Sabtu 25 Februari 2017
Jam empat pagi
kita sudah mulai antri mandi, persiapan ini itu. Sekitar pukul 05.20 kita telah
meluncur di jalan raya yang masih cukup lengang menuju LPP Garden. Disana,
titik START telah mulai penuh.
“Pasukan” mulai
diberangkatkan pukul 06.10, molor 10 menit dari rencana semula. Not bad, eh? Keluar
dari LPP Garden, kita belok ke arah Timur, kemudian belok lagi ke arah utara,
hingga kita tembus ke ring road. Di sekitar 20 kilometer awal, kita menempuh
trek tanjakan halus, hingga mencapai Jalan Kaliurang km 17 kalau tidak salah,
kemudian kita belok ke arah Barat. Luruuusss ... dan ... aku tidak tahu arah
lagi. LOL.
Aku dkk sempat
berhenti sebentar di depan pintu gerbang Univ. Islam Indonesia karena waktu itu
ada rombongan Gamago (pesepeda dari UGM) berhenti disana, foto-foto dan
ngemil-ngemil pisang. J Ranz
memintakan beberapa pisang untuk kita. Selain berfoto-ria dan ngemil pisang,
kita juga menunggu Hesti yang terganggu dengan pedal sebelah kiri, yang tidak
mau berputar. Hal ini jelas mengganggu kestabilan Hesti mengayuh Rockie, nama
sepeda lipatnya.
Lepas dari
tanjakan, ketika trek mulai menurun halus, Ranz tak lagi bisa mengayuh pedal
dengan leluasa; Shaun, sepeda lipat dahon 16” yang dia stel single speed, tidak
bisa diajak ngebut dengan trek yang seperti itu. Jika ngebut, Ranz terpaksa
bakal sangat ‘ngicik’; satu kondisi yang sangat tidak dia sukai karena mudah
melelahkan kaki.
Tidak banyak yang
bisa kukisahkan disini selain bahwa para peserta jauh lebih ‘kopen’ (apa ya
Bahasa Indonesianya? LOL) ketimbang waktu penyelenggaraan J150K tahun 2013. Waktu
itu tidak ada spot ‘water station’ atau yang juga disebut sebagai ‘pos
bayangan’. Kali ini minimal ada 2 pos bayangan; kurang lebih 10 kilometer
sebelum sampai di check point 1 dan 2. Jarak dari titik START menuju check
point 1 dan 2 juga jauh lebih friendly
dan reachable ketimbang yang lalu.
Di penyelenggaraan tahun 2013, peserta dibagi dalam beberapa grup, masing-masing grup dipimpin oleh satu road captain. Satu road captain bertanggungjawab atas peserta dalam grup-nya. Pada prakteknya, tentu saja sulit ‘menyatukan’ sekian puluh pesepeda dengan ego masing-masing di bawah komando satu road captain. Itu sebabnya kondisi ‘ideal’ hanya bisa berjalan di beberapa puluh kilometer awal. Setelah kurang lebih 30-40 kilometer pertama, karena ketiadaan ‘pos bayangan’ yang menyediakan minuman dan cemilan, banyak pesepeda yang ‘membelot’; entah mampir ke minimarket, entah mampir ke warung mie ayam, dll. J check point pertama waktu itu setelah melampaui sekitar 60 kilometer pertama. 60 kilometer lumayan killing jika kita memulai hari tanpa sarapan, plus tanpa dukungan minuman dan cemilan yang tersedia di sepanjang perjalanan.
Penyelenggaraan
tahun 2017 lebih tertata rapi. Peserta tidak dibagi dalam beberapa grup, tapi
langsung berangkat setelah pasukan diberangkatkan. Untuk para ‘pemburu award
finisher awal’, mereka dipimpin oleh road captain yang kecepatannya dalam
bersepeda tak perlu diragukan lagi, mas Juwanto Reza, satu pembalap dari
Semarang, terus berada di depan. Beberapa marshall lain, misal Supriyanto (Plat
AB) dari Jogja kebagian seksi sibuk, maju mundur, mengecek ‘pasukan’. (eh,
bener begini ga yaaa? LOL.)
Selain para
marshall yang bersepeda, panitia pun menyediakan mekanik yang nomor telponnya
telah disertakan di nomor peserta yang menempel di masing-masing sepeda. Plus
panitia menyediakan marshall penjaga titik-titik rawan yang mungkin para
peserta bakal tersesat, misal di pertigaan maupun di perempatan, meski panitia
juga telah memasang ‘penunjuk arah’ di banyak titik-titik strategis.
Jika pada tahun
2013, aku, Ranz, Evie dan Cipluk sempat
‘digaruk’ truk evak jelang check point 1, juga jelang check point 2, kali ini,
kita semua aman dari ‘garukan’, LOL, bahkan sampai di check point 2, kita
sampai Pantai Baru Bantul tanpa sempat bertemu dengan truk evak, padahal kita
bersepeda dengan sangat nyantai. :D Kita bersepeda sejauh 90 kilometer ‘aman’
tanpa ‘garukan’ panitia. LOL. Kita juga tidak perlu mampir mini market karena
minuman dan cemilan – berupa pisang maupun ‘fit bar’ dll – mudah didapatkan di
pos bayangan maupun di check point.
Yang mengherankan
adalah Evie. Tahun 2013 lalu, dia terserang kram perut gegara sedang
menstruasi, eh, kali ini, kejadian itu berulang kembali. LOL. Di Pantai Baru
Bantul kita tidak sempat menikmati foto-foto dengan latar belakang pantai,
namun hanya nongkrong sebentar, makan siang (Ranz tidak memakannya karena
lauknya ikan, sebagai ganti, Ranz membeli indomie goreng di satu warung lokal)
serta siap-siap untuk evak. Evie yang terkena kram perut, plus dia harus buru-buru
balik ke penginapan karena malamnya dia harus balik ke Jakarta, tentu memilih
kembali ke LPP Garden dengan naik truk evak. Ranz yang merasa sebagai ‘tuan
rumah’ menemani Evie. Aku? Setelah memastikan Avitt dan Dwi akan terus bersama
untuk saling mendukung dalam perjalanan selanjutnya, plus Hesti yang telah
didampingi oleh Dany, pacarnya, aku memutuskan untuk menemani Ranz dan Evie.
Horeee. LOL. (bye bye kesempatan untuk mendapatkan brompton sebagai door prize
utama karena hanya ‘finisher’ lah yang akan mendapatkannya.)
Kita sampai LPP
Garden sekitar pukul 15.30. Setelah sepeda Evie datang, kita meninggalkan
lokasi, kembali ke penginapan. Sesampai penginapan, Evie langsung packing,
mandi, dan siap-siap. Kebetulan sore itu hujan turun dengan deras. (Wew, Avitt,
Dwi, dan Hesti kehujanan nih.) Evie meninggalkan penginapan sekitar pukul
18.00, dengan naik ‘grab car’ menuju stasiun Tugu. Aku dan Ranz kembali ke LPP
Garden pukul 18.45 setelah hujan sedikit mereda.
Malam itu, selain
makan malam bersama dengan variasi menu khas Jogja (bakmi Jawa, gudeg, sate klathak, dll), juga dibagikan door
prize. Alhamdulillah aku mendapatkan sebuah helm karena bisa menjawab
pertanyaan MC, “Siapakah pembaca doa malam itu, beliau adalah peturing nasional
yang usianya telah cukup senior dan telah bersepeda ke banyak kota?” Jawabannya
mudah, “Mbah Kung Endy!” yeayyy. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.