sana, karena Ranz masih pingin foto-foto dengan background pepohonan, dia mengajakku ke Taman Banjarsari. Tapi, ternyata sampai sana, juga ada pengumuman taman tutup karena covid 19. meski kita lihat ada lumayan banyak orang di dalam taman, (ada satu pintu kecil yang terbuka), Ranz tidak setuju kuajak masuk.

 





"I don't want to break the rules," katanya. Ha hah … ya sudah. Kita pun balik ke rumahnya. Istirahat, dan packing terakhir sebelum aku balik ke Semarang.

 

Pukul lima sore, mobil travel yang kunaiki sudah meninggalkan poolnya yang terletak tak jauh dari flyer (baru) di kawasan Purwosari. Pas saat itu turun hujan deras.

 

Travel sampai di pool di Jalan Trilomba Juang pukul 18.50. dalam perjalanan pulang, banyak genangan air di jalan-jalan yang kulewati. Sebelum pukul 19.30 aku telah sampai rumah. Tak lama kemudian turun hujan yang cukup lebat. Syukurlah aku jadi naik travel yang pukul 17.00, dan bukan yang pukul 19.00.

 

Sampai jumpa di kisah mbolang Nana dan Ranz berikutnyaaa.

 

PT56 11.20 November 3-5 2020

 

Napak tilas bersepeda Solo - Jogja - Solo day 3

 


Jumat 30 Oktober 2020

 

Jam 05.20 Radit sudah nginbox aku, "Sudah bangun Miss?"


 

Aku sudah melek, tapi Ranz masih tidur nyenyak. Kayaknya sih nyenyak. Radit Cuma tertawa waktu kuberitahu, katanya, "Ya wis, dikepenakke sik."


 

Mungkin baru sekitar jam 06.30 Ranz bangun dan memulai ritual paginya. Aku? Biasaaa … aku baru merasa wajib bangun setelah Ranz selesai melakukan ritual paginya. Hihihi …


 

Sekitar pukul 07.30 kita baru meninggalkan penginapan. Radit langsung kukabari dan dia bilang akan menunggu kita di mini market swalayan Gading Mas.


 

Ga pakai lama, kita langsung bertemu, dan melaju ke arah Utara. Ranz pesan pada Radit untuk tidak lewat jalan raya yang tanjakannya terasa curam. 9 tahun lalu, jelas aku dan Ranz lewat jalan raya, aku ga tahu jalan lain. Namun, ketika 2 kali ikut acara Joga Foldingbike, aku jadi tahu ada jalan lain menuju Kaliurang titik 0 dan tanjakannya tidak curam. Sebagai orang Jogja dan sudah sering bersepeda ke Warung Ijo -- warungnya para pesepeda Jogja katanya -- jelas Radit sudah tahu jalan.


 

Btw, kita sama sekali tidak janjian untuk bersepeda bertiga. Radit yang tahu aku sedang berada di Jogja menawari ketemu, maka kita bertemu ngobrol di café Sembari. Dan pagi ini, dengan suka cita Radit mendampingi kita untuk menjadi penunjuk jalan. Enak lewat jalan non jalan raya, ga perlu berpapasan dengan kendaraan bermotor yang jalannya ngebut-ngebut, dan ga perlu terhenti gegara traffic light.


 

Cafe Brick

 

Di jalan non jalan raya, aku lihat banyak dibangun perumahan-perumahan baru. Ini berarti mulai banyak persawahan menjadi perumahan. Akankah satu saat nanti, Kaliurang tak lagi terasa dingin?

 

 

Kita berhenti di Café Brick, satu café yang nampaknya banyak dikunjungi pesepeda demi berfoto karena bangunannya yang nampak Eropa banget. Kebetulan di seberangnya ada warung soto. Aku minta mampir untuk sarapan disitu.





 

Usai sarapan, kita melanjutkan perjalanan. Radit tetap mengajak kita mlipir lewat jalan dalam kampung, yang tanjakannya tidak securam jalan utama menuju Kaliurang. Istirahat berikutnya ketika kita "menemukan" warung makan yang ternyata terletak tak jauh dari perempatan menuju Museum Merapi. Di dekat perempatan ada loket pembayaran retribusi. Ranz beli es teh, aku teh hangat, Radit wedang jeruk hangat.  Sampai disini Ranz mulai komplain jalan yang terus menerus miring ke atas, dan kemiringannya terasa lebih curam, lol. Radit menyarankan agar kita jalan kaki saja dengan menuntun sepeda untuk menghemat tenaga; ketimbang mengayuh pedal sekitar 200 - 300 meter, kemudian berhenti lamaaa untuk beristirahat. :D

 





Honestly, baru kali ini Ranz manja banget, sampai berulang kali komplain, "Aku sudah ga mampu mengayuh pedal Petir." kemudian menyalahkan aku yang semula bilang, "Hari Jumat kita gowes dalam kota saja," dan bukannya mengajaknya bersepeda nanjak Kaliurang, lol. Ranz sempat mau gantian naik Austin, sedangkan aku menuntun Petir. Tapi ga lama, Ranz sudah bosan. Dia ngeluh Austin juga berat dikayuh. Hadeeeh. I am so sorry to Radit yang harus nonton drama Ranz manja ini, lol.




 



 

Setelah berulang kali kudu merayu Ranz, "Hayuuuk, tinggal sedikit lagi sampai." akhirnya kita sampai juga di pertigaan yang ada Tugu Urang, kemudian lanjut nanjak curam menuju Terminal Kaliurang, alias tempat parkir Tlogo Putri. Alhamdulillaaah. (Pulangnya sesampai penginapan, gantian aku yang ngomel, "Baru kali ini kamu manjanya kebangeten. Mana ada Radit pula!" dan dia Cuma meringis. Hadeeeh.

 


Mood Ranz masih buruk sesampai kita di Tlogo Putri. Untunglah dia masih mau berfoto di spot Tugu Urang itu, dan di depan patung burung Elang. Lol. Parah memang dia kalau sudah ngambeg, lol.

 





Sesampai Tlogo Putri, acara kita jelas makan siang. Seperti biasa, aku pesan nasi goreng (tiga kali kesini, pertama tahun 2011, kedua tahun 2017 berdua dengan Angie, dan ini kali ketiga, aku selalu memilih menu yang sama, di rumah makan yang sama, lol.) Radit memesan sate kelinci. Semula Ranz tidak mau ikut pesan makanan. Tapi setelah melihat pesanan Radit datang, Ranz memesan sate kambing.

 


FYI, cuaca jauh lebih sering mendung dan sedikit gerimis ketimbang sang mentari bersinar garang. Syukurlah nampaknya alam turut membantu kita untuk tidak terlalu terforsir tenaga kita.

 


Pulangnya jelas lancar jaya. Alhamdulillah.

 


In the future, aku masih berharap bisa bersepeda ke Kaliurang lagi tanpa ada drama Ranz komplain lelah. Semoga dia sudah punya sepeda yang diidam-idamkannya: seli element troy edisi B2W. Amiiin. Biar dia ga komplain, "tanjakannya bikin kesel." lol. Pesanku ke Ranz, "Kalau kamu sudah punya seli element troy, jangan kamu bikin single speed loh!" lol. Dia sendiri yang membuat Petir (dan Shaun) single speed, tapi ya gitu deh dia, lol.

 

 



Malamnya, Ranz menraktirku di café Maraville, Pogung. Mungkin dia sedikit menyesal bertingkah kayak anak kecil, manja ga ketulungan, lol.

 

Napak tilas bersepeda Solo - Jogja - Solo Day 1 & 2

Ketika tahu ada tanggal merah jatuh di hari Kamis 29 Oktober 2020, pikiranku langsung dengan cepat membuat rencana: hari Rabu 28 Oktober aku berangkat ke Solo, hari Kamis 29 Oktober aku dan Ranz bersepeda ke Jogja, hari Jumat 30 Oktober kita bersepeda dalam kota Jogja (I was expecting Malioboro still as quiet as a few months ago in the beginning of pandemic), hari Sabtu 31 Oktober bersepeda kembali ke Solo, hari Minggu 1 November bersepeda di area Solo sebelum aku balik ke Semarang.

 

 

Dan ternyata keinginanku ini dikabulkan oleh yang berkuasa mengabulkan. Hihihi … kebetulan Ranz mendapat 'cuti' seperti yang dicanangkan oleh pemerintah. (kantor Angie ga libur soalnya. Andai libur, mungkin kita akan dolan bareng, which means aku ga akan sepedaan. :D )

 




Rabu 28 Oktober 2020

 

Hari Rabu 28 Oktober aku berangkat ke Solo dengan naik travel Citi trans yang pool-nya terletak di Jl. Trilomba Juang, harga tiket Rp. 85.000,00, gratis bagasi. Oh ya, aku membawa Austin tentu saja. Mobil yang kunaiki meninggalkan pool pukul 11.00, aku sampai di rumah Ranz sekitar pukul 12.45. lumayan cepat, karena travel lewat jalan tol.

 




Siang itu Ranz mengajakku makan di warung makan adiknya yang terletak di area pasar oleh-oleh Jongke, tak jauh dari traffic light. Soto ayamnya enak pol lho, ga kalah sama soto ayam di RM Soto Hj. Fatimah. Sama-sama enak, tapi tentu aku lebih memilih ngelarisi jualan adiknya Ranz yang mantan chef hotel bintang 4. dia terpaksa dirumahkan gegara pandemi.

 




Sorenya aku mengajak Ranz ke 'Omah Lowo/Lawa' yang sekarang diubah menjadi museum/toko batik keris. Cuma lihat-lihat doang, ga berniat beli. Work from home membuatku merasa ga perlu beli baju baru. (ssshhhttt … alasan utama sih karena harga baju2nya mihil! Lol.) kita sempat mampir di café yang terletak di dalam situ juga. Aku memesan cappuccino hangat, Ranz ga pesan minum apa-apa karena ga ada coklat. (Kalau kita berdua ke café, biasanya aku pesan kopi, Ranz pesan coklat. She doesn't drink coffee.)

 




Dari sana, kita mampir ke Wedangan Pak Basuki, angkringan wajib kunjung karena teh nasgitelnya super ngangenin! Harga cemilan/jajanan yang lain memang mahal disini, tapi aku kesini hanya demi teh nasgitelnya, bukan yang lain. :D Sebenarnya dari Omah Lowo, Ranz menawariku mampir ke café Nue atau Pak Basuki. (Dia pingin minum coklat di café Nue itu.) Tapi, aku beralasan, "Café ada dimana-mana. Semarang juga buanyaaak. Tapi teh nasgitel yang super enak hanya ada di Pak Basuki." dan … yes, tentu saja Ranz mengalah. Hohoho …

 

Sekitar jam 22.00 kita balik ke rumah Ranz.

 

 

Kamis 29 Oktober 2020

 

 

Semalam Ranz bertanya kita mau berangkat jam berapa. Kujawab, "Santai, sebangunnya kita." (Dia suka ngeluh kalau pas hari libur, dia terpaksa bangun pagi karena di hari kerja dia sudah harus bangun pagi setiap hari, lol.) Ternyata jam lima pagi dia sudah memulai ritual paginya di kamar mandi. :)

 

Sekitar pukul 06.30 kita mulai mengayuh pedal meninggalkan area Jongke - Laweyan. Sengaja Ranz memilih jalan yang menuju Baki - Sukoharjo dan tidak lewat Kartasura agar kita tidak perlu terlalu sering berdampingan dengan bus di jalan raya. Ini adalah napak tilas pengalaman kita bersepeda Solo - Jogja 9 tahun lalu, Ranz juga mengajak lewat rute ini.  Bedanya waktu itu Ranz naik Snow White -- sepeda lipatku polygon urbano 3.0 buatan tahun 2010 -- karena di rak boncengan ada tas pannier yang berisi baju-bajuku -- sedangkan aku naik Pockie -- sepeda lipat pocket rocket buatan tahun 2009 -- tanpa pannier karena di Pockie tidak ada rak boncengan. Kali ini aku naik Austin -- sepeda lipat downtube nova buatan tahun 2011 -- dengan tas pannier mungil di rak boncengan, Ranz naik Petir sepeda lipat bazooka 14" yang dia buat jadi single speed.

 

Jika 9 tahun lalu Ranz sempat mengajakku beli jajanan sebelum meninggalkan pasar oleh-oleh Jongke, kali ini tidak, kebetulan juga tidak ada yang jualan jajan di pinggir jalan. Semalam aku tidak melakukan carbo loading padahal, hanya minum cappuccino di café Omah Lowo dan teh nasgitel di Wedangan Pak Basuki. Terakhir mengkonsumsi carbo ya Rabu siang, waktu maksi soto ayam.

 





Kita terus melaju tanpa berhenti sampai sekitar 15 menit, dimana di satu perempatan Ranz bilang jika kita belok kiri kita akan sampai di warung makan ayam goreng Mbah Karto - Sukoharjo. Loh, kok malah kita ke Selatan banget yak? Dan, ternyata memang benar, Ranz memilih rute yang membawa kita terlalu ke Selatan, hingga untuk 'kembali' ke jalan utama Solo - Jogja kita harus bersepeda ke arah Utara hingga kurang lebih 7 kilometer. Hohoho … Dalam hati sih aku sudah siap jika sampai harus mengayuh pedal sejauh 100 kilometer hari ini. Sekalian nge-grandfondo sajaaa. :D

 

Ketika akhirnya kita sampai di jalan propinsi Solo - Jogja, aku berpikir, kira-kira batas kota Solo - Klaten sudah kelewat belum ya? Secara aku sudah sengaja mengenakan sweater yang sama dengan yang kukenakan 9 tahun lalu je, untuk berfoto di perbatasan kota, untuk membandingkan tubuhku yang kian melar selama 9 tahun berlalu, lol. Jika sampai sudah kelewat, duuuuuh, musproooo keinginanku berfoto di titik sama mengenakan sweater yang sama. Lol.

 





Saat berpikir-pikir apakah kira-kira perbatasan kota telah lewat, mak jegagik yang kucari ada di depan mata! Horreeeee! Maka, dengan suka cita aku meminta Ranz memotretku disitu. Saat kubandingkan dengan fotoku 9 tahun yang lalu, hmmm … memang yang paling mencolok terlihat berbeda adalah tubuhku yang melebar ke samping, lol, namun senyumku tetap mempesona laaah. Lol.

 

 

Setelah berfoto -- Ranz menolak kufoto disitu -- kita melanjutkan perjalanan. Perutku mulai keroncongan. Tak lama kemudian kita mulai memasuki area pusat kota Klaten. Di Jalan Veteran, Ranz melihat ada sebuah warung makan sop ayam Klaten di seberang, Ranz menawariku mampir kesana. Aku langsung setuju. (Semula aku bilang ke Ranz ingin sarapan di RM Djatayu yang terletak tak jauh dari Candi Prambanan, tapi dia menolak. "Kejauhan! Keburu kelaparan!" komplainnya, lol.)

 





Selama sarapan, kita melihat banyak sekali pesepeda yang melintas, baik dari arah Solo ke Jogja, maupun sebaliknya, Jogja ke Solo. Ah … ini pas tanggal merah 29 Oktober 2020, Maulud Nabi. Apalagi semenjak pandemi, banyak orang yang mendadak bersepeda. :D

 

Usai sarapan, kita langsung melanjutkan perjalanan.

 

Alhamdulillah perjalanan lancar sampai kita masuk kota Jogja. Menjelang masuk Jalan Solo, aku mengajak Ranz belok kanan untuk masuk ke area Jalan Gejayan yang berubah nama menjadi Jl. Affandi. Di pertigaan sebelum sampai Universitas Sanata Dharma, kita belok kiri, masuk Jalan Colombo.  Kita mampir di satu angkringan karena Ranz merasa haus. Aku yang sudah tahu sebentar lagi akan sampai kawasan Bulaksumur, maka ga lama lagi akan sampai di hotel tempat kita menginap manut saja.

 

"Dari sini ke hotel masih seberapa jauh?" tanya Ranz.

 

"Di ujung jalan itu sudah RS Panti Rapih lho. And you know, ga jauh dari situ adalah Bunderan UGM. Dari situ ke hotel masih sekitar 1 - 2 kilometer lah." jawabku.

 

"Di ujung jalan itu, seberapa jauh kita ini dari ujung jalan itu?" tanya Ranz, penasaran, lol.

 

Kita hanya minum es teh, masing-masing segelas, kemudian kita lanjutkan perjalanan. Aku heran waktu melihat sebuah hotel yang cukup besar di sebelah kanan jalan, tidak jauh dari gerbang masuk UNY. Gile, ada hotel baru disini! Besar pula! Kira-kira target marketnya siapa? Keluarga wisudawan UGM/UNY? Wow.

 

Aku memilih lewat Jalan Kaliurang. Dari Bunderan UGM, kita masih melaju ke Barat, kemudian di perempatan yang di sebelah kiri ada Mirota Kampus dan di sebelah kanan ada KFC, aku mengajak Ranz belok kanan, ke arah Utara. Langsung jalan terasa nanjak halus. :D

 

Menjelang traffic light di Selokan Mataram, jalanan mulai terasa padat merayap. Menyeberang Selokan, jalanan kian padat. Ranz sudah booking kamar di hotel Sellinan OYO di Gang Megatruh, jarak satu gang dari kosku zaman kuliah dulu, Gang Mijil. Meski jalanan padat, baik dari arah Selatan maupun Utara, untung kita tidak kesulitan menyeberang untuk kemudian masuk ke Gang Megatruh.

 

 

Sekitar pukul 13.30 kita sudah check in. Hotel Sellinan ternyata fully-booked, untunglah Ranz sudah booking seminggu sebelumnya. Saat kita akan check in, ada dua orang datang bertanya apakah masih ada kamar kosong. Dijawab oleh resepsionis, semua kamar terisi. Ah iya, ini long weekend! Ga nyangka, tidak hanya hotel-hotel yang terletak di kawasan Malioboro yang fully-booked, namun juga hotel-hotel yang terletak di Jalan Kaliurang km. 5.

 



 

Setelah check in, memasukkan barang-barang kita di kamar -- kita mendapat kamar nomor 9 di lantai 2 -- kita keluar lagi. Kita makan siang gudeg di satu RM gudeg yang cukup terkenal yang terletak di pinggir Selokan Mataram. Setelah makan siang, kita mengayuh pedal menyusuri Selokan Mataram sampai Jalan Gejayan, kemudian belok kanan, Ranz mencari 'tempered glass' untuk hapenya yang baru. Dari sana, kita masuk ke area UNY, untuk kemudian keluar di Jl. Colombo, kita mampir ke Mirota Kampus. Ranz bilang dia lupa bawa celana pendek untuk ganti, in case hujan.

 

Ternyata ketika keluar dari Mirota, malah aku yang belanja celana pendek untukku dan Angie. Hahaha … Ranz didn't get any. Dari Mirota, kita mampir ke satu angkringan lagi, Ranz haus, dia pingin minum es the. Setelah itu, kita kembali ke penginapan.

 





Malamnya kita nongkrong di Sembari Café, yang terletak kira-kira 1,5 kilometer dari penginapan. Radit yang memberi tahu kita lokasi café itu kemudian menyusul kita untuk ngobrol bareng. Pukul 21.30 kita meninggalkan café.

 

Sekitar pukul 22.15 aku dan Ranz sudah (mencoba untuk) tidur. :)