Cari Blog Ini

Selasa, 25 September 2012

Gowes ke Pantai Maron



Ada dua pantai di kota Semarang yang biasa menjadi tujuan wisata warga sekitar. Pertama pantai Marina. Pantai ini terletak tak jauh dari areal PRPP (Pusat Rekreasi Promosi dan Pembangunan ) – yang kadang disebut sebagai Jateng Fair – yang berada di daerah Tawangmas; mungkin sekitar 8 kilometer dari Simpanglima. Terkadang pantai Marina menjadi pilihan gowes para pesepeda Semarang. Trek ke arah sana berupa jalanan aspal sehingga mudah dicapai dengan berbagai jenis sepeda; mulai dari road bike, mountain bike, sepeda lipat, fixie, bmx, low rider, you name it.

Yang kedua adalah pantai Maron yang terletak tak jauh dari kawasan bandara Ahmad Yani. Berbeda dengan trek menuju pantai Marina, bagi para pesepeda trek menuju Maron lebih menantang, terutama setelah kita melewati kawasan bandara. Dari kawasan Tugumuda – salah satu landmark kota Semarang – para pesepeda bisa ambil arah ke Barat terus sampai Kalibanteng kemudian belok kanan, ke arah bandara. Setelah masuk kawasan bandara, melewati areal parkir, kita akan sampai ke jalan yang berbelok kiri. Ikuti jalan tersebut, sampai kita menemukan rel kereta api. Tepat sebelum rel kereta api, kita akan menemukan petunjuk “KE MARON” yang sederhana, belok kanan. Kita tinggal mengikuti jalan ini, kurang lebih 3 kilometer, kita akan sampai ke pantai Maron.

Pertama kali gowes ke pantai Maron bersama teman-teman pesepeda yang tergabung dalam komunitas b2w Semarang di tahun 2008, pas musim kemarau. Trek yang masih berupa tanah memang lebih enak dilewati pada musim kemarau. Satu-satunya kendala adalah debu/pasir yang beterbangan jika kita berada di belakang kendaraan bermotor – juga polusi dari mesin kendaraan itu tentu saja. Hal ini bisa kita atasi dengan mengenakan masker. Jika kita menuju ke pantai Maron di musim hujan, kendalanya adalah jalanan yang masih berupa tanah itu akan menjelma lumpur sehingga sangat menantang bagi mereka yang naik mountain bike. Sangat tidak direkomendasikan pada mereka yang mengendarai sepeda lipat (yang non XC) road bike,fixie, dan low rider untuk ke pantai Maron setelah hujan lebat turun. 

Sebelum aku mulai touring ke luar kota, gowes ke pantai Maron bisa dikatakan sebagai satu rutinitas, bisa jadi minimal sebulan sekali, bisa jadi juga seminggu sekali. Bukan pantai Maron yang berpasir hitam itu yang kukangeni – meski aku memang pada dasarnya suka duduk di pinggir pantai untuk memandang laut lepas – namun justru trek yang bagi banyak orang merupakan kendala: tanah yang bergelombang, debu yang beterbangan, atau mungkin lumpur yang pernah mematahkan RD sepeda seorang teman. (klik link ini.) 

Kebetulan tahun ini musim kemarau lumayan panjang, yang berarti seharusnya aku tidak punya alasan untuk tidak gowes kesana. Namun kenyataannya, baru sekitar 2 minggu yang lalu aku gowes ke Maron, sepulang dari kantorku yang berlokasi di kaki bukit Gombel. J Jaraknya kurang lebih 15 kilometer dari. Dari pasar Jatingaleh, aku turun terus sampai Kaliwiru, belok kanan ke arah Jalan Diponegoro, terus turun menuju pertigaan RS Dr. Kariadi. Ketika sampai di traffic light di depan rumah sakit ini, aku belok kiri ke arah Jalan Kaligarang. Sesampai traffic light menjelang sungai Banjir Kanal, aku terus ke Barat, sampai Klenteng Sam Po Kong, belok kanan. Di perempatan Simongan, aku belok kiri ke arah Jalan Pamularsih. Lurus terus sampai bunderan Kalibanteng. Dari bunderan Kalibanteng, nyebrang menuju bandara Ahmad Yani.

Ketika aku gowes ke Maron hari Senin 24 September, kebetulan aku melihat alat berat yang dipakai untuk mengeruk sungai. Hasil kerukan itu dipakai untuk meninggikan jalan. Aku sempat bertanya kepada seorang pekerja apakah jalan akan diaspal (yang bila benar berarti mengurangi tantangan gowes ke arah Maron), jawabannya cukup melegakan hati: engga. Atau mungkin belum ya? :) Permukaan jalan ditinggikan dan di atasnya diberi lapisan batu-batu yang dihaluskan dimana hasilnya akan mengurangi kemungkinan berlumpur di musim hujan. 

Pada tahun 2008/2009 lalu ada sebuah jembatan yang menghubungkan jalan di sebelah kanan sungai dengan jalan di sebelah kiri sungai. Namun jembatan itu sempat hilang: mungkin dirobohkan untuk diganti yang baru yang lebih kokoh. Hari Senin 24 September 2012 aku melihat ada dua jembatan yang telah tersedia. Satu yang nampak kokoh belum dibuka untuk umum, yang satu bisa dilewati, meski hanya untuk – paling berat – sepeda motor. 

Berikut foto-foto hasil jepretan hapeku. Mohon maklum jika hasilnya mengecewakan: bukan kamera di hape yang jelek namun yang mengoperasikan matanya belor dan kurang memiliki sense of photography. LOL. 

PT28 18.50 250912

pondasi di 'bundaran' Kalibanteng yang bakal dipakai untuk fly over

mulut jalan masuk ke bandara

jalan masuk ke bandara

petunjuk ke pantai Maron

trek awal menuju pantai Maron

trek menuju pantai Maron

sungai yang semakin 'dalam' setelah dikeruk

tumpukan 'kerukan' dari sungai di pinggir jalan

Orenj in action

sungai yang bermuara ke laut pantai Maron

jembatan ke jalan di sisi Barat sungai

alat pengeruk sungai

trek yang sedang dikerjakan mesin penghalus

jembatan kedua yang tak jua dibuka untuk pengunjung

memasuki areal parkir pantai

Orenj di pinggir pantai

Orenj mejeng, pantai cukup sepi

'dermaga'

pemandangan laut lepas

pasir pantai yang hitam dengan pohon meranggas di musim kemarau

Orenj mejeng (lagi) :)

Orenj di bawah pohon kerontang

Orenj di pinggir jalan otw back

mesin pengeruk

mesin pengeruk :)
Add caption
Add caption



memasuki areal parkir pantai

setang Orenj :)



Kamis, 20 September 2012

GOMINGPAI: GOWES KE KAWASAN MANGROVE JRAKAH SEMARANG


Pada hari Minggu 16 September 2012 aku dan Ranz gowes ke kawasan mangrove yang terletak di daerah Jrakah Semarang Barat. Kita bertemu di ujung jalan Pusponjolo Tengah sekitar pukul 06.30. 

di 'tanjakan' daerah Krapyak
 
Kita langsung gowes ke arah Barat, dari Jalan Jendral Sudirman lurus ke arah Kalibanteng, kurang lebih 3 kilometer. Di bundaran Kalibanteng – yang bulan-bulan terakhi ini sedang dibangun ‘fly over’ sehingga sering macet – kita terus ambil arah Barat, yakni Jalan Siliwangi. Kurang lebih 3 kilometer dari Kalibanteng, kita akan sampai di pertigaan pasar Jrakah, dimana kalau kita belok ke arah kiri, kita akan menuju arah Ngaliyan/perumahan BSB; namun kita tetap lurus ke arah Barat. Setelah melewati traffic light, di sebelah kiri kita melewati kampus IAIN Walisongo. Sekitar satu kilometer dari pasar Jrakah, kita akan sampai di Taman Lele – duluuu ketika aku masih kecil, Taman Lele lumayan terkenal untuk tempat hanging out orangtua yang mengajak anak-anak mereka – yang terletak di sebelah kiri jalan. Disini, kita menyeberang jalan. Tak jauh dari situ ada jalan ke arah Utara. Kita masuk ke situ.

on the way ke arah kawasan mangrove, setelah belok di seberang Taman Lele
pohon meranggas nan eksotis
Track menurun setelah kita masuk gang ini. Permukaan jalan lumayan bagus, beraspal sehingga tidak sulit dilewati. Beberapa kilometer kemudian kita akan sampai di jalan tanah. Untunglah sudah lama hujan tidak turun di daerah Semarang sehingga jalanan tidak becek. Kurang lebih 3 kilometer dari jalan raya, kita akan sampai ke sebuah ‘jembatan’ seadanya, untuk menyeberang sungai. Jembatan ini hanya berupa sebuah kayu – yang menyerupai papan – yang ditaruh di atas sungai agar orang bisa lewat dari sisi sungai satu ke sisi sungai yang lain. Untuk berjalan ke arah kawasan mangrove, kita harus menyeberangi jembatan ini, atau kita bisa langsung naik perahu yang dioperasikan oleh karang taruna setempat yang memang menyediakan diri untuk ‘membantu’ para pemerhati kawasan ini, dengan biaya secukupnya. Namun untuk ini, kita harus melakukan pemesanan dulu kepada karang taruna ini. (Aku tidak punya nomor contactnya.)

Ranz menggendong Austin menyeberang :)
FYI, bulan Mei kemarin aku dan anak didikku melakukan field trip kesini, dalam rangka melakukan riset untuk climate change project. Waktu itu ‘jembatan’ seadanya itu terdiri dari dua bilah kayu. Entah mengapa sekarang hanya satu. Bisa dimaklumi bila mereka yang mengalami ketidakseimbangan menjaga tubuh akan kesulitan melewatinya. Apalagi mereka yang mengalami gangguan motorik, seperti yang dialami salah satu siswaku. Jika salah satu rombongan ada yang mengalaminya, disarankan untuk memulai ‘perjalanan’ langsung dengan menyewa perahu dari jembatan darurat ini.

Ranz memutuskan untuk tetap membawa Austin – sepeda lipatku yang keluaran downtube nova tahun 2011 – dan Shaun – sepeda lipatnya yang berupa dahon da bike dalam ‘petualangan’ kita sehingga dia pun menyediakan diri untuk menggendong Austin dan Shaun menyeberangi jembatan darurat ini. Ranz is awesome. :)

tanah nan retak karena musim panas

Dari sana kita berjalan pelan-pelan karena permukaan tanah yang retak-retak dikarenakan panas musim kemarau yang begitu lama. Pada waktu itu, datang rombongan mahasiswa sebuah PTN yang terletak di Tembalang Semarang; mungkin mereka akan melakukan penanaman mangrove di satu tempat yang tak jauh dari situ.

menyusuri sungai menuju arah laut dengan pemandangan mangrove di sisi kiri kanan
tetap otw menyusuri sungai menuju laut

Perjalananku dan Ranz tidak semulus yang kita perkirakan karena di banyak tempat kita harus melewati aliran-aliran sungai sehingga kita harus mengangkat sepeda. Tidak hanya TTB alias tun tun bike, namun kita juga harus AJB angkat junjung bike. 
sebagian rombongan mahasiswa Teknik Kimia

Pemandangannya sangat eksotis! 
nice, isn't it? :)

kawasan mangrove nan cantik
sudah dekat laut, namun jalan setapak yang ada tidak memungkinkan kita membawa sepeda sampai pinggir laut
Jika bulan Mei kemarin aku dan anak didik berhenti di ‘dermaga’ yang terletak tak jauh dari jembatan darurat itu, untuk mendengarkan penjelasan seorang wakil dari karang taruna setempat dan seorang dosen dari salah satu PTN yang terletak di daerah Gunung Pati, kali ini aku dan Ranz terus menyusuri jalan setapak, sampai akhirnya kita tiba di satu tempat yang membuat kita terpaksa menghentikan perjalanan. Sudah dekat dengan ‘mulut’ laut, namun kita belum lihat laut lepas di depan mata. 

Austin diangkat seseorang :)
Di beberapa aliran sungai kita bertemu beberapa orang yang dengan baik hati menjunjung sepeda kita untuk menyeberang. :)

Austin in action :)
 
Sekitar pukul 09.00 kita meninggalkan tempat itu, kembali menuju jembatan darurat yang hanya terbuat dari satu bilah kayu yang melintang, dimana Ranz harus mengangkat Austin dan Shaun untuk menyeberang. Pada saat itu, rombongan mahasiswa PTN itu melanjutkan perjalanan mereka dengan naik perahu, entah menuju kemana.

Kita tidak bisa lama-lama karena Ranz harus ke kampusnya. 

Kita mengakhiri petualangan gowes kita dengan sarapan pagi di sebuah rumah makan khusus soto di Jalan Indraprasta. Hawa yang panas disebabkan sinar matahari yang bersinar sangat terik membuat aku dan Ranz sangat haus. Aku habis dua gelas es teh, sedangkan Ranz habis satu gelas es jeruk dan satu gelas es susu.
Lain kali kita akan mengunjungi kawasan mangrove yang terletak di daerah Mangkang Semarang. :)

GL7 16.00 170912

dalam perjalanan balik :)
   


Ranz, sang fotografer :)
Komen yang mampir di lapak sebelah :)


onit wrote on Sep 20
rumah makan khusus soto di Jalan Indraprasta.
enak? :D

afemaleguest wrote today at 8:34 AM
onit said
enak? :D
rasanya sama dengan harganya: standard :)

onit wrote on Sep 20
dia pun menyediakan diri untuk menggendong Austin dan Shaun menyeberangi jembatan darurat ini. Ranz is awesome.
weks.. 1 papan gitu blon tentu aku bisa nyebrang tanpa gendong sepeda pun -_-

afemaleguest wrote today at 8:34 AM
onit said
weks.. 1 papan gitu blon tentu aku bisa nyebrang tanpa gendong sepeda pun -_-
hyaaa ... aku juga hampir gagal nyebrang waktu datang, tapi setelah balik, aku sudah bisa menjaga keseimbangan sehingga bisa nyebrang dengan mudah :)

onit wrote on Sep 20
menyusuri sungai menuju arah laut dengan pemandangan mangrove di sisi kiri kanan

afemaleguest wrote today at 8:35 AM
onit said
uhuyyyyyy :)