Cari Blog Ini

Rabu, 07 Juni 2017

Candi Ngempon : Aku datang lagi

Pertama kali aku ke Candi Ngempon yang terletak di desa Ngempon, Karangjati Kabupaten Semarang dengan naik sepeda di bulan Desember 2012. Bersama Andra dan Ranz, kita bertiga naik sepeda lipat. Waktu itu BRT a.k.a bus Trans Semarang masih membolehkan penumpang membawa sepeda lipat, jika memang kondisi bus memungkinkah alias sepi. Untuk mengirit waktu dan tenaga, kita naik BRT sampai terminal Sisemut Ungaran. Dari sana, kita mulai bersepeda.

Sekitar awal tahun 2016 (atau tahun 2015 ya), beberapa rekan pesepeda woro-woro bersepeda kesini. Aku ga (tertarik) ikut karena kebanyakan yang ikut laki-laki (eh, bukannya di tiap event sepedaan, perempuan sering menjadi minoritas yak? LOL). Khawatir jika terlalu lelet, malah mereka ga asyik gowesnya. J

Entah mulai kapan aku punya keinginan gowes ke Candi Ngempon naik Cleopatra, aku sendiri sudah lupa. Dan ... out of the blue, aku merealisasikannya hari Jumat 2 Juni 2017.

Sebenarnya pagi itu aku rada aras-arasen, tapi aku memang merasa butuh bersepeda, untuk melatih diri demi persiapan turing rame-rame. (Kalo hanya berdua dengan Ranz sih, nyante. LOL.) Semula, aku hanya ingin menambah kilometer di sportstracker, yahhh ... 20 kilometer pun sudah bagus.

Meninggalkan kawasan Pusponjolo, aku belok ke arah Jl. Simongan, lanjut ke Kaligarang. Di ujung Kaligarang, kebetulan traffic light sedang merah, aku malas berhenti, maka aku belok ke arah kiri. Entah mengapa – aku hanya mengikuti arah Cleopatra membelok – tak lama kemudian aku belok kanan, nanjak menuju Bergota. Sesampai Jl. Kyai Saleh, aku belok kanan, belok lagi ke arah Jl. Menteri Supeno. Sesampai Jl. Pahlawan, aku menuju Siranda. Nanjak Siranda, aku mulai mendapatkan ‘feeling’ yang baik, aku mau nanjak Gombel kalo gitu, kemudian turun lewat Sigar Bencah.


Selepas Gombel – sempat berhenti sekali untuk memotret Cleopatra dengan latar belakang Tugu Taman Tabanas ... ini bukan modus ga kuat lho yaaa – mendadak aku ingat keinginanku menyambangi Vihara Buddhagaya lagi, setelah lebih dari setahun aku tidak kesana. Akhirnya, aku tidak jadi belok ke Tembalang waktu melewati patung Pangeran Diponegoro, aku terus ke arah Pudak Payung.

Sesampai vihara, ternyata pintu gerbang masuk vihara tutup. Duh. Aku ingat sekitar 4 tahun lalu aku nyampe sini juga pagi hari, sekitar jam 7, tapi, aku sudah bisa masuk. Akhirnya aku hanya memotret Cleopatra di luar pintu gerbang. Pikir-pikir lagi, apakah aku mau langsung balik turun ke arah Tembalang, untuk menuju Sigar Bencah. Ternyata, aku malah justru melanjutkan perjalanan menuju Ungaran.


Di Ungaran aku berhenti di satu warung untuk sarapan. Si empunya warung ternyata masih mengenali wajahku. Waktu aku membayar, kebetulan ada seorang pemilik toko sepeda yang juga sedang membayar, si empunya warung langsung ‘promosi’, “Om ... si Mbak ini kuat lho ... dia bisa bersepeda ke Jogja!!” Owh ...

Setelah keluar dari warung, aku berpikir-pikir lagi, akan langsung pulang ke Semarang atau kemana. Mendadak aku ingat keinginan untuk mengunjungi Candi Ngempon lagi. hmmm ... Bagaimana ya? Sudah lumayan dekat sih, paling tinggal 10 km lagi, tapi ...

Rencana itu (hampir) kugagalkan. Aku ke alun-alun Bung Karno saja deh, memotret Cleopatra dengan latar belakang tulisan U N G A R A N. Namun, ternyata, aku lupa jalan menuju sana (jalan yang kulewati bersama Dwi dan Ranz beberapa bulan lalu). :D Aku malah balik ke jalan raya. Aku pelan-pelan mengayuh pedal Cleopatra, mencari jalan lain yang menuju alun-alun. Namun, aku tidak menemukannya. Ya sudah, aku lanjut saja. Aku mampir di pom bensin Lemah Abang untuk mampir ke toilet dan membeli air mineral. Air di bidon tinggal seperempat. Kemudian lanjut sampai pasar Karangjati. Setelah melewati Polsek Bergas, aku belok kiri.


Sempat ragu-ragu arah yang kutuju, aku bertanya pada seseorang yang berdiri di dekat pom bensin jalan menuju Pringapus itu. Dia menunjukkan jalan masuk di seberang pom bensin, lurus, sampai bertemu sebuah masjid, belok kiri. Luruuuus ... sampai bertemu satu pabrik, belok kanan. Aku mengikuti petunjuk itu. Setelah sempat bertanya ke orang lain lagi di jalan kampung yang kulewati, akhirnya aku sampai di gapura yang bertuliskan “Candi Ngempon”. Waaaa ... aku nyampeee!

Setelah memotret Cleopatra, aku memasuki jalan setapak yang dipenuhi lumut. Baru 2 meter mengayuh pedal Cleopatra, ban Cleopatra terpeleset lumut yang licin, aku pun jatuh terpelanting. Aku sempat menyadari bahwa aku akan jatuh, maka aku berusaha sedemikian rupa agar jatuhku tidak terlalu keras. (ini karena aku tidak ngebut waktu gowes.) Aku merasa baik-baik saja. Demi keselamatan, akhirnya aku memilih menuntun Cleopatra saja menuruni jalan setapak itu, hingga sampai Candi Ngempon.



Aku membawa Cleopatra ke dalam kawasan candi. Sempat dua kali memotret Cleopatra, ketika ada seseorang – dia sedang merapikan rumput yang mulai ditanam di kawasan dalam candi – menegurku, memintaku membawa Cleopatra keluar dan memarkirnya di luar. Aku mengiyakan. Saat itu aku baru menyadari, rantai Cleopatra lepas. Berusaha membetulkannya sendiri adalah upaya pertamaku. Ternyata gagal. L Aku terpaksa meminta tolong si Bapak yang tadi menegurku. Dengan baik hati, dia membetulkan rantai Cleopatra. Alhamdulillah. Rantai sudah bisa berputar.

Aku keluar dari kawasan Candi, menuju petirtaan Derekan. Aku mampir ke warung disana, minum es teh.


Tidak lama aku disitu, aku memutuskan melanjutkan perjalanan. Memandang jalan yang kulewati waktu datang, ah ... males lewat situ, aku putuskan untuk lewat jalan yang di bulan Desember 2012 lalu juga kulewati bersama Ranz dan Andra. Lebih jauh dan nanjak tinggi, namun jalannya lebih ‘manusiawi’. LOL.

Setelah menuntun melewati pematang sawah, sesampai di jalan yang aku yakin aku bisa menaiki Cleopatra, aku naik. Beberapa kayuhan, trek mulai nanjak, aku memindah gear. Mendadak, rantai lepas lagi, untung aku bisa menguasai keseimbangan sehingga tidak jatuh.


Mengingat jalan yang akan kulewati sangat eksotis, perbukitan, dan lebih jauh, akhirnya aku kembali ke arah datang. Gapapa deh harus melewati trek sempit yang licin itu, asal lebih pendek. J Aku menuntun Cleopatra, mungkin kurang lebih sampai 2 kilometer, sampai keluar di jalan raya yang menghubungkan Karangjati – Pringapus. Di satu tambal ban, aku berhenti, meminta tolong si Bapak untuk membetulkan rantai. Disitu baru ngeh kalau ternyata yang menyebabkan rantai bermasalah adalah RD yang patah. Waw ... jatuhku tadi seperti apa ya? Hhhhh ...

Si Bapak mau membantu, bersedia membelikan RD di satu toko sepeda di daerah Pringapus. Namun, ternyata dia tidak punya kunci L yang pas untuk melepas dan memasang RD. L Terpaksa, aku melanjutkan perjalanan, jalan kaki, sambil menuntun Cleopatra. Sepanjang jalan yang kulewati, semua bengkel (sepeda motor) tutup, mungkin karena sedang jam shalat Jumat.

Di jalan raya, aku melewati bengkel AHASS, iseng, aku mampir. Si mekanik yang baru datang dari shalat Jumat, langsung bilang, “Ga bisa Mbak ...” waktu kutanya apakah dia bisa membetulkan RD Cleopatra yang patah. L Dengan tetap penuh semangat, aku terus menuntun Cleopatra, hingga melewati pom bensin Lemah Abang.

my savior!

Mungkin, aku telah menuntun Cleopatra sejauh 6 kilometer, ketika aku melihat sebuah kios tambal ban. Si Bapak empunya kios dengan baik hati mencoba membetulkan RD yang patah itu. Aku sendiri sebenarnya sudah patah hati, dan pasrah akan menuntunnya sampai alun-alun (lama) Ungaran. Tak jauh dari situ ada toko sepeda, milik si Om yang kutemui di warung makan paginya. Tentu dia punya RD dong.

Lewat whatsapp, Ranz menyarankan untuk bilang ke si Bapak agar melepas RD saja, dan memasang rantai tanpa RD, hingga Cleopatra berfungsi single speed. Waktu aku akan bilang begitu ke si Bapak, ternyata dia sudah berhasil “mengakali” RD agar rantai bisa berputar untuk sementara. RD yang patah itu dia ‘sambung’ dengan paku! Brilliant!

I WAS SAVED!

Si Bapak yang baik hati itu menolak kubayar dengan alasan dia tidak membuka bengkel sepeda. Mungkin dia kasihan melihat emak-emak kurang kerjaan nyepeda sendirian, mau menuju Semarang. LOL. Alhamdulillah yaaahhh J Semoga Bapak murah rejeki dan panjang umur yaaa.

Secara pelan namun pasti, aku mengayuh pedal Cleopatra kembali. Awalnya, sempat was-was, jangan-jangan RD nanti patah lagi. Setelah lewat 3 – 4 kilometer, Cleopatra baik-baik saja kunaiki, aku memutuskan untuk langsung turun ke Semarang, tidak perlu mampir ke toko sepeda yang terletak di Ungaran. FYI, sepanjang perjalanan menuju Semarang, aku tidak berani mengganti gear.

Pukul 14.45 aku sampai di satu bengkel sepeda di Jl. Dr. Sutomo. Greaaattt! Cleopatra was saved!

Yah ... inilah pengalaman pertama bersepeda sendirian yang cukup mendebarkan, namun ga bikin kapok. J

LG 19.39 03062017

N.B.:

Masih sangat mungkin menemukan orang-orang yang baik hati di sekitar kita. J

2 komentar:

  1. Kpn ke candi ngempon neh mbak...aku melok eaa...nek lewat babadan mending pas wage/legi mbak....mampir wr.mbak tun xixixixi.

    BalasHapus
  2. Kpn ke candi ngempon neh mbak...aku melok eaa...nek lewat babadan mending pas wage/legi mbak....mampir wr.mbak tun xixixixi.

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.