Cari Blog Ini

Jumat, 01 Juli 2022

Bikepacker's Lifestyle

 


 

Sekian waktu lalu ada seseorang mengunggah fotonya yang sedang naik sepeda lipat dimana di boncengannya nangkring sebuah tas pannier. Si Om menulis status yang 'sialnya' diksinya nampak provoking, lol. Kalau tidak salah redaksinya begini, "Kenapa sih orang-orang yang naik sepeda lipat tidak membawa tas pannier? Apa karena ATM-nya tebal ya jadi ga perlu membawa bekal barang2 yang dibutuhkan dalam perjalanan?"

 

Bukan hanya aku yang terprovokasi, lol, banyak orang lain lagi juga, yang membuat mereka menulis komen sambil mengunggah foto sepeda lipat plus pannier. Aku juga lah, meski yang kuunggah foto Pockie, sepeda lipat Ranz yang (duluuu) biasa membawa tas pannier yang cukup besar, saat kita dolan antar kota (plus antar propinsi).

 

Kemudian, di bawahku, si penulis status menulis komen, "kok ternyata banyak yang memahami status saya dengan salah ya? Maksud saya, banyak orang kaya disini, jadi hanya cukup bawa ATM yang tebal, maka perjalanan pun lancar." (kata-kata persisnya aku sudah lupa, tapi ya mirip2 begini lah.)

 

Si 'thread starter' bukan seseorang di friendlist-ku ya. Aku baca ini di satu grup sepeda lipat di facebook.

 

Membaca komen berupa ralat dari si Om itu, aku jadi teringat satu status yang menurutku juga cukup provoking di satu grup sepeda lain. Seseorang menulis status, "Belajar hidup sederhana dari bersepeda jarak jauh." Satu komen yang sangat menarik perhatianku adalah, "Cukup hanya dengan uang limaratus ribu rupiah saya bisa bersepeda dari Malang ke Palembang."

 

Gile, murah amat yak? Si penulis komen bercerita dia butuh waktu sekitar 10 hari bersepeda dari Malang ke Palembang, dan dia cukup mengeluarkan dana sejumlah Rp. 500.000,00. Karena penasaran, aku membahas hal ini dengan Ranz. "Mosok sehari dia hanya mengeluarkan duit limapuluh ribu perak?" bagaimana mungkin? Makan tiga kali berapa duit? Menginap? Beli air mineral? Dll.

 

Ternyata oh ternyata, di komen2 di status itu, si TS menulis dalam perjalanan dia sering bertemu orang baik yang menraktir dia, yang memberinya penginapan gratis, bahkan kadang ada yang memberinya uang saku tambahan.

 

Aku pun lanjut ngerumpi dengan Ranz, lol. Beberapa tahun lalu pernah muncul keluhan di medsos tentang kelakuan oknum2 tertentu yang mereka lakukan saat 'turing'. Mereka melakukan sepedaan dari satu kota ke kota lain, bahkan dari satu pulau ke pulau lain, demi 'passion' mereka, tapi dalam perjalanan bergaya ala orang miskin.

 

You can guess, di status yang kumaksud di atas, komen2 yang muncul adalah orang2 yang saling bersaing memamerkan betapa 'murah' perjalanan yang mereka lakukan karena 'kebaikhatian' orang-orang yang mereka temui di jalan.

 

Di tengah-tengah obrolan orang yang saling 'pamer' itu, muncul satu komen dari seseorang. "Setiap saya melakukan perjalanan jauh dengan naik sepeda, saya hanya butuh uang tigaratus ribu rupiah."

 

Seseorang pun bertanya, "Uang tigaratus ribu rupiah itu untuk perjalanan berapa lama? Dari mana kemana?"

 

Orang ini menjawab, "Pokoknya, uang di dompet saya maksimal ada tigaratus ribu rupiah. Jika uang itu sudah habis, saya mampir ATM, ambil uang sejumlah tigaratus ribu rupiah lagi. Begitu terus. Cukup tigaratus ribu rupiah saja."

 

Isn't it hilarious? Lol.

 

Dua grup sepeda yang berbeda. Dua gaya hidup yang berbeda pula, lol. Meski sama-sama tentang melakukan perjalanan bersepeda dari satu kota ke kota lain, atau dari satu propinsi ke propinsi lain.

 

18.00 24/11/2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.