Cari Blog Ini

Selasa, 30 Juni 2020

Pajak Sepeda?

Beberapa hari lalu beredar kabar bahwa kemenhub akan menarik pajak dari para pemilik sepeda, menyikapi kian maraknya pengguna sepeda setelah pandemi covid 19. meski sehari kemudian sudah ada berita ralat bahwa yang benar adalah kemenhub justru akan mengeluarkan regulasi untuk mendukung keselamatan pesepeda.

 

 


Sebagai seorang pengguna sepeda sebagai moda transportasi -- tidak melulu hanya untuk alat olahraga -- dan sadar diri bahwa masih banyak tuntutan pesepeda yang belum dipenuhi oleh pemerintah (tuntutan ini mengacu ke UU lalu lintas no. 22 tahun 2009 pasal 62 ayat (1) pemerintah harus memberikan kemudahan berlalulintas bagi pesepeda; ayat (2) pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas) saya tidak keberatan jika memang sepeda akan dikenai pajak, seperti halnya kendaraan bermotor.


 

Akan tetapi, mengacu ke UU no 22 tahun 2009 pasal 62 ayat 2, apakah pemerintah sudah memberikan dukungan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran bagi pesepeda? Sekian dekade yang lalu, masih ada banyak jalur lambat di banyak ruas jalan-jalan protokol di Semarang; jalur lambat ini bisa dipakai oleh pesepeda maupun pengendara kendaraan tak bermesin lain, misal becak atau gerobak, dan mereka terpisah dari jalur cepat yang lebih digunakan oleh pengendaraan kendaraan bermotor. Dan penduduk Semarang tentu tahu, semakin 'kesini' semakin sulit mendapati jalur lambat ini. Jalur lambat dihilangkan dengan maksud melebarkan jalur cepat untuk mengurangi kemacetan. Namun apakah benar badan jalan yang lebar ini benar-benar efektif mengurangi kemacetan?

 


Kita lihat saja pemberlakukan 'satu arah' di beberapa ruas jalan di kota Semarang. Saya ambil contoh Jalan Pemuda yang biasa saya lewati. Apakah Jalan Pemuda yang lebar itu (dari Paragon Mall hingga Tugumuda) setelah diubah menjadi satu arah, benar-benar bebas dari kemacetan di jam-jam sibuk? Sebelum pandemi, jawabannya jelas TIDAK. Kemacetan tetap saja terjadi. Ketika seluruh ruas jalan diubah menjadi jalur cepat dengan meniadakan jalur lambat, lalu dimana para pengendara kendaraan non mesin bisa melaju dengan aman? Ketika semua badan jalan menjadi jalur cepat, tidak salah dong jika kemudian pesepeda pun memenuhi badan jalan, persis seperti kendaraan bermotor yang melakukan hal yang sama. Ketika selama ini pesepeda termarjinalkan, dan ketika saat jumlah pesepeda meningkat, mengapa orang-orang mengeluh dengan pesepeda yang memenuhi jalan? (Akhirnya, jika sampai sini, kebijakan SHARE THE ROAD memang yang paling tepat untuk diaplikasikan. Tidak perlu ada yang merasa lebih memiliki jalan raya.)

 

 

Kendaraan bermotor dikenai pajak, salah satunya mungkin, uang pajak bisa dipakai di sektor kesehatan mengingat polusi yang disebabkan oleh kendaraan bermotor kian tahun kian tinggi. Sementara sepeda dan kendaraan non mesin lain sama sekali tidak mengeluarkan polusi yang membahayakan lingkungan. Bukankah justru yang terjadi seharusnya ada apresiasi kepada rakyat yang menggunakan sepeda sebagai moda transportasi karena turut menjaga lingkungan? Beberapa negara di Eropa telah memberikan incentive kepada mereka yang menggunakan sepeda sebagai moda transportasi. Mengapa pemerintah Indonesia tidak meniru hal yang baik ini?

 

PT56 16.32 30-June-2020


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.